Bab 128."Kakak ngado apa?" tanya Azalea penuh selidik. "Buka aja. Pasti bikin kalian senang," ucap Evellyn pelan, walau pelan, tetap kedua pria ini mendengar. Arkan mengernyit, bertanya lewat pandangan mata, kado apa yang diberi? "Udah gak usah kepo," ujar Evellyn pada Arkan. Mereka tertawa. Ervan pun hadir bersama Aryanti. Tak ketinggalan Aksara dan juga Indah hadir di sana. Ternyata perusahaan yang dipimpin Aksara memiliki kerjasama dengan perusahaan yang dikelola Ivander.Mereka reuni di tempat pernikahan Azlaea. Tamu-tamu undangan eksekutif berdatangan. Banyak juga kolega yang Arkan kenal. Aryanti, Indah juga Evellyn bercengkrama. Tak ada lagi rasa cemburu di hati Aryanti pada Indah. Toh Indah kini memiliki hubungan dengan Aksara, 'pikir Aryanti. "Mau cemilan apa? Aku ambilin," tanya Aryanti pada kedua teman bicaranya. "Apa aja 'lah," jawab Evelly. "Aku mager buat bangun, Dok. Sorry ya," kekeh Evellyn. "It's oke." Aryanti menautkan jari jempol dan telunjuk.Indah masih s
Bab 129.Sepasang pengantin sudah berada di dalam kamar. Azalea sengaja membawa bungkusan kado yang diberikan Evellyn. Dia begitu penasaran apa isi kado yang diberikan mantan kaka madunya itu. Gadis blasteran ini sudah berada di atas ranjang. Tangannya lihai membuka kotak berbungkus kertas koda motif bunga tulip. Ivander masih di dalam kamar mandi, membersihkan diri. Azalea terlihat kesulitan membuka bungkus. Dia foto kado yang masih tergeletak. [Kak susah di buka]. Send.Tak berapa lama notif pesan masuk. [Berusaha dong].Berikutnya emot menangis yang gadis blasteran ini berikan. Ivander keluar hanya dengan melilitkan handuk di pinggang, membuat Azalea tercekat. Gadis ini memalingkan muka, lalu merebahkan tubuh membelakangi Ivander. "Kok gak jadi di buka?" tanya Ivander saat melihat bungkus kado masih tergeletak di atas tempat tidur. "Susah gak,bisa di buka," suara Azalea terdengar kesal. Ivander mencari sesuatu untuk membuka kotak kado yang dibungkus lakban. Lelaki bule ini
Bab 130Pagi menyapa, memancarkan kehangatan setiap insan di muka bumi. Tak pandang bulu, siapapun dia asal terkena paparan sinar matahari, sang surya akan memberikan semua manfaat dari sinar yang dia pancarkan. Dua pasang pengantin baru masih di dalam kamar."Abang gendong mau?" tanya Ivan pada wanita di hadapan yang sudah berpakaian rapih. "Malu Lea, masa di gendong. Bilang aja Lea masih mandi," ujar gadis blateran ini. Enggan sekali dia mau turun, pasalnya dia mengangkang tadi begitu berjalan. "Semua orang sudah menunggu di restoran," ucap Ivander."Ya udah, Lea jalan pelan-pelan," Wanita blasteran ini menggandeng tangan Ivander. Ponsel Lea berdering ketika mereka melewati pintu kamar. "Hallo Bu. Iya Lea sudah di depan kamar," ucap Lea. Pelan Lea berjalan, dengan tangkas Ivan akhirnya membopong Azalea. "Bang turunin, malu," ujar Azalea. Tetapi Ivan abai, lelaki dengan tinggi di atas rata-rata orang Indonesia ini membopong Azalea hingga kursi yang akan mereka duduki. Mira d
Bab 131"Ar." Ervan memanggil Aryanti, yang kini sedang menghadap wastafel mencuci wajahnya, agar air mata yang tak dapat dia bendung, tidak terdeteksi oleh Ervan. Tangan Aryanti meraih handuk, lalu menyeka wajah ayu yang kini sayu ini. Terlihat lelah di matanya. "Tumben belum tutup. Banyak pasien? 'kan aku bilang kurangi pasien," Ervan meraih pinggang Aryanti. Mengecup bibir mungil wanita ayu ini. Menatap bola mata kecoklatan milik wanita pujaannya. "Tadi ada pasien, maksa konsultasi, padahal sudah di bilang tutup." Aryanti mencoba beralibi, dia tau Ervan sedang mencari kebenaran lewat bola matanya."Suamiku tersayang, cinta banget ya, sama Dokter cantik ini?" Aryanti mencoba mengalihkan pembicaraan. "Cinta banget, makanya jangan kebanyakan kerja, jangan terlalu lelah, biar lelaki ini dapat terpuaskan di ranjang." Ervan melumat bibir Aryanti. "Memang selama ini tak terpuaskan?" Suara Aryanti sudah terdengar serak. Setelah dicium Ervan dengan lembut tetapi menggebu. "Sangat pu
Bab 132 Hiruk pikuk kota Jakarta, kemacetan, kebisingan, membuat sebagian besar para pekerja rentan mengalami setres.Evellyn duduk di dalam kendaraan ekslusif bersama sang suami. Tak ada percakapan berarti. Beberapa menit kemudia mereka turun di sebuah Ball Room. Beberapa orang pun terlihat menyambut mereka. Arkan menggandeng erat wanitanya, begitu pun Evellyn menautkan erat jemari tangan pada lengan kokoh lelaki metropolish ini. Para kolega sudah menunggu. Pertemuan penting kali ini Arkan membawa serta Evellyn, ia ingin Evellyn faham seperti apa pertemuan-pertemuan besarnya. Arkan memperkenalkan Evellyn pada semua kolega bisnisnya, ia ingin semua kolega bisnisnya tau seperti apa wajah dari istri Arkan Putra Maulana. Bukan untuk memamerkan tetapi hanya ingin memperkenalkan setidaknya jika Arkan berada di luar negri Evellyn bisa dengan mudah menghandle semua kinerjanya. "Tuan Arkan," seorang menghampiri Arkan, menggandeng seorang wanita yang sangat Arkan kenal. "Mr Sam. Apa ka
Bab 133 Mobil yang ditumpangi Evellyn dan Arkan akhirnya sampai di depan rumah. "Mas kamu nakal banget," ujar Evellyn kesal. "Kenapa gak menolak." Arkan mendekatkan kepala mencium lagi ceruk leher istri yang penuh dengan tanda merah. Evllyn kembali menegang. "Aku gak tahan juga, kalo kamu udah mulai. Udah Mas, di lanjut di dalem aja." Evellyn mendorong tubuh sixpack Arkan. Evellyn mengikat rambut asal, menyampirkan hijab yang berantakan. "Cd ku mana? Evellyn mencari benda pembungkus aset berharganya. "Ya ampun celana kamu kotor begitu." Evellyn terlihat gelisah, ini kali pertama dia melakukan di dalam mobil. "Pak Sobri tadi pasti denger, Mas," ucap Evellyn. Arkan menarik dagu Evellyn, melumat kembali bibir yang sejak tadi tak berhenti bicara. Tangannya meraba benda kesukaan. "Udah Mas, Ntar aja!!" Evellyn mencubit lengan lelaki tampan ini. "Gak usah resah seperti itu, besok juga ketemu pakaian dalem kamu," ucap Arkan enteng, dia membuka pintu. "Mas benerin dulu
Bab 134Ibu malu mau ngomong, ayah kamu bener-bener, Nak. Kemarin ibu dapet ini." Amelia menyerahkan amplop coklat. Walau kaget setelah melihat isinya, tetapi Arkan dapat mengendalikan keterkejutan. Kasusnya hampir sama dengan kasus yang dia alami dulu. "Ayah mengaku?" tanya Arkan. "Nggak...." Amelia menggeleng. "Ayah kamu gak ngaku, sampai akhirnya ibu ke sini, gak sudi ibu liat ayah kamu," ujar Amelia dengan mimik kesal. "Sekarang tenangkan diri Ibu, nanti aku cari tau informasi ini, karna jaman sekarang banyak foto-foto yang hanya jebakan," ucap Arkan, pelan. "Maksudnya," tanya Amelia menatap putra semata wayang. "Sekarang banyak foto-foto editan. Nanti aku cari tau, nanti sore aku sama Evellyn mau terbang ke Singapore, Ibu ikut ya," ajak Arkan. "Nggak, kalian saja, ibu di rumah saja," ucap Amelia. "Ya sudah sekarang makan dulu, jangan sampai sakit, Bu." Evellyn mengambilkan nasi ke dalam piring Arkan juga Amelia. Setelah makan lelaki tampan ini masuk ke dalam kamar
Bab 135Sesaat Ervan terkejut melihat foto-foto di dalam amplop. "Nyonya besar tau?" tanya Ervan. "Semalam Ibu datang, tanpa Ayah. Kira-kira itu nyata atau hanya jebakan?" tanya Arkan. "Aku tak yakin, Bos. Kita serahkan pada ahlinya. Tuan besar sudah kau tanya?" tanya Ervan, masih memperhatikan foto dengan seksama. "Belum, belum sempat. Aku juga tak tau sekarang Ayah di mana," ujar Arkan. "Siang aku urus Bos. Habis 'kan kopinya Bos, sudah waktunya meeting dengan para kolega. Kau sudah siap dengan proposal baru?" tanya Ervan. Arkan mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju ruang rapat. Tempat semua usaha dibicarakan. Sinta mengikuti di belakang, bukan tanpa sebab hari ini dia berpenampilan memukau, bahkan cenderung memikat. Pagi ini dia juga ikut mendampingi rapat para kolega bisni. Sinta berharap dia bisa mendapatkan salah satu pebisnis, sehingga bisa memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik. Setelah seharian beraktifitas mereka menuju Bandara. Selama pengecekan Ar
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber