Frederix Menatap adik perempuannya yang tertunduk. Sacha tampak masih belum mau menceritakan apa yang terjadi. Kepalanya menggeleng lemah.“Tidak perlu, Kak. Bukan sesuatu yang penting,” cetus Sacha.“Kalau tidak penting, tidak mungkin kamu tiba-tiba kehilangan mood. Padahal saat berangkat kamu sangat bersemangat,” cecar Frederix.“Yakin Kak Fred mau mendengarkan curahan hatiku? Ini masalah perempuan. Kak Fred kan jarang sekali mau tau masalah kami.”Putra sulung keluarga Dalton itu tersenyum. Ia mengakui selama ini hanya sibuk mengurusi pekerjaannya sendiri. Sangat jarang ia membagi perhatian dengan adik-adiknya.Namun, begitu melihat Keyna sangat peduli pada semua anggota keluarga Dalton, hatinya tergerak. Keyna yang bukan satu darah dengan mereka saja begitu sayang dan selalu menunjukkan atensi yang besar pada keluarga Dalton. Mana mungkin ia yang jelas-jelas merupakan anak pertama tidak tau menahu tentang keluarganya sendiri.“Iya, maafkan aku. Selama ini aku hanya sibuk sendiri.
Sacha terdiam mendengar pertanyaan sang kakak. Ia sendiri pernah menanyakan hal tersebut pada diri sendiri. Sayang, jawabannya masih abu-abu."Ya sudah, kalau kamu belum mau menjawab," ucap Frederix penuh pengertian."Masalahnya aku juga belum tau jawabannya apa, Kak.""Mmm ... apa yang kamu suka dari Cedric?"Sacha tersenyum mendapat pertanyaan itu. Ia lalu menjawab dengan lancar. "Cedric itu sopan banget, Kak. Perhatian dan jarang menyentuhku secara fisik .... ""Tapi langsung hatimu yang tersentuh," potong Frederix sambil tergelak."Ouch!" Sedetik kemudian, Frederix mengusap lengannya yang dicubit keras oleh Laura.Mereka lalu saling melirik perangkat komunikasi saat ada notifikasi pesan masuk. Frederix membaca melalui smart watch yang melingkari lengannya."Daddy menanyakan keadaan kita," ucap Frederix."Ini keyna juga mengirim pesan kepadaku," balas Sacha."Daddy bilang Louis demam."Sacha menoleh menatap sang kakak. "Lho? Ada apa dengan Lou?""Keyna bilang hanya kurang istirahat
Hingga malam hari, pesta ulang tahun Frederix belum berakhir. Bahkan malam ini lebih banyak sosialita yang datang. Sacha dan Louis banyak mengundang teman-teman mereka.Meskipun undangan sangat mendadak, tetap saja para sosialita itu hadir. Mereka tidak akan melewatkan kesempatan berkenalan langsung dengan putra sulung keluarga Dalton. Apalagi, lelaki muda yang tampan itu diketahui belum memiliki pasangan."Apa kamu berniat menjodohkan Frederix dengan salah satu temanmu?" tanya Cedric yang juga hadir sebagai tamu undangan.Cedric adalah lelaki yang cerdas. Ia melihat sendiri bagaimana Sacha mengenalkan banyak wanita pada Frederix. Saat ini, kakak Sacha itu pun sedang mengobrol dengan beberapa wanita."Tidak. Keluarga kami tidak percaya dengan perjodohan," jawab Sacha.“Jadi, apa maksudnya kamu mengenalkan Frederix pada teman-temanmu itu?”“Yaaa … siapa tau ada yang berlanjut. Aku hanya membukakan jalan tetapi tidak memaksakan.”Cedric mengangguk mengerti. Mereka berdua duduk di taman
Tanpa merespon pernyataan Cedric, Sacha pergi. Wanita itu memghentak kakinya meninggalkan Cedric yang termangu sendiri. Ia segera menyusul langkah Sacha.Namun terlambat, Sacha sudah berkumpul dengan keluarga Dalton. Cedric masih sungkan berada di sana. Ia memilih duduk bersama tamu-tamu lain."Naah ini baru musik yang lebih manusiawi untuk telinga Daddy," ucap William saat alunan musik lembut terdengar.Keluarga Dalton terkekeh bersama. Sejak tadi, pemain band memang memainkan musik pop kekinian. William mengulurkan tangannya ke arah Keyna."Kita berdansa, Baby?" ajak William.Keyna menyambut tangan tersebut dengan senyum dan anggukan kepala. Keduanya melangkah ke tengah arena dan merapatkan tubuh masing-masing. Kemudian, bergerak pelan mengikuti irama lagu."Frederix terlihat bahagia sekali," ucap Keyna."Syukurlah. Terus terang saja aku tidak pernah memberikan kejutan ulang tahun seperti ini untuknya," balas William."Lalu, saat anak-anakmu ulang tahun, kamu memberikan apa?""Biasa
Semua orang bertepuk tangan. Hanya William saja yang mematung dengan satu tangan melingkari pinggang Keyna. Matanya menatap tajam pada pasangan yang baru saja mengumumkan kebahagiaan mereka.“Ada apa, sayang?” tanya Keyna.“Pasti ada sesuatu di balik pengumuman ini.”“Jangan berprasangka buruk dulu.”“Tidak. Aku yakin baik Sacha maupun Hanson tidak akan melakukan sesuatu yang tidak baik. Hanya saja hubungan mereka ini agak aneh.”“Mereka kan bilang hanya saling ingin mengenal lebih dekat, sayang.”William tidak menjawab lagi. Walaupun sejak awal, ia memang menginginkan Hanson berjodoh dengan putrinya namun ia sadar hubungan mereka akhir-akhir ini tidaklah baik. Jadi, bagaimana mungkin keduanya tiba-tiba mengumumkan kalau mereka berpacaran?“Aku ambil minuman dulu ya, Will. Aku haus,” ucap Keyna.“Sebentar, Baby. Tunggu di sini. Aku saja yang ambilkan.” William mencium pipi Keyna sebelum pergi.Seorang pelayan mengikuti William dengan membawa baki. Bilioner itu meletakkan berbagai minu
Keputusan bulat telah diambil. Hanson akan melakukan tindakan operasi untuk memperbaiki kinerja jantung Louis. Semua dilakukan lebih cepat karena Louis masih muda sehingga masa penyembuhan akan lebih cepat. Lagipula, menurut Hanson, mau tak mau, nantinya Louis memang harus dioperasi.Keluarga Dalton menunggu di depan ruang operasi. Kali ini Keyna tidak ikut menemani Louis. Meskipun pemuda itu langsung memberengut saat tau ibu sambungnya tidak diperbolehkan masuk.“Jadi sekarang nyawaku tergantung padamu?” Louis mencebik kesal pada Hanson.“Tidak. Nyawamu milik Tuhan. Aku hanya membantu merawat organ tubuhmu,” jawab Hanson singkat.“Berapa lama operasinya?”“Kalau lancar dua jam.”“Kalau tidak?”“Yaa … tidak tentu. Tergantung masalahnya, kenapa tidak berjalan lancar.”“Kau benar-benar dokter kacau!” desis Louis.Hanson tersenyum. Sudah berbaring di ranjang operasi saja, Louis masih bisa protes padanya. Entahlah bagaimana nasibnya jika ia jadi menikah dengan Sacha. Mungkin keluarga Dalt
Sacha balas menatap Cedric. Ia tidak percaya pada apa yang didengarnya. Mengapa tiba-tiba Cedric berkata bahwa ia adalah seseorang yang istimewa?“Orang yang termasuk istimewa itu adalah kekasih, tunangan, suami atau istri. Kalau kita kan hanya teman biasa. Jadi, tidak ada yang istimewa,” sanggah Sacha.Cedric mengulum senyum. Ia paham maksud Sacha. Tetapi, sebelum memperbaiki diri, ia tidak akan mengutarakan perasaannya.“Buatku seorang teman juga istimewa. Apalagi, kamu adalah satu-satunya teman wanitaku.”“Masa, sih?”“Iya, aku tidak memiliki teman wanita sebelum ini.”Saat mereka masih berbincang, tiba-tiba Frederix muncul. “Kenapa kalian berduaan? Di mana Hanson?”“Oh, tadi Hanson ada panggilan darurat.”“Pantas saja teleponnya tidak aktif. Louis sudah bangun. Ia mengeluh nyeri di bagian dada. Keyna sudah berangkat kuliah,” jelas Frederix.“Mari, kubantu periksa.” Cedric segera berdiri. “Apa kalian sudah memberitahu suster jaga?”“Sudah. Menurut suster itu karena obat biusnya sud
Sacha memberengutkan wajah. Hanson kembali membatalkan janji. Padahal, ia sudah merias diri dan bersiap akan pergi.Sudah tiga bulan, hubungan Sacha dan Hanson berlanjut. Wanita itu merasa ia yang paling banyak mengalah pada kesibukan Hanson. Seperti kali ini.Wanita cantik itu keluar dari kamarnya. Keadaan mansion sangat sepi. Frederix dan Louis sejak sebulan yang lalu sudah pergi ke luar negeri untuk bekerja di perusahaan Frederix. Keyna dan William juga sudah pamit akan berkencan.Di taman belakang, Sacha duduk di kursi santai. Ia memainkan telepon genggamnya. Melihat-lihat kesibukan para pesohor di dunia maya.Lalu, tiba-tiba teleponnya berbunyi. Sacha menegakkan tubuhnya saat melihat siapa yang meneleponnya.“Cedric,” sapa Sacha.“Hai, Cha.”"Iya, ada apa?"“Mmm … begini, Hanson bilang kamu butuh teman untuk melihat brand kosmetikmu di mall. Tetapi, ternyata Hanson ada jadwal operasi mendadak.”“Iya, begitulah.”“Mau aku temani?“Aku tidak enak dengan Hanson.”“Hanson sendiri tad
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan