Pesta pernikahan Frederix dan Belle di dua negara sukses. Sebagai putra sulung keluarga Dalton, Frederix memang telah terkenal. Sekarang, ia lebih terkenal lagi karena menikahi wanita pengusaha dari luar negeri.Setelah selesai dengan rangkaian pesta, Frederix dan Belle melakukan bulan madu. Mereka akan keliling Eropa berdua dan menikmati masa-masa pernikahan awal. Kedua keluarga mengantar pasangan pengantin baru tersebut bersiap-siap.“Jangan buru-buru hamil ya, Belle,” cetus Louis pada kakak iparnya.“Memang kenapa?”“Princess masih kecil. Masa auntie dan keponakannya hanya berbeda satu tahun.”Semua yang mendengar terkekeh bersamaan. Lalu, William menggeleng-geleng. Hingga Louis akhirnya merasa tak enak hati.“Sori, Dad,” sesal Louis.“Jangan dengarkan, Louis. Kalian bebas memutuskan kapan akan memiliki keturunan,” ucap William pada Frederix dan Belle."Maksudku juga, Kak Fred dan Belle 'kan tidak sempat berpacaran. Mereka bertemu langsung menikah, jadi pacaran saja dulu sebelum me
William mengenalkan Philippe pada manager-manager perusahaannya. Mereka berbincang santai mengenai dunia bisnis. Philippe banyak memberikan pencerahan tentang bisnis-bisnis berkembang di negaranya.Beberapa jam kemudian, pertemuan berakhir. Para manager melanjutkan pekerjaan mereka. William lalu mengajak Philippe ke ruang kerja pribadinya.“Perusahaanmu sangat besar, Will. Aku salut kamu masih bisa menanganinya seorang diri,” cetus Philippe sambil menggeleng takjub.“Mungkin karena sejak sebelum menikah, aku sudah terbiasa bekerja, Kak,” balas William. "Lagipula aku dibantu banyak tim terutama Eddie, asisten pribadiku yang sangat setia itu."“Iya, benar. Kerjasama memang sangat dibutuhkan. Apa kamu akan menyerahkan perusahaanmu kelak dengan putra-putrimu?”“Rencananya begitu.” William mengembuskan napas panjang. “Tetapi, ternyata mereka memiliki bidang usaha masing-masing.”“Kenapa tidak kau paksa mereka untuk melanjutkan perusahaanmu? Sayang sekali, jika nanti perusahaan besar ini ti
“Aku tau mengapa mereka memilih tempat ini,” ucap William pada Eddie.“Ya, Tuan. Saya juga sudah menduga,” balas Eddie.“Hanson dan Ferina memilih tempat ini karena paling murah di antara pilihan lain.”Eddie menanggapi dengan senyum.“Mereka tidak tau, itu adalah jebakan kita,” kekeh William.Tempat yang dipilih Ferina dan Hanson adalah sebuah resort. Tema pernikahan di pantai. Yang tidak mereka ketahui, harga yang tertera di brosur hanyalah harga untuk pernikahan, belum termasuk resort yang disewa untuk seluruh tamu dan teman sejawat kedokteran.William lalu menandatangani sejumlah berkas untuk persiapan pernikahan adiknya. Eddie memperhatikan dengan raut wajah sendu. Hingga William menyadarinya.“Ada apa, Ed?”Sebelum menjawab, Eddie mengembuskan napas berat.“Dokter Harris, Tuan.”“Ada apa dengan dokter senior itu?”“Dia … mendiagnosa jantung Hanson tidak akan bertahan lama,” lirih Eddie.William menghentikan kegiatannya menandatangi berkas. Hanya sejenak, lelaki itu berpikir. Lal
Hanson berdiri di jendela kamar hotelnya. Menatap lautan lepas yang tak bertepi. Tangan kanannya menekan dada dan merasakan debaran dari sana.Kakak angkatnya telah banyak menasehati. Bahwa rencana Tuhan tidak akan salah. Jika pernikahan ini terjadi, pasti ada campur tangan dari takdir Tuhan. Begitu pula jika tidak.Jarum jam tangan mewah di lengan kirinya seperti bergerak cepat. Saatnya ia keluar dan menuju tempat upacara sakral ini. Hanson merapikan penampilannya dan kembali termenung di depan cermin.“Penampilanmu sudah OK. Tampan, gagah dan bersinar.” William tiba-tiba berdiri di belakang sang adik angkat.“Mungkin karena tarian semalam,” kekeh Hanson.“Hahaha … bisa jadi. Jaslan bilang ia kepergok Edith tersenyum-senyum sendiri membayangkan tarian itu.”“Waduh. Apakah terjadi pertengkaran?”“Tenang saja. Jaslan sudah pintar berkelit sekarang.”Hanson tergelak. “Syukurlah.”Sesaat kemudian keduanya terdiam. Terkadang tertawa membawa kita pada satu moment haru. Itu yang dirasakan W
William mengembuskan napas lega saat Keyna meninggalkannya karena Sacha mengajak para pengiring pengantin wanita berfoto. Paling tidak, ia bisa menyusun strategi nanti malam. Tentu saja bukan strageti berbohong karena ia memang berjanji untuk selalu jujur pada istrinya. Hanson dan Ferina tampak sedang menemani tamu-tamu. William mengenali kerumunan itu sebagai kumpulan para dokter di rumah sakit. Hanson melingkari lengannya pada bahu Ferina serta sesekali mencium pipi sang istri di depan para sejawatnya. Frederix, Louis dan Cedric duduk di meja bundar yang sama. Mereka terlihat sedang menikmati hidangan. Matanya lalu mencari sosok sang putri. “Apa yang kalian lakukan pada putriku?” desis William. Jaslan yang sedang memangku Princess menoleh. Senyumnya mengembang pada William yang memandang dengan tatapan datar. Sementara Edith yang memangku Edzard bersikap sangat santai. “Princess sedang bermain dengan Edzard,” sahut Jaslan. “Bagiku, kalian tampaknya sedang memaksa putriku berga
Pesta sesi pertama Hanson dan Ferina berakhir. Seluruh tamu beristirahat di kamar masing-masing. Beberapa tamu yang masih muda memilih berjalan-jalan di sekitar resort.Sesi kedua pesta akan diadakan malam hari. Selain untuk memberi kesempatan pada tamu-tamu untuk beristirahat, penyelenggara pesta juga perlu mengubah dekorasi. Pesta malam hari akan diadakan di dalam ruangan.Keyna dan William menyempatkan menjenguk putri mereka. Princess sedang tidur. William mengelus sayang kepala sang putri dan menciuminya.“Jangan diciumi terus, sayang. Nanti Princess terbangun. Ia butuh istirahat untuk pesta nanti malam,” ucap Keyna yang lalu menarik sang suami menjauh dari putri mereka.“Princess tambah cantik dan cerdas. Aku bangga sekali pada putriku,” cetus William.“Dan semakin manja juga.”“Kalau itu biarkan saja. Ia memang harus bergelimang perhatian. Aku tidak masalah.”“Tetapi, akan tidak baik bagi Princess kelak, sayang. Nanti ia akan rapuh dan mudah stress jika di luar tidak mendapatkan
Satu bulan berikutnya, mansion berpesta kembali. Balon-balon hias dan karakter memenuhi halaman mansion. Halaman luas itu juga penuh dengan permainan anak-anak.Tak banyak yang Princess dan si kembar lakukan. Mereka baru berusia satu tahun. Ketiganya baru belajar berjalan beberapa langkah. Namun ketiganya terlihat menikmati suasana.Walaupun ini adalah pesta anak balita, tetapi banyak orang dewasa yang menikmati pesta tersebut. Keluarga Dalton dan Jaslan tertawa-tawa senang saat mereka ikut menaiki carousel. Lalu, ikut melompat-lompat dan tertawa di trampolin."Princess mau main apa lagi?" tanya Louis."Istirahat saja dulu, Lou. Wajah Princess sudah merah begitu," tegur Hanson yang berdiri di dekat Louis bersama Ferina."Minum dulu, yuk, Princess sayang," ajak Ferina sambil mengambil alih Princess dari gendongan Louis."Hu-uh. Aku tidak menyangka pesta anak balita sangat melelahkan."Louis melempar tubuhnya ke salah satu beanbag di taman. Hanson mengikutinya. Mereka memperhatikan anak
William memperhatikan Keyna yang masih menyusui Princess. Balita itu sudah tertidur. Namun begitu, ia belum mau melepas ASI-nya.Akhirnya Keyna bisa menutup dadanya. Princess terlelap masih dengan gaun pestanya. Tampak sekali ia kelelahan.“Baby, aku mau bicara,” ucap William tak sabar.“Ada apa? Sepertinya sejak potong kue tadi, kamu terlihat cemas. Apa ada hubungannya dengan pembicaraan para lelaki di ruang kerja?”William tidak menjawab. Ia meraih tangan istrinya dan keluar dari kamar Princess. Mereka masuk ke kamar utama dan menutup rapat pintunya.Tanpa lama, William segera menceritakan keadaan Louis dan Cedric. Juga mengungkapkan kekhawatirannya apabila Louis dengan tanpa sadar pergi ke pulau seorang diri. Keyna mendengarkan dengan tenang.“Jadi, Chantal Rithland itu sebenarnya memasang perangkap untukmu?”“Kenapa kamu jadi gagal fokus. Ini bukan tentang aku. Ini tentang Louis dan Cedric serta bagaimana car akita untuk mebuat mereka berdua tidak terus-menerus terbayang para pena
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan