Sacha termenung mendengar penuturan Cedric. Lelaki itu mengatakan ingin memiliki kekasih yang bisa ia ajak serius untuk ke jenjang pernikahan. Ia tidak ingin gagal lagi dalam menjalin hubungan dengan wanita. Itu sebabnya sekarang ia sangat berhati-hati.
“Apa menurutmu aku berlebihan?”
“Tidak. Semua mungkin saja terjadi. Contohnya Keyna dan Daddyku.”
“Ya, itu betul sekali.”
Mereka lalu makan dalam diam. Sacha memperhatikan menu makanan Cedric. Ia belum pernah mencoba Gratin Dauphinois. Makanan olahan daging dan kentang serta asparagus dicampur krim susu dan keju.
“Kenapa, Cha? Mau coba makanan ini?” tawar Cedric.
“Boleh?”
“Tentu saja. Ini, silahkan.” Cedric memajukan piringnya ke depan Sacha.
Cedric tersenyum saat Sacha tampak menyukai makanannya. “Buat kamu saja. Aku makan makananmu, ya.”
Mereka bertukar makanan. Hal yang tidak pernah Sac
Sacha tidak setuju pada pernyataan Keyna. “Harusnya dengan Cedric, memang tidak perlu cemburu. Mereka kan teman dekat.”“Memangnya kamu pikir teman dekat tidak ada yang saling rebutan wanita?”“Tetapi, Hanson dan Cedric tidak seperti itu.”“Iya, semoga saja kamu benar.”Putri William itu lalu pamit untuk membilas diri. Keyna menunggu sambil membalik-balik majalah yang dibeli Sacha untuk William. Ia tampak tertarik dengan beberapa foto dan destinasi wisata pada majalah tersebut.Sacha keluar dengan baju piyama pendek. Ia mengambil salep pemberian Cedric. Perlahan, mengoleskan salep tersebut pada kedua lututnya.“Kenapa itu?”“Jatuh.”“Jatuh bagaimana? Di mana?”“Tersandung di jogging track apartemen.”“Tidak ada luka lain? Hanya di lutut saja?”“Iya. Sudah membaik kok. By the way, Daddy masih men
Keyna sedang belajar di perpustakaan saat telepon genggamnya berdering. Ia mengabaikan panggilan tersebut. Fokusnya tetap pada bahan-bahan materi di meja belajar.Sesaat kemudian, William masuk. Keyna mengangkat kepalanya dan tersenyum. William menghampiri dan memberikan ciuman bertubi-tubi di wajah sang istri."Sudah dua jam kamu belajar," tukas William."Tapi, tinggal satu lembar materi lagi yang belum aku baca," balas Keyna memperlihatkan lembar yang masih ia pelajari.William mengembuskan napas panjang. " Ya, sudah. Aku bantu bacakan materinya."Keyna tersenyum senang. Ia selalu senang belajar bersama William. Terutama saat suaminya itu ikut berdiskusi.Namun, seringkali William senang menggoda Keyna yang sedang serius belajar. Hingga akhirnya wanita itu membuat peraturan bahwa ia tidak ingin ditemani selama ia di ruang perpustakaan."Sudah," ucap William setelah selesai membacakan materi terakhir istrinya.
“Sacha,” teriak Keyna.Wanita yang dipanggil terlihat berlari menjauh. Setelah mengambil telepon genggamnya yang terjatuh, Hanson menatap Keyna dan William yang tidak ia sadari juga berada di taman. Hatinya langsung merasa tidak enak saat melihat wajah sang kakak angkat.Keyna pamit untuk mengejar Sacha. William mengangguk. Setelah istrinya masuk ke dalam mansion, ia mendekati Hanson yang tampak gusar.“Kak Will, aku …. ““Pergilah,” potong William. “Lalukan apa pun yang mesti kau lakukan saat ini.”“Maafkan aku, Kak.”William tidak membalas. Ia mengamati Hanson yang bergegas pergi sambil berbicara pada telepon genggamnya. Bilioner itu mengembuskan napas berat lalu melangkah masuk ke dalam mansion.“Cha,” panggil Keyna. “Aku masuk, ya.”Tidak ada jawaban dari dalam. Keyna membuka pintu dan melihat Sacha berdiri di depan jendela besar di kamarnya. Ia mendekati putri William tersebut yang ternyata sedang memperhatikan mobil Hanson pergi.“Makan malamnya batal, Key,” cetus Sacha.“Tidak,
Sacha menutup mulutnya yang ternganga mendengar berita duka tersebut. Terselip rasa sesal karena sempat melarang Hanson untuk pergi ke rumah sakit. Apakah ini semua karena dirinya hingga Hanson terlambat mengobati pasien?"Kita langsung ke rumah sakit, ya," ucap William sambil terus membalas pesan pada telepon genggamnya.Keyna menoleh dan menatap Sacha." Kamu mau ikut atau pulang saja, Cha?""Ikut saja."Mereka tiba di rumah sakit dan melewati pintu VIP khusus para dokter. Keyna berjalan paling depan untuk mengarahkan jalan. William dan Sacha mengikuti langkah cepat Keyna.Beberapa dokter dan petinggi rumah sakit sudah berada di depan ruang perawatan, termasuk Hanson. Dokter spesialis jantung itu terlihat shock. Wajahnya pucat dan beberapa kali mengembuskan napas panjang."Tidak ada yang bisa kita lakukan. Serangannya sangat cepat. Bahkan ketika dibawa ke sini, golden moment-nya telah terlewati," ucap Dokter Adam yang merupakan dokter senior.William langsung sibuk berkordinasi denga
Hanson tergelak dan mengusak kepala Sacha. Ekspresi wanita cantik di sebelahnya sangat menggemaskan. Ia tau, memang sesungguhnya tidak ada rasa cinta di hati mereka berdua.“Aku orang yang sangat bodoh jika menolak menjadi menantu seorang bilioner dan suami dari model cantik yang terkenal.”“Tapi, ternyata kamu menolaknya juga.”“Memangnya kamu mau dijodohkan denganku?”Sambil menyeringai, Sacha menggeleng.“Wah, aku tersinggung!”Mereka lalu tergelak bersama. Hanson menatap Sacha sambil tersenyum simpul. Tangannya melingkari sepanjang bahu wanita itu.“Aku sayang padamu, Cha. Sayang seorang paman pada keponakannya. Sejak aku diangkat menjadi adik oleh William, aku sudah menganggap Frederix, Louis dan kamu sebagai keponakanku yang sesungguhnya.”“Lalu, kenapa kamu mengajakku berpacaran?“Banyak alasannya.”“Apa saja?”“Pertama, agar William melihat sendiri bahwa kita memang tidak cocok satu sama lain. Kedua, untuk menghindariku dari kejaran para wanita. Ketiga, agar dapat melindungimu
Aviary yang dibangun atas kecintaan William pada alam sangat indah. Di dalam kandang sangat besar itu dibuat sangat mirip dengan hutan buatan. Pohon-pohon besar, air terjun dan aliran sungai, hingga bukit terdapat di dalam aviary.“Ini luar biasa bagus sekali, sayang,” puji Keyna dengan nada takjub.“Aku juga pertama kali ini masuk dan melihat wujud aslinya. Ternyata lebih keren dari gambar prototype yang dirancang desainer,” balas William.Bergandengan tangan Keyna dan William mengelilingi aviary. Sang bilioner menunjuk ke satu arah, memperlihatkan sepasang lovebirds. Mereka terkekeh melihat dua burung itu tampak mesra.Penjaga aviary memberikan biji-bijian pada William. Seketika berbagai burung datang dan makan dari tangan lelaki itu. Keyna menjerit perlahan saat beberapa burung menghampiri dan dengan santai bertengger di kepala atau bahunya.“Mereka menyukaimu, Baby,” ucap William sambil menghalau burung-burun
Cedric terkejut mendengar pernyataan Hanson. Ia menatap Hanson yang sedang menyetir dengan santai. Dadanya kembali terasa sesak.“Ka-kamu yakin mau melamar Sacha?”Kepala Hanson mengangguk. “Kupikir-pikir, apa yang kamu utarakan betul juga. Apa lagi yang aku tunggu. Aku sudah memiliki karir yang stabil, aku mampu menghidupi Sacha.”Diam-diam, Cedric mengembuskan napas perlahan-lahan. Berusaha menetralkan debaran jantungnya yang menguat. Rasa tidak rela kembali hadir di hatinya.“Kenapa wajahmu tiba-tiba sedih begitu?” tanya Hanson.Cedric tersentak dari lamunannya. Matanya menatap kejauhan dengan kepala bersandar pada sandaran kursi. Lalu, satu hembusan napas panjang terdengar melalui hidungnya.“Aku jadi teringat kisahku.”“Kisah apa?”“Dalam hidupku, aku sudah melamar dua wanita. Dan keduanya gagal.”“Kamu sempat melamar Keyna?”“Iya, bahkan kami sudah merencanakan pernikahan. Semuanya batal karena Keyna tidak kunjung mendapat gelar dokternya.”“Aku tidak mengerti, apa hubungan renc
Lalu, wajah Frederix muncul. Lelaki muda itu ikut memperhatikan sang Daddy. William langsung merapikan rambutnya yang sempat menjadi permainan jari-jari Keyna saat mereka bercinta."Tidak. Tadi Keyna memang mengacak-acak rambut Daddy karena saat ia masuk Daddy masih bekerja. Ia marah." William beralasan."Wah, Daddy nakal sekali, sih. Sudah tau Key sering emosi kalau lihat Daddy lembur," sungut Louis."Sykurlah kalau Daddy baik-baik saja." Frederix juga ikut berkomentar."Keyna sudah Daddy tenangkan. Kalian makan apa?" William berusaha mengalihkan perbincangan.Louis dan Frederix menunjukkan makanan mereka. Sop kacang merah dan daging. Keduanya tampak memakan menu yang sama."Apa di sana sedang dingin sekali hingga kalian makan sop hangat?"Kepala Louis dan Frederix serentak mengangguk. Namun, keduanya bercerita cuaca tidak memgendurkan semangat bekerja. Mereka telah terbiasa. Apalagi Louis yang setiap tahun selalu liburan ke gunung es untuk bermain ski."Key mana, Dad?"Keyna berjala
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan