“Apa kamu sudah merasa lebih tenang, sayang?” tanya Keyna saat mereka akan kembali ke mansion.“Biasa saja,” jawab William.“Jadi, menurutmu sesi konseling itu kurang berhasil?”“Secara teori aku paham apa yang disampaikan. Tetapi, ketenanganku sebenarnya adalah garansi bahwa kamu akan baik-baik saja. Hanya itu.”Siapa yang bisa memberikan kepastian itu? Bahkan Keyna pun pasrah saat persalinan nanti. Hanya Tuhan yang tau apa yang akan terjadi.Akhirnya, Keyna memutuskan untuk mengalihkan perbincangan. Ia membicarakan Frederix dan Louis yang akan tiba akhir minggu ini. Wanita hamil itu sudah memiliki rencana ketika kedua putra William kembali.“Aku akan meminta Louis potong rambut,” ungkap Keyna dengan tegas.“Kamu akan membuatnya kesal, Baby.”“Tapi, aku tidak suka rambut gondrongnya. Terlihat tidak rapi.”“Aku yakin itu hanya sementara. Anak itu aktif. Lama-kelamaan, pasti risih juga dengan rambut panjang.”“Iya, sih.”“Kenapa kamu selalu saja senang mengusik Louis, Baby?”Keyna terb
William mengamati cover tebal tersebut. Tampak mewah, berwarna putih gading dengan inisial namanya dan nama Keyna. Tangannya membuka lembar pertama.‘Kehamilan tiga puluh tujuh minggu.’Tulisan tersebut tertera pada lembar kertas. Terselip juga sebuah quote tentang kebahagiaan pasangan yang menunggu calon buah hati ke dunia. Juga foto janin dari kamera USG.“Apa kamu memberikan foto USG ini pada Rudolf?” tanya Keyna heran.William menggeleng. “Tidak.”Dengan penasaran, keduanya lalu membuka lembar berikutnya. Tampak foto-foto makan malam William dan Keyna saat melakukan double date dengan Sacha. Foto-foto yang diambil secara spontan namun hasilnya sangat bagus.William yang sedang menatap Keyna dengan tatapan penuh cinta. Tangan William yang berada di atas perut Keyna. Bahkan ada foto saat Keyna menyuapi suaminya makan.Foto lainnya ditangkap saat mereka sedang di mansion. Keyna yang berdiri di sisi kolam renang atau taman. William yang berlutut dan mencium perut besar Keyna. Juga fot
"Jaslan! Kamu dalam masalah?" sentak William pada telepon genggamnya."Sial kau, Will. Jangan membuatku menyesal menghubungimu." Suara Jaslan menggerutu di telinga William."Berbulan-bulan kau tidak menghubungiku, lalu kau sekarang meneleponku. Pasti ada sesuatu, bukan?"Tidak ada jawaban. Namun, William mendengar suara roda berputar. Lalu, suara Jaslan kembali terdengar dengan lebih tergesa."Edith akan segera melahirkan. Aku share lock. Aku mohon, datanglah secepatnya!"William menatap telepon genggamnya. Jaslan telah memutuskan sepihak pembicaraan mereka."Ada apa dengan Prof. Jaslan, sayang?" tanya Keyna penasaran."Edith akan melahirkan.""Oh ya? Syukurlah. Perhitungannya tepat. Memang hanya berbeda satu bulan usia kandunganku dengan Dokter Edith," ungkap Keyna.Bilioner itu tidak menjawab. Ia sibuk berpikir, menimbang permintaan Jaslan barusan. Namun, tidak mungkin baginya meninggalkan Keyna.Dasar sahabat terkutuk. William mengumpat dalam hati. Apa Jaslan sudah berubah menjadi
Lama Frederix tidak menjawab. Keyna menunggu putra sulung William itu berpikir.“Kenapa kita jadi membicarakan Ariana, sih?” gerutu Frederix.“Hehehe, soalnya aku ingat terakhir kali melihat Ariana, ia sudah banyak berubah.”Frederix tidak merespon pernyataan Keyna. Lalu, terdengar suara Louis. Frederix dan Louis berbincang dengan semangat. Hingga, suara putra bungsu William terdengar di telinga.“Ibu tiriii …. “teriak Louis.“Louis! Kenapa teriak-teriak? Sakit telingaku!” protes Keyna kesal.Louis mengaktifkan mode videonya. Kini anak dan ibu sambung itu dapat bertatapan. Louis menyeringai jahil.“Ibu tiri lagi kesepian, ya? Kasihaann,” ledek Louis.Keyna memaksakan senyum. Ia tidak menyangkal bahwa sedang kesepian.“Eh, jangan sedih, dong. Aku punya kabar bagus sekali,” cetus Louis.“Kabar apa?” tanya Keyna.“Untuk pertama kalinya aku mendapat proyek besar. Yaa … walaupun aku hanya meneruskan apa yang Kak Fred kerjakan, tetapi barusan sudah diputuskan bahwa perusahaan Kak Fred menan
"Apa maksudmu? Tidak. Aku tidak mau salah satu anakmu," tolak William tegas."Tapi, aku sudah berniat begitu. Salah satu dari mereka harus menjadi anakmu," cetus Jaslan."Kau gila. Aku menyesal memiliki sahabat macam dirimu!" dengus William. "Aku sudah memiliki banyak anak."Jaslan terkikik geli melihat William menatapnya dengan tatapan mematikan. Lelaki itu lalu memanggil suster. Setelah diletakkan kembali di dalam box bayi, si kembar dibawa ke ruang bayi."Temani aku ke ruang bayi," pinta Jaslan.Meski masih kesal, William mengekori Jaslan. Sang bilioner berdiri di depan kaca besar yang di dalamnya merupakan ruang steril bayi. Ia memperhatikan sahabatnya berbicara pada suster.Selama menunggu, William tersenyum menatap bayi-bayi mungil. Ia jadi ingat Keyna. Segera saja William mengabadikan foto sikembar dan mengirimkannya pada sang istri.Rasa tak sabar akhirnya hinggap di hati William. Bagaimana dengan bayinya? Pasti sangat lucu dan menggemaskan. Lagi-lagi senyum terukir manis di b
Kedatangan Frederix dan Louis ke mansion disambut meriah. Chef mansion menyiapkan berbagai macam hidangan. William terlihat sangat bahagia hingga memeluk kedua putranya dengan erat.“Terima kasih kalian datang untuk menemani Daddy,” ucap William penuh rasa haru.“Tentu saja kami akan datang, Dad. Kami tidak mau dipecat jadi anak sambung oleh ibu tiri,” canda Louis seraya mengerling pada Keyna.Tentu saja Keyna memberengut mendengar pernyataan Louis. Pemuda itu langsung merangkul ibu hamil yang terlihat kesal. Sekilas, Louis memberikan kecupan ringan di pipi.“Ibu tiri tampak bertambah gendut, ya,” celoteh Louis. Dengan jahilnya, Louis menirukan cara Keyna berjalan dengan perut besar. Meletakkan satu tangan di bagian pinggang belakang dan tangan lainnya di perut. Lengkap dengan usapan-usapan teratur di perut.Keyna tersenyum setengah bibir. Sementara William dan Frederix hanya menggeleng. Mengalihkan perilaku adik bungsunya, Frederix menyerahkan sebuah paperbag mewah bergambar burung
Esok paginya, seorang penata rambut datang ke mansion. Sesuai janji Louis untuk menuruti Keyna, hari ini ia akan potong rambut. Dengan wajah kesal, Louis menggeleng-geleng.“Potong rambut atau jadi bapak hamil lagi?” desak Keyna.“Kami menjadi saksi bahwa kamu akan menepati janji, Lou,” tegas William.“Iya deh.” Akhirnya Louis menyerah.Untungnya, Sacha memanggil penata rambut kenamaan. Keyna meminta rambut Louis dirapikan namun juga merasa kasihan karena pemuda itu tetap menginginkan rambutnya panjang. Akhirnya dicapai kesepakatan. Penata rambut akan mengubah model rambut gondrong Louis dengan model man bun yang bagian tengah masih bisa diikat, namun bawah dan sisi-sisinya dicukur tipis.Keyna mengangguk puas. Louis juga tampak tidak keberatan. Ia percaya pilihan Sacha dan temannya yang memang berpengalaman dalam menata rambut para selebriti.“Aku tunggu kalian di ruang kerja ya, Baby. Frederix mau mendiskusikan sesuatu padaku,” ucap William.“Ck … kalian ini kalau bertemu pasti sela
“Apa maksudmu bayinya sudah masuk jalan lahir? Kamu bilang istriku baru akan melahirkan paling cepat dua minggu lagi. Apa kamu salah perhitungan?” cecar William.“Sabar, Dad.” Frederix segera merengkuh bahu William untuk menenangkannya.Sementara itu Dokter Nathalie terlihat tetap tenang. Wanita itu menjelaskan bahwa hal tersebut normal saja. Apalagi, setelah bayi masuk ke jalan lahir, belum tentu akan segera melahirkan.“Mulai malam ini, kamu harus tinggal di mansion. Aku tidak mau terjadi apa-apa jika Keyna tiba-tiba kontraksi lagi,” titah William pada Dokter Nathalie.Saat masih berbincang tentang kondisi Keyna, pintu ruang perawatan terbuka. Keyna keluar dengan santai. Wanita hamil itu menatap satu persatu orang-orang di depan kamar yang terlihat khawatir.“Baby, kenapa turun dari ranjang?” tanya William yang langsung menghampiri istrinya.“Kontraksinya sudah lewat,” jawab Keyna
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan