Dengan senyum manis, Bianca menjawab telepon. Wanita itu memberi kode menunggu pada Alex sementara ia menjauh. Alex mengangguk mengerti.Sacha berharap ia salah dengar. Bukan nama Cedric yang disapa Bianca. Atau paling tidak, ada nama Cedric yang lain selain mantan kekasih Keyna itu.Dengan rasa penasaran, akhirnya Sacha memutuskan bertanya pada Alex."Bianca itu ekspresif sekali, ya. Kentara sekali ia senang mendapat panggilan telepon itu. Pasti ia sudah menunggu-nunggu," pancing Sacha."Iya, memang. Sudah beberapa hari Bianca menunggu telepon dari sepupunya itu," ungkap Alex sambil memperhatikan kekasihnya."Hmmm ... sepupu? Aku memiliki teman bernama Cedric. Aku penasaran, apakah itu orang yang sama?""Oh ya?" Alex terkejut. "Cedric siapa yang kamu kenal?""Ia seorang dokter spesialis penyakit dalam yang sedang menjalani pendidikan di luar kota."Alex tertawa renyah. "Ya Tuhan. Dunia memang ternyata sempit. Benar, kita mengenal Cedric yang sama.""Benarkah? Apa Bianca juga seorang
"Ada apa dengan Sacha, Baby?" cecar William saat Keyna telah kembali ke kamar utama.Keyna tidak langsung menjawab. Wanita hamil itu naik ke ranjang dan duduk bersandar. Matanya menatap wajah tampan suaminya."Baby, ayo ceritakan padaku," mohon William."Ini semua gara-gara kamu," ucap Keyna."Kenapa denganku?""Sacha mengencani beberapa lelaki demi kamu. Agar kamu melihat sendiri ia telah berusaha memenuhi keinginanmu."William berpikir keras lalu membalas," Apa salah satu lelaki itu telah menyakiti putriku?""Tidak. Malam ini, Alex mengatakan bahwa ia telah memiliki kekasih hingga Sacha merasa tak enak hati."Keyna mengurungkan niat untuk menceritakan kisah Sacha dan Cedric. Pasti William akan murka mengetahui Cedric mengatakan perilaku Sacha murahan karena sering mengajak lelaki berkencan."Kasihan Sacha, sayang," rengut Keyna."Aku akan mengatakan kepada Sacha untuk tidak lagi kencan dengan sembarang lelaki," janji William."Sembarangan bagaimana? Bukankah kamu merekomendasikan pa
"Buk, buk, buk."Hanson berjalan terseok menuju pintu. Padahal ia baru saja pulang dari rumah sakit sehabis operasi pasien dini hari. Niatnya naik ke ranjang untuk beristirahat jadi tertunda melihat siapa yang berdiri di depan pintu apartemen yang tak hentinya digedor."Ya Tuhan, Kak. Kenapa Kak Will selalu saja datang saat aku mau tidur?" sungut Hanson yang melebarkan pintu.William melewati adik angkatnya. Lelaki tampan itu sudah berpakaian rapi seperti hendak bekerja. Ia kemudian mondar-mandir di ruang tamu apartemen Hanson."Kalau Kak Will hanya mau mondar-mandir, bisakah dilakukan ditempat lain saja?" protes Hanson lagi.Akhirnya bilioner itu diam di tempat. Ia duduk di depan Hanson yang bersandar di sofa dengan mata setengah terpejam."Aku merasa jantungku sedang tidak baik-baik saja," ungkap William.Garis muncul di antara alis Hanson. Lelaki itu duduk tegak dan menatap sang kakak angkat. Lalu, mulai mengamati tubuh terutama dada William."Bagaimana rasanya?" Hanson bertanya, m
Esok paginya, Keyna benar-benar menepati janji untuk menemani suaminya konseling. William tampak tampan dengan kemeja yang pas di tubuh hingga otot-otot nya yang masih terjaga tercetak dari luar pakaian. Demikian pula dengan celana panjang bahan yang ia gunakan. Bahkan bagian belakang tubuh William terlihat begitu kencang.Keyna mengembuskan napas berat. Teringat bahwa hari ini sang suami akan berduaan di ruangan dengan seorang psikolog wanita. Wanita hamil itu jadi kesal kenapa Hanson merekomendasikan seorang wanita untuk sesi konseling William.“Apa kamu sadar hari ini kamu akan bertemu bahkan berduaan dengan sorang wanita di dalam ruangan?” tanya Keyna.“Aku belum pernah berkonsultasi pada seorang psikolog. Jadi, aku tidak tau seperti apa mekanisme di dalam ruang konseling.”“Ya … seperti yang aku katakan sebelumnya.”“Ada apa, Baby? Kamu keberatan aku berada dalam satu ruangan bersama seorang wanita meskipun ia seorang konselor?”Keyna tidak langsung menjawab. Mulutnya memberengut
“Apa kamu sudah merasa lebih tenang, sayang?” tanya Keyna saat mereka akan kembali ke mansion.“Biasa saja,” jawab William.“Jadi, menurutmu sesi konseling itu kurang berhasil?”“Secara teori aku paham apa yang disampaikan. Tetapi, ketenanganku sebenarnya adalah garansi bahwa kamu akan baik-baik saja. Hanya itu.”Siapa yang bisa memberikan kepastian itu? Bahkan Keyna pun pasrah saat persalinan nanti. Hanya Tuhan yang tau apa yang akan terjadi.Akhirnya, Keyna memutuskan untuk mengalihkan perbincangan. Ia membicarakan Frederix dan Louis yang akan tiba akhir minggu ini. Wanita hamil itu sudah memiliki rencana ketika kedua putra William kembali.“Aku akan meminta Louis potong rambut,” ungkap Keyna dengan tegas.“Kamu akan membuatnya kesal, Baby.”“Tapi, aku tidak suka rambut gondrongnya. Terlihat tidak rapi.”“Aku yakin itu hanya sementara. Anak itu aktif. Lama-kelamaan, pasti risih juga dengan rambut panjang.”“Iya, sih.”“Kenapa kamu selalu saja senang mengusik Louis, Baby?”Keyna terb
William mengamati cover tebal tersebut. Tampak mewah, berwarna putih gading dengan inisial namanya dan nama Keyna. Tangannya membuka lembar pertama.‘Kehamilan tiga puluh tujuh minggu.’Tulisan tersebut tertera pada lembar kertas. Terselip juga sebuah quote tentang kebahagiaan pasangan yang menunggu calon buah hati ke dunia. Juga foto janin dari kamera USG.“Apa kamu memberikan foto USG ini pada Rudolf?” tanya Keyna heran.William menggeleng. “Tidak.”Dengan penasaran, keduanya lalu membuka lembar berikutnya. Tampak foto-foto makan malam William dan Keyna saat melakukan double date dengan Sacha. Foto-foto yang diambil secara spontan namun hasilnya sangat bagus.William yang sedang menatap Keyna dengan tatapan penuh cinta. Tangan William yang berada di atas perut Keyna. Bahkan ada foto saat Keyna menyuapi suaminya makan.Foto lainnya ditangkap saat mereka sedang di mansion. Keyna yang berdiri di sisi kolam renang atau taman. William yang berlutut dan mencium perut besar Keyna. Juga fot
"Jaslan! Kamu dalam masalah?" sentak William pada telepon genggamnya."Sial kau, Will. Jangan membuatku menyesal menghubungimu." Suara Jaslan menggerutu di telinga William."Berbulan-bulan kau tidak menghubungiku, lalu kau sekarang meneleponku. Pasti ada sesuatu, bukan?"Tidak ada jawaban. Namun, William mendengar suara roda berputar. Lalu, suara Jaslan kembali terdengar dengan lebih tergesa."Edith akan segera melahirkan. Aku share lock. Aku mohon, datanglah secepatnya!"William menatap telepon genggamnya. Jaslan telah memutuskan sepihak pembicaraan mereka."Ada apa dengan Prof. Jaslan, sayang?" tanya Keyna penasaran."Edith akan melahirkan.""Oh ya? Syukurlah. Perhitungannya tepat. Memang hanya berbeda satu bulan usia kandunganku dengan Dokter Edith," ungkap Keyna.Bilioner itu tidak menjawab. Ia sibuk berpikir, menimbang permintaan Jaslan barusan. Namun, tidak mungkin baginya meninggalkan Keyna.Dasar sahabat terkutuk. William mengumpat dalam hati. Apa Jaslan sudah berubah menjadi
Lama Frederix tidak menjawab. Keyna menunggu putra sulung William itu berpikir.“Kenapa kita jadi membicarakan Ariana, sih?” gerutu Frederix.“Hehehe, soalnya aku ingat terakhir kali melihat Ariana, ia sudah banyak berubah.”Frederix tidak merespon pernyataan Keyna. Lalu, terdengar suara Louis. Frederix dan Louis berbincang dengan semangat. Hingga, suara putra bungsu William terdengar di telinga.“Ibu tiriii …. “teriak Louis.“Louis! Kenapa teriak-teriak? Sakit telingaku!” protes Keyna kesal.Louis mengaktifkan mode videonya. Kini anak dan ibu sambung itu dapat bertatapan. Louis menyeringai jahil.“Ibu tiri lagi kesepian, ya? Kasihaann,” ledek Louis.Keyna memaksakan senyum. Ia tidak menyangkal bahwa sedang kesepian.“Eh, jangan sedih, dong. Aku punya kabar bagus sekali,” cetus Louis.“Kabar apa?” tanya Keyna.“Untuk pertama kalinya aku mendapat proyek besar. Yaa … walaupun aku hanya meneruskan apa yang Kak Fred kerjakan, tetapi barusan sudah diputuskan bahwa perusahaan Kak Fred menan