Kapal layar William tidak besar. Namun, cukup mewah dan sangat bersih. Frederix menikmati kebersamaannya dengan sang Daddy."Aku baru tau Daddy memiliki kapal layar ini.""Daddy baru sadar saat Keyna menyuruh Daddy memanfaatkannya atau ia mengancam akan menjual kapal ini."Tawa Frederix meledak. "Jadi, Keyna yang menemukan harta karun ini? Pasti di deretan aset-aset Daddy yang ia baca.”"Betul sekali.""Aku suka, Dad. Walaupun agak panas, tapi ini cukup menyenangkan dan menenangkan.""Lebih menenangkan dari kemping di hutan?"Frederix menoleh ke samping menatap wajah sang Daddy yang juga sedang mengamatinya. Lelaki muda itu hanya menjawab dengan mengulum senyum."Daddy tau akhir-akhir ini aku senang sekali kemping?""Tau.""Aku sudah menduga. Pengawal Daddy jelas terlihat mengawasiku."William berkilah saat itu ia dan Keyna sangat khawatir. Padahal, ketika itu William ingin cepat mengabari tentang kesuksesan putranya. Dan Frederix tiba-tiba menghilang.Frederix juga mengungkapkan bahw
Mereka tidak melanjutkan perbincangan. Kru kapal sudah menyalakan mesin. Mereka kembali berlayar.William dan Frederix berdiri di samping kru kapal. Pemandangan di sekitar mereka cukup mengejutkan. Banyak nelayan yang terombang-ambing dengan perayu kayu yang hancur.Sang bilioner memerintahkan kru kapal yang lain untuk membantu. Beberapa nelayan akhirnya ditampung di kapal William. Frederix membagikan minuman dan makanan yang tersedia.Sampai di pelabuhan, Cedric dan Louis terlihat berlari-lari menyambut William dan Frederix."Dad, Kak Fred, kalian gak papa?" pekik Louis sangat khawatir.William dan Frederix menjadi shock. Keadaan pelabuhan porak poranda. Banyak yang terluka dan digotong menggunakan tandu. Cedric segera menyeret keduanya ke dalam tenda darurat."Buka pakaian kalian. Cepat."Cedric langsung menggunakan sarung tangan karet. William dan Frederix membuka pakaian mereka dan membiarkan Cedric melakukan pemeriksaan. Dan baru ketika diperiksa, mereka merasakan sakit di bebera
Tak terasa proyek kerjasama perusahaan Frederix dan Belle berakhir. Bisnis mereka sukses menembus pasar internsional. Ucapan selamat berdatangan ke perusahaan Frederix. Namun begitu, sikap Frederix tetap datar dan dingin pada Belle.Tepat seperti dugaan William, berbagai tawaran kerjasama kini banyak didapat Frederix. Apalagi setelah majalah bisnis mengumumkan bahwa dirinya telah berhasil menjadi milyuner muda. Lelaki itu menjadi sangat sibuk.Tidak ada lagi ruang untuk memikirkan perasaannya kepada Belle. Frederix kini semakin menjadi robot. Waktunya hanya digunakan untuk bekerja dan bekerja.“Lou …. “Frederix terdiam melihat pemandangan di ruang kerja Louis.Belle terlihat langsung mengusap matanya. Sepertinya ia sedang menangis. Sementara Louis tampak sedang memberikan perhatian pada wanita di sampingnya.“Hai, Kak Fred. Ada apa?” Louis langsung berdiri menyambut sang kakak.“Nanti saja. Jika urusan kalian telah selesai, kamu ke ruanganku,” cetus Frederix dengan nada datar.Frederi
“Ariana!” sentak Frederix pelan.Ariana membuka mata. Sial! Wanita itu mengumpat dalam hati. Segala ciuman dan sentuhan Frederix itu ternyata hanya khayalan liarnya.“Musiknya sudah berhenti,” ucap Frederix yang melepaskan tangannya dari pinggang Ariana.Dengan santai, Frederix bergabung dengan teman-teman lain yang sedang duduk sambil minum. Mereka langsung memberikan tempat untuk Frederix. Tak lama kemudian, para lelaki berbincang tentang bisnis masing-masing.Hingga kemudian salah seorang teman memberikan kabar gembira. Ia membagikan undangan pernikahan. Dengan bangga mengatakan bahwa akhirnya ia berhasil menemukan cinta dan tidak ingin melepaskannya lagi.“Maaf Fred. Bukan bermaksud membagi fokus antara kesuksesanmu. Masalahnya, kita jarang berkumpul. Jadi, ini saat yang tepat untuk menyebar undangan. Datang, ya,” ucap teman Frederix.“Tak apa. Kamu benar ini saat yang tepat untuk menyebar kebahagiaan. Semoga aku cepat tertular,” jawab Frederix sambil menatap undangan mewah di tan
“Aku tidak mengerti, Lou. Belle mengejar cinta siapa?” tanya Frederix bingung. “Lalu, apa hubungannya dengan kerjasama perusahaan kita?” “Terus-terang, Kak. Aku juga hanya bisa menduga. Belle tidak menceritakan rahasianya. Hanya saja, aku beberapa kali memergokinya sedang termenung dan memikirkan lelaki tersebut.” Frederix hanya mengangguk. Sungguh ia tidak mau tau siapa lelaki itu. Yang jelas ia berpikir, sudah pasti bukan dirinya. Frederix menatap iba pada sang adik. “Jadi, Belle menyukai lelaki lain?” Louis mengangguk. “Aku turut prihatin. Aku juga pernah berada dalam situasimu saat ini. Awalnya memang berat, seterusnya …. “Frederix menjeda kalimatnya. Ia tidak ingin membuat adiknya semakin sedih. “Pasti seterusnya juga akan berat,” Louis mencebik. Seulas senyum diberikan Frederix untuk Louis. “Tidak juga. Buktinya sekarang aku bisa move on dari Ariana.” Louis duduk menyamping menatap sang kakak. “Ceritakan, Kak. Bagaimana pesta bersama Ariana tadi.” Lima belas menit berik
Terdengar dengkuran pelan. Frederix menoleh ke samping, menatap sang adik. Louis ternyata sudah terlelap.Apa Louis mendengar pernyataannya barusan? Gumam Frederix dalam hati.Sepertinya tidak. Frederix mengembuskan napas panjang lalu mulai menutup mata. Sedetik kemudian, ia membuka matanya lalu tersenyum-senyum sendiri.Ini gila. Ternyata ada kemungkinan Belle menyukainya. Kalau benar, aku tidak bertepuk sebelah tangan. Frederix kembali berucap dalam hati.Tapi,bagaimana dengan Louis? Bukankah ia akan bertambah patah hati jika melihat kakak dan wanita yang disukainya menjalin hubungan serius? Ia harus bagaimana sekarang? Semuanya terasa serba tak enak.Entah pukul berapa Frederix tertidur. Ia bermimpi melihat Belle menangis. Tetapi, tangannya tidak dapat meraih wanita cantik tersebut.“Kak. Kak Fred.” Louis menguncang-guncang lengan sang kakak untuk membangunkannya.“Hem?” Frederix membuka setengah matanya. “Apa?”“Sudah jam sembilan. Barusan Keyna menelpon dan menyuruh kita sarapan,
“Lou!” panggil Frederix. Louis menoleh. Frederix berlari menghampirinya. Louis menunggu sang kaka mendekat. “Kenapa, Kak?” “Kamu ada agenda apa hari ini?” “Agenda hari ini?” “Ck, aku sudah lama sekali tidak mendengarmu menjawab dengan pertanyaan. Ternyata kebiasaan itu masih ada,” gerutu Frederix. “Hehe, maaf. Aku belum memiliki agenda apa-apa hari ini. Entahlah, rasanya malas sekali.” “Hmmm … kalau begitu, kamu bisa mengantarku?” Keduanya lalu berbincang sambil berjalan. Mereka menuju kamar Louis. Pemuda itu membuka pintu dan mempersilahkan kakaknya masuk. “Mengantar ke mana, Kak?” “Aku ingin bersenang-senang. Apa usulmu?” “Hah? Maksudnya?” “Kamu pasti tau tempat yang mengasyikkan. Tempat untuk kita menghibur diri.” Louis menatap lelaki di hadapannya dengan dahi berkerut. Bersenang-senang bukanlah kebiasaan Frederix. Kenapa tiba-tiba kakaknya ini ingin hiburan? Tangan Lou
Seminggu sudah Belle pergi. Frederix dan Louis menjalankan hari-hari mereka seperti biasa. Posisi Belle telah digantikan seorang lelaki dari perusahaan pusat keluarga Belle.Frederix semakin sibuk. Selain menangani beberapa proyek besar, ia juga kerapkali diundang menjadi narasumber. Beberapa universitas ternama memintanya memberikan motivasi bagi mahasiswa-mahasiswi jurusan bisnis dan ekonomi.“Lou, tolong tangani proyek ini dulu, ya. Aku harus menghadiri seminar.”“Oke. Seminar di universitas Kak Cha, ya?”“Iya. Aku siap-siap sekarang. Jalanan agak padat sepertinya.”“Kak Fred pakai supir, ‘kan?”“Daddy bilang supir dan pengawal sudah siap.”“Wuiih. Daddy kita memang sangat sigap.”“Kamu salah. Daddy bilang, Keyna yang mengatur semuanya.”“Hah? Keyna? Wah, wah, ibu tiri kita itu sudah mulai paham kebiasaan keluarga kita,” kekeh Louis.Frederix mengangguk. Ia mengenakan jasnya. Lalu, mengencangkan dasinya.“Jangan lama-lama menyelesaikan berkas itu. Kamu harus jemput Keyna ‘kan?”“Iy
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan