Bab 134Ibu malu mau ngomong, ayah kamu bener-bener, Nak. Kemarin ibu dapet ini." Amelia menyerahkan amplop coklat. Walau kaget setelah melihat isinya, tetapi Arkan dapat mengendalikan keterkejutan. Kasusnya hampir sama dengan kasus yang dia alami dulu. "Ayah mengaku?" tanya Arkan. "Nggak...." Amelia menggeleng. "Ayah kamu gak ngaku, sampai akhirnya ibu ke sini, gak sudi ibu liat ayah kamu," ujar Amelia dengan mimik kesal. "Sekarang tenangkan diri Ibu, nanti aku cari tau informasi ini, karna jaman sekarang banyak foto-foto yang hanya jebakan," ucap Arkan, pelan. "Maksudnya," tanya Amelia menatap putra semata wayang. "Sekarang banyak foto-foto editan. Nanti aku cari tau, nanti sore aku sama Evellyn mau terbang ke Singapore, Ibu ikut ya," ajak Arkan. "Nggak, kalian saja, ibu di rumah saja," ucap Amelia. "Ya sudah sekarang makan dulu, jangan sampai sakit, Bu." Evellyn mengambilkan nasi ke dalam piring Arkan juga Amelia. Setelah makan lelaki tampan ini masuk ke dalam kamar
Bab 135Sesaat Ervan terkejut melihat foto-foto di dalam amplop. "Nyonya besar tau?" tanya Ervan. "Semalam Ibu datang, tanpa Ayah. Kira-kira itu nyata atau hanya jebakan?" tanya Arkan. "Aku tak yakin, Bos. Kita serahkan pada ahlinya. Tuan besar sudah kau tanya?" tanya Ervan, masih memperhatikan foto dengan seksama. "Belum, belum sempat. Aku juga tak tau sekarang Ayah di mana," ujar Arkan. "Siang aku urus Bos. Habis 'kan kopinya Bos, sudah waktunya meeting dengan para kolega. Kau sudah siap dengan proposal baru?" tanya Ervan. Arkan mengangguk. Mereka berjalan beriringan menuju ruang rapat. Tempat semua usaha dibicarakan. Sinta mengikuti di belakang, bukan tanpa sebab hari ini dia berpenampilan memukau, bahkan cenderung memikat. Pagi ini dia juga ikut mendampingi rapat para kolega bisni. Sinta berharap dia bisa mendapatkan salah satu pebisnis, sehingga bisa memperbaiki taraf hidup menjadi lebih baik. Setelah seharian beraktifitas mereka menuju Bandara. Selama pengecekan Ar
Bab 136."Cepat ambil pakaianmu dan lekas pergi!!!" kembali Aryanti berteriak. "Bima kembali ke dalam kamar mengambil pakaian dan segera pergi dari rumah itu. Dengan cepat Aryanti mengunci pager, pintu dan semua jendela, Netranya terus mengeluarkan bulir-bulir bening. Setelah itu dia duduk di depan televisi. Tak lama ponselnya berdering, "Ar aku ada di depan pagar. Tolong buka," suara Ervan menyeruak, membuat Aryanti bahagia bukan kepalang. Belum pernah Aryanti sebahagia ini mendapati Ervan. Tergagap Aryanti menjawab iya, tergasa ia merapikan penampilan merapikan kamar yang berantakan. "Kok lama?" tanya Ervan. "Mas gak jadi terbang?" tanya balik Aryanti. "Cuaca gak bagus, gak bisa memaksakan penerbangan, aku khawatir banget sama kamu, sejak sore, jadi aku memutuskan pulang, kamu gak apa-apa di rumah?" tanya Ervan ketika keluar dari dalam mobil. Dari jarak jauh seorang lelaki bernafas lega, tak menyangka suami Aryanti membatalkan penerbang, seandainya tadi Aryanti tak bisa
Bab 137"Siapa itu?" teriak Aryanti keluar dari dalam kamar mandi berbalut handuk, melongok keluar kamar. Pandangan tak menjangkau jauh karna gelap, kembali Aryanti menutup pintu kamar. Dia ambil pakaian rumah. Mengambil mukena pemberian Ervan. Mencium mukena dan memakainya, "Mulai sekarang aku akan menuruti semua mau kamu, Mas," ujar Aryati berbicara sendiri. Beberapa kali dia melakukan ibadah tetapi karna paksaan dari Ervan, katanya dia bakalan masuk neraka jika istri take melakukan ibadah. "Aku juga mau masuk surga bareng kamu, Mas," ucap Aryanti lagi. Dia melakukan sholat taubat dua rakat, berlanjut dengan solat subuh, Aryanti berjanji mulai sekarang dia akan lebih banyak memperdalam agama islam. Setelah kumandang subuh, suasana hening, samar-samar Aryanti seperti mendengar orang berjalan di luar kamar. Ingin dia segera melihat tetapi diurungkan karna terdengar Sayup-sayup adzan subuh, Aryanti melakukan solat dua rakaat sebelum subuh dilanjut sholat subuh. Setelah melaku
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala