Bab 46 Yakin.
Sore ini Indah menunggu Lirna di Kafe Asyik, ponselnya berdenting, pesan masuk, Lirna mengabarkan terjebak macet, Kota Metropolitan di jam pulang kantor sudah pasti terjadi kemacetan di mana-mana.Penambahan jalanan beraspal 4 jalur tak memberikan efek apapun, karna kendaraan pun bertambah tiap tahunnya, bahkan trotoar tempat pejalan kaki pun tak luput menjadi akses kendaraan roda dua demi menghindari kemacetan yang tak terkendali.Setelah 15 menit menunggu Lirna berjalan dengan tergopoh. Mereka pun bertukar senyum saat bersitatap."Udah pesen makan belum?" tanya Lirna, yang mendapatkan gelengan kepala dari Indah."Ya udah pesen dulu, aku yang traktir, aku abis dapet uang tip, baru aja landing dari Bali dapet turis dari prancis, ganteng banget, bilangnya masih singgel." Lirna memang supel tanpa di tanya dia akan banyak bercerita, karakternya cocok sebagai tour guide.Indah mBab 47. Kehancuran. Hari ini Ervan sibuk menyiapkan makan malam dengan kedua wanitanya."Bos, doain malam ini berhasil, "ucap Ervan pada Arkan. "Sukses, Bro," ucap Arkan dengan senyum simpul. Arkan menunggu Ending lamaran Ervan, sedari dulu Ervan menyukai tantangan menaklukan wanita. Namun, akhirnya kandas saat tau mereka di duakan, alasan Ervan selalu sama dia memacari dua wanita untuk saling melengkapi. Hubungan yang ini, terlama hingga menuju proses lamaran biasanya saat tau mereka didua oleh Ervan, Wanita-wanita itu mengamuk dan meninggalkan Ervan. "Tak usah mengingat masa lalu, Bos, aku tau yang kau pikirkan." Ervan menyesap rokok yang berada dijari tangnnya.Lagi-lagi Arkan hanya tersenyum. "Aku doakan berhasil, kalau gagal terus lah mencoba," ucap Arkan menyemangati sahabatnya. "Kali ini tak mungkin gagal, Bos." dengan percaya dirinya Ervan berkata.
Bab. 48 Baru Tau Rasa. Arkan tertegun melihat penampakan Asisten pribadi plus sahabat dekatnya. "Ada apa dengan Mu kawan? Kurang? modal nikahnya? "Ervan hanya mendengus kesal, Bosnya pasti tau apa yang terjadi pada dirinya."Masalahnya sudah tiga hari kau absen kawan," Arkan memantik roko dan menghisap dalam, dia melempar bungkus rokok ke arah Ervan dan dengan sigap Ervan menangkapnya. Hal yang sama pun dilakukan Ervan. Tak ada percakapan diantara mereka. Arkan meminum kopi kemasan yang disediakan Ervan. "Datangi psikiater agar kau lebih tenang, aku menunggumu di kantor, " ucap Arkan bangkit dan berlalu pergi. ***"Sayang, Indah kemana?" tanya Evellyn, saat ditemuinya orang berbeda yang sedang duduk di meja kerja Indah. "Resign.""Jadi, udah mau nikah mereka bertiga?""Mereka meninggalkan Ervan," jawab Arkan santai. "Ervan sedang tida
Bab 49. Undangan Menjelang terbit matahari mereka sudah bersiap di atas sajadah. Bermunajat mengharapkan ridho dari Tuhan atas hidup yang mereka jalani. "Eve minggu depan kita bulan madu ke dua, siapkan beberapa lembar pakaian. Dan juga siapkan dirimu." pagi ini Arkan masih menggunakan kaos oblong. "Siap, sayang," ucap Evellyn.Setelah makan Arkan mengajak Evellyn duduk dibalkon." kau tak berangkat kerja?""Nggak, aku ada tugas lain hari ini." Arkan menyibak rambut istrinya mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir istrinya. "Tugas apa? " tanya Evellyn setelah tautan mereka terlepas. "Menyenangkan istriku yang paling pandai," Arkan membawa Istrinya ke dalam, dan merebahkannya di karpet depan televisi. Dia mulai mencumbu istrinya. "Sayang Bi Ningsih hari ini ada jadwal ke sini." Tanpa aba-aba Arkan kembali membopong istrinya menuju ruang kantornya,
Bab 50. Tergoda. Lelaki maskulin itu terpana melihat seluit tontonan di hadapannya. Dad yang sejak tadi memperhatikan lelaki bernetra tajam di hadapannya tersenyum smirk. Netra Arkan yang tak bekedip melihat tampilan di televisi. Dad yakin lelaki yang cocok untuk putrinya itu akan tertarik pada Azzalea si pewaris tahta."Tuan Arkan. Itu putriku." Suara Dad membuyarkan keterpanaan Arkan si lelaki maskulin.Dengan cepat Arkan mengendalikan dirinya. Menengok ke asal suara. "Istriku membesarkannya dengan baik, dugaanku terhadap istriku ternyata salah. Aku berada di Negri ini bukan tanpa sebab. Dialah tujuannku." Dad menjelaskan maksudnya tanpa di minta. "Lalu apa hubungannya denganku? " tanya Arkan, dengan mode acuh. "PT Cahaya Terang merupakan salah satu dari perusahaan raksasa yang aku miliki di Negri ini, kau sudah membaca proposalnya, bukan?.
Bab 51 Di ikuti. Tiga hari ini Evellyn sudah berada di Kalimantan, Kota yang di gadang-gadang akan menjadi Ibu Kota Indonesia, menggantikan Jakarta. Kota yang akan menjadi pusat Administrasi Indonesia.Suaminya mendapat kepercayaan menangani Proyek besar ini. Dan beberapa hari ini Evellyn hanya berada di Kamar Hotel. Ia terus di tinggal oleh suaminya yang sibuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting. Malam ini malam terakhir mereka berada di kota ini. Arkan mengajak Evellyn menghadiri pertemuan puncak semua petinggi yang menangani proyek raksasa tersebut. Malam ini Evellyn tampil dengan gaun hitam panjang menjuntai dengan hiasan tile berwarna keemasan, di padu dengan hijab berwarna sesuai dengan warna tile. Arkan menyentuh pinggang ramping istrinya lalu menarik dalam dekapannya. "Kau semakin cantik, Eve." Arkan mengecup bibir Evellyn singkat. "Iya, kah? Mas? " tanya Evellyn manja, jari-jari lent
Bab . Bulan Madu ke Dua. Evellyn berdiri di atas pasir pantai, silih berganti ombak menerpa kakinya yang tanpa alas. Angin berhembus semilir, hijabnya berkibar terkena hembusan angin. Dia tengadahkan wajahnya ke atas hamparan langit. Bulu mata lentik berkedip menatap awan berarak. Matahari merangkak, mulai tenggelam meninggalkan berkas cahaya keemasan. "Sedang apa disini, Eve?" tangan Kekar Arkan melingkar di tubuh ramping Evellyn, membuat wanita berhidung bangir ini tersentak kaget. Digenggam jemari Arkan yang berada di perutnya. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Dipejamkan kelopak matanya sesaat, perlahan dia hembuskan nafas. Di usahakan bibirnya tersenyum lalu membalikkan tubuhnya menghadap kekasihnya. "Lagi nyari ketenangan." senyumnya.Arkan mengernyitkan dahi. "Gak tenang kenapa, Eve? Apa yang sedang kau pikirkan? " tanya Arkan mengeratkan pelukan.
Bab. 53. Godaan. Belanjaan sudah dimasukkan ke dalam hunian yang mereka tempati. Evellyn duduk sambil memijat kakinya yang terasa pegal. "Masukkan ke sini, Eve." Arkan menarik kaki Evellyn, menaruh di dalam baskom berisi air hangat. "Makasih, Mas. " Senyum terkembang dari bibir merona Evellyn."Sudah lebih baik? " tanya Arkan setelah beberapa menit kaki mulus Evellyn berada di dalam baskom air hangat. He,em... Evellyn mengangguk. Setelah selesai Arkan membopong Evellyn ke dalam kamar. Mengganti pakaian seperti yang dia bicarakan di toko perhiasan tadi. Evellyn hanya bisa tersenyum dan pasrah dengan apa yang dilakukan suaminya. "Coba disibak rambutnya, ini aku pasangin kalungnya, pasti indah! " seru Arkan. Dia pun memasangkan kalung yang tadi dia pilih. Setelah terpasang dia menghadap ke arah Evellyn, menatap istrinya dengan penuh gairah. Evellyn yang sudah sangat mengerti seperti apa maksud suaminya pun memberikan service terbaiknya malam ini.Dan di setiap pergulatan panjang, t
Bab 54. Berjuang. Evellyn membalikkan tubuh, merangkak di atas tubuh suaminya, menggoda dengan kata-Kata manis, berusaha menghilangkan bayangan entah wanita mana yang bersemayam di kepala lelakinya saat ini. "Tadi udah ngopinya? " tanya Evellyn dengan suara lembut. Arkan terperanjat dia pikir istrinya tertidur. Dengan cepat dia menganggukkan kepala, menjawab pertanyaan wanita di atasnya. Tangan Evellyn mengelus rahang yang ditumbuhi bulu-bulu tipis, setelah itu menuju ke dada bidang, lalu membuka beberapa kancing kaos polo yang dikenakan lelaki di bawahnya dengan perlahan. Jari-jari lentiknya membuka kaos yang melekat di tubuh suaminya, di paksakan bibirnya mengulas senyum, dia redam gejolak cemburu yang menguasai jiwa. Setelah kaos polo berwarna putih itu teronggok, di condongkannya wajah cantiknya menghidu aroma tubuh suaminya. Arkan menggeliat mendapatkan rangsangan dari Evellyn. Tangannya masih dia taruh dibelakang kepalanya, wajahnya sayu menikmati setiap belaian dan cu
"Mas gimana keadaan Ervan?" tanya Evellyn. "Baik, sudah lebih baik," "Udah aktif ngantor lagi?" tanya Evellyn penasaran. "Ngapain nanyain Ervan?" tanya Arkan penuh intimidasi. "Aku cuma nanya, Mas. Masa nanya doang nggak boleh?" jawab Evellyn cuek, dia mengalihkan pandangan karna tatapan Arkan yang seperti menguliti. "Begitu aja kesel," ujar Evellyn masih membuang muka. Arkan duduk di sebelah Evellyn. "Nanyain aku aja," ucap Arkan lembut, di dekat telinga Evellyn membuat bulu kuduknya berdiri. "Iisshhh ... Kamu tiap hari liat, perlu di tanyain apa lagi?" jawab Evellyn kesal. "Tiap aku pulang kaya sekarang tanya begini. Mas mau enak-enak nggak? gitu ...." "Iisshhh ... Kamu nggak usah di tanyain pasti minta." jawab Evellyn.
Ervan mengendarai mobil dengan perasaan gelisah, bukan 'kah tadi Aryanti sudah lebih baik, dia meninggalkan Aryanti dalam keadaan baik? Lalu kenapa Dokter mengabarkan Aryanti dalam keadaan kritis. Ervan berlari menuju ruang oprasi, sudah ada seorang perawat yang menunggunya di sana. Ervan menanda tangani berkas dengan cepat, bertanya kenapa bisa Aryanti kembali kritis, tetapi perawat enggan menjawab. "Nanti Dokter penanggung jawab yang akan menjelaskan, Pak,"jawab perawat, gegas masuk ke dalam ruang operasi. Operasi kali ini terbilang lama, setelah Beberapa jam, seorang dokter menghampiri Ervan. "Pak Ervan." Lelaki tampan yang terlihat begitu murung ini mendongak. Bangun dari duduk. Menatap Dokter Eliza. "Alhamdulillah, pasien sudah mendapatkan pertolongan, tetapi kondisinya begitu kritis, semua sudah kami upayakan yang terbaik. Hanya doa kini yang dapat kita lakukan." "Dok, bagaimana bisa kritis kem
"Sebentar lagi kamu bisa pulang, aku nggak akan melakukan yang melanggar undang-undang, Ar." Ervan berkata yakin. Ervan menaruh bekas makan di dekat pintu. "Marni sebentar lagi datang, aku sudah lama nggak ke kantor, aku ke kantor dulu, nggak apa 'kan?" tanya Ervan. "Iya, nggak apa, untung bos baik, boleh kamu cuti," Aryanti tersenyum kecil. "Itulah enaknya," Ervan terkekeh. "Mas cium aku," Aryanti merentangkan tangan, Ervan pun menyambut rentangan tangan wanitanya. Ervan mengecupj wajah Aryanti, tetapi saat Ervan akan melumat bibir Aryanti melengos, aku belum gosok gigi," ucapnya malu. Ervan menahan kepala Aryanti mengecup bibir yang terlihat pucat dan melumat lembut, kehangatan bibir Ervan membuat jantung Aryanti berdetak lebih keras. Kedatangan Marni menghentikan aktifitas mereka. "Maaf, Mbak." Marni kembali
"Sabar ya, Mas semua pasti ada hikmahnya, pasti ada kebaikan di balik semua ini," ucap Evelly saat menjenguk Aryanti. Ervan meyugar rambut kasar, sorot matanya penuh dengan dendam melihat istrinya terbaring, "Kebaikan apa yang di dapat dari kejadian ini?" di dalam hati Ervan terus bertanya. Apalagi setelah mendengar keterangan dokter mungkin telah terjadi tindak pelecahan terhadap Aryanti, karna ada luka lebam di pipi juga bekas ikatan di tangan. Dan ditemukannya sperma saat pertama kali Aryanti di bawa ke Rs. Ervan membekap mulutnya dengan bantal dia barteriak sekencang dia ingin luapkan. "Masss," suara Aryanti menghentikan kegiatan Ervan, lelaki itu menengok pada wanita yang terbaring di ranjang. Ervan melangkah mendekati Aryanti, "Kamu udah bangun Ar?" "Aku di mana? Mas?" tanya Aryanti lemah. "Kamu di Rs. Aku panggil dokter dulu," ucap Ervan, dia membuka pintu memanggil
Ivander mengambil kue bekas gigitan Azalea, lalu memakannya, netra biru itu membola, "Carla benar ini buatanmu?" tanya Ivan tak percaya. "Iya, kalau gak enak, besok aku cari resep yang baru, aku pikir ini sudah enak, teman-teman bilang ini benar-benar enak," Carla berkata pelan. "Tapi ini memang benar-benar enak Carla." Ivan berkata sambil mengambil satu potong lagi. "Bang buruan ngomongnya. Aku udah gak betah," Azalea merajuk manja, melirik pada Carla. Carla memang wanita penghibur, siapapun lelaki yang masuk areanya pasti akan tergoda, tetapi anti baginya menggoda lelaki beristri yang jelas-jelas tak menginginkannya. "Sebentar, sayang," ujad Ivan menggenggam tangan Lea. "Carla semua akan aku atur, mungin tiga hari lagi kamu sudah bisa keluar dari sana," Ivan meyakinkan wanita begincu merah ini. "Tapi, untuk keluarkan aku dari sana, Mr pasti keluar uang banyak, aku harus g
"Bahasa dari mana itu?" tanya Ivan menyungingkan senyum. "Dia bilang sendiri, seneng ya dikejar-kejar jablay kesayangan, bahkan Abang selalu pakai dia." suara Azalea menggebu. "Lea gak usah bahas yang lalu, itu masa kelam abang, malu abang kalo ingat masa itu." Ivan menangkup wajah Azalea. Perlahan melumat bibir yang sedang merajuk. Ivan melakukan perlahan, lembut, lalu menyesap intens. Azlaea mencoba mendorong, berusaha melepas tautan bibirnya, tatapi tangan Ivan kuat memegangi kepala wanita blasteran ini. Masih tak ada respon dari wanitanya, Ivan melepas pagutannya, menatap netra kebiruan Azalea. Kembali mendekatkan bibirnya mengecup lembut lalu menyesap peralahan menjadi lumatan bergairah. Sesekali bibir Azalea merespon menyesap bibir lelaki dihadapan, tetapi egonya lebih besar. Ivander kembali melepas pagutan, "Kenyangin perut bawah dulu aja ya!" Netra biru Ivander mengerling, lelaki ini bangun membuka sabuk tanpa membuka kemeja. Azalea mendegkus kesal, "Masukin kedala
Azalea terbelalalak mendengar penuturan Carla. "Utang apa?" Azalea mengajak Carla masuk ke dalam ruangan Ivander bekerja. Carla menjelaskan semua janji Ivan, selama ini dia menunggu. Tetapi yang di tunggu tak kunjung datang. "Jangan marah pada Mr Ivan, kami hanya partner ranjang, dia tak memiliki perasaan apapun padaku." Bola mata Azalea terbelalak, Carla berkata begitu nyaman, bahwa dia hanya partner ranjang. Tak memikirkan perasaan Azalea kah pelacur satu ini pikir Azalea. "Oke, nanti akan saya sampaikan pada partner ranjang Anda, bahwa Anda mencari Mr Ivan. Sebaiknya Anda pergi sekarang dari ruangan ini!" suara Azalea di tekan, berusaha meredam emosi. "Maaf, tapi itu dulu, sudah lama dia tak menjumpaiku. Maaf 'kan aku jika salah ucap." Carla merasa tak enak dengan reaksi Azalea. "It's oke," ujar Azale, " silahkan pintu ada disebelah sana." Tangan Azalea menjulur menunjuk arah pintu. "Mba, jangan marah, selama ini saya pikir Mr Ivan menyukai saya, karna dia hanya mengg
"Lalu?" "Bos Nathan mau melamar aku, kalo aku gak mau ngawal kakak." Dina berkata pelan. "Emang Nathan belum punya istri?" tanya Evellyn. "Belum kak, tapi dia pria flamboyan," ujar Dina. "Ya siapa tau, kamu perempuan terakhirnya, buktinya dia mau nikahin kamu," ujar Evellyn. "Aku belum yakin kak," ujar Dina lagi. Mereka berbincang selama perjalanan, Evellyn memang tipe orang yang tidak memandang status, asal enak di ajak bicara maka dia akan terus mengorek berita, hitung-hitung olah raga mulut, dari pada bergaul dengan teman-teman istri dari kolega suaminya yang dibicarakan hanya jabatan, kekayaan hingga arisan yang diluar nalar Evellyn. Evellyn terperangah kaget, ketika berkumpul dan mereka melakukan arisan berondog, padahal suami-suami mereka tak kalah tampan dan berwibawa, kenapa mau dengan lelaki yang hanya tampang dan juga entah apa yang di mau para wanita itu. "Din, kita mampir ke superma
Bima masih terus bermain pada tubuh Aryanti, dan berkali-kali pula Aryanti mendapatkan kenikmatan luar biasa. Ingin rasanya mengumpat, tetapi itu terjadi pada tubuhnya. Bima menyeringai penuh kemenangan. Hingga dia menuntaskan hasrat terkutuknya. Bima mengejang panjang. "Ar, rasamu tak pernah berubah, tak salah aku merindukanmu." Bima mengecup pucak kepala Aryanti, masih berada di atas tubuh tergolek tak berdaya. Lelaki ini bangun lalu mengambil pakaian yang tercecer dan memakainya lagi. Melepas sabuk yang mengikat tangan lalu melepas ikatan di mulut Aryanti. Wanita ini tergugu mengerat selimut, kepalanya berputar. "Jangan menagis Ar, tak ada yang tau selain kita berdua, asalkan kamu selalu siap saat aku mau, kamu akan aman." Bima mengecup pundak Aryanti, berbisik ditelinga mengancam."Maksu kamu?" Aryanti menatap Bima sendu matanya bengkak. Bima menunjukkan vidio panas yang barusan dia rekam, ini akan aku edit, seoalah-olah kita melakukan atas dasar suka sama-sama suka." Bima ber