Share

Bab 77

Penulis: Syaard86
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-23 22:02:34

Pagi hari sidang telah tiba. Langit mendung dan hujan gerimis menyelimuti kota, seolah alam pun turut bersedih atas pertarungan yang akan terjadi di ruang sidang. Di ruang pengadilan yang megah namun tegang itu, Juan, Dini, dan Dean duduk bersama di kursi yang disusun rapi. Wajah Juan tampak serius dan penuh tekad, sedangkan Dini mencoba menenangkan dirinya meskipun jantungnya berdegup kencang. Dean, dengan wajah polosnya, duduk tenang di sampingnya, tanpa benar-benar mengerti arti dari semua intrik yang terjadi di sekitarnya.

Di sisi lain, para pengacara telah berkumpul. Pengacara Juan, seorang pria berwibawa dengan mata tajam, membuka sidang dengan memaparkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan selama berminggu-minggu. Ia dengan tegas menyatakan,

“Yang Mulia, dokumen-dokumen dan rekaman digital yang kami hadirkan menunjukkan tanpa keraguan adanya konspirasi antara Diana, Sandi, dan Kiranti. Mereka telah bekerja sama untuk menyuap pihak-pihak tertentu dan merencanakan sebuah skem
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 78

    Juan mengusap lembut tangan Dini, “Kita akan melindunginya. Kita akan bekerja sama dengan pengacara terbaik, serta pihak keamanan, agar tak ada satu pun langkah yang bisa dimanfaatkan oleh mereka.” Di luar gedung pengadilan, hujan semakin reda dan langit mulai memperlihatkan retakan cahaya di balik mendung. Namun, di dalam ruang hati Juan dan Dini, badai konspirasi dan ancaman belum berakhir. Setelah sidang, Juan dan Dini pulang ke rumah dengan hati yang berat. Di perjalanan, mereka saling berbicara dalam keheningan, membahas setiap detail rencana yang telah disusun oleh timnya. Dini mencoba mencari kekuatan di balik pelukan hangat Juan, meski bayangan ancaman terus menghantui pikirannya. Setibanya di rumah, setelah menyusuri lorong yang masih lengang, mereka mendapati bahwa rumah itu tetap sunyi—tidak ada kabar dari Diana, yang sudah lama ditangkap, dan tidak ada kehadiran Sandi atau Kiranti yang tampak. Namun, perasaan tidak tenang itu masih ada, seperti bayangan yang sulit di

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-24
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 79

    Pagi itu, langit masih kelabu dengan awan tebal yang mengisyaratkan akan turun hujan deras. Di ruang kerja Juan, udara terasa sangat dingin meskipun lampu-lampu masih menyala redup. Di antara tumpukan dokumen dan berkas-berkas yang berserakan, tampak layar komputer yang memancarkan barisan angka dan bukti digital. Juan duduk termenung, matanya terus menelusuri laporan terbaru yang baru saja diterima dari tim penyelidikan. Sementara itu, di sudut ruangan, Dini duduk dengan wajah yang masih pucat. Setiap kali ia menengadah, ingatan tentang ancaman Diana dan jaringan konspirasi yang semakin menguatkan bayangan itu kembali menghantui. Ia teringat pesan-pesan ancaman yang semakin brutal dan bukti bahwa Sandi dan Kiranti tidak akan berhenti sebelum rencana jahat mereka benar-benar terealisasi. Juan akhirnya berbicara, suaranya serak namun penuh tekad, “Dini, aku baru saja menerima laporan tambahan dari tim keamananku. Ternyata, ada kelompok kecil yang bekerja sama dengan Diana. Mereka t

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 80

    Pagi itu, langit mendung menggelayuti kota, seolah alam pun merasakan beban konflik yang terus menghantui kehidupan Juan dan Dini. Rumah yang beberapa hari terakhir dipenuhi ketegangan dan ancaman kini kembali sunyi, namun di balik keheningan itu tersimpan tekad yang membara. Setelah rapat strategi yang intens bersama pengacara dan tim penyelidikan, Juan dan Dini menyadari bahwa saatnya telah tiba untuk bertindak. Di ruang makan, setelah Dean menikmati sarapan dengan riang tanpa mengetahui kekacauan di sekitarnya, Juan menatap Dini dengan serius. "Kita harus melangkah lebih cepat, Dini. Informasi terbaru dari tim keamanan menunjukkan bahwa kelompok Diana telah mengatur pertemuan rahasia malam ini di sebuah gudang di pinggiran kota. Mereka berencana mengeluarkan aksi baru yang akan menjebak kita secara hukum dan pribadi." Dini menelan ludah, matanya menatap kosong ke cangkir teh di depannya. "Aku sudah lelah dengan semua ancaman itu, Juan. Tapi aku tak ingin Dean terjebak dalam keka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-25
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 81

    Pagi itu, suasana di halaman depan rumah tampak berbeda. Langit berwarna kelabu dengan sinar mentari yang masih tersamar, seolah alam pun belum sepenuhnya bangun. Di tengah taman kecil yang asri, Dini dan Dean sedang bermain. Daun-daun basah oleh embun pagi berdesir lembut di angin, sementara burung-burung mulai berkicau, menandakan datangnya hari baru. Dini duduk di bangku taman sambil memandang ke sekeliling, mencoba menikmati keindahan alam yang sederhana di antara segala kekacauan yang baru saja mereka alami. Di hadapannya, di jalan kecil di depan rumah, beberapa anak kecil telah bergegas dengan tas sekolah di pundak dan seragam yang rapi. Mereka tertawa riang sambil menuju sekolah, menikmati petualangan pagi yang selalu sama setiap harinya. Dean, yang usianya baru dua tahun lebih, dengan polos menatap sekelompok anak itu. Matanya yang besar dan penuh ingin tahu terlihat mengagumi mereka. Suara riuh tawa anak-anak itu membuat Dean mengernyit dan kemudian merengek kecil sambil m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 82

    Malam itu, langit begitu kelam tanpa bintang. Di luar rumah, hujan telah berhenti, namun suasana seakan menggantung dalam keheningan yang mencekam. Setelah penangkapan Diana, Sandi, dan Kiranti oleh polisi, dunia Juan dan Dini pun tak lagi sama. Di ruang tamu yang dulu dipenuhi tawa dan canda keluarga kecil mereka, kini hanya tersisa keheningan yang berat. Juan duduk di kursi sofa, wajahnya tampak letih dan penuh kekhawatiran, sementara Dini menatap kosong ke arah jendela, mencoba merangkai kembali kepingan harapan di tengah kekacauan yang baru saja terjadi. Dean, anak kecil mereka, masih tertidur dengan damai, tanpa mengetahui betapa besar pergolakan yang sedang terjadi di sekelilingnya. “Aku masih sulit percaya bahwa mereka akhirnya tertangkap,” ujar Juan pelan, hampir seperti berbisik, seolah tak ingin membangunkan kenangan pahit. Dini menggeleng pelan, “Kejadian itu... sepertinya merupakan awal dari akhir bagi mereka, tapi aku takut bayang-bayangnya masih akan menghantui kita

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-26
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 83

    Malam itu, kegelapan melingkupi rumah dan sekitarnya, seolah-olah alam pun turut merasakan beban yang menggantung. Juan dan Dini tak bisa tidur—pikiran mereka dipenuhi kekhawatiran atas pesan ancaman baru dan laporan bahwa salah satu kaki tangan Diana tengah menuju kantor pengadilan. Di ruang tamu yang kini jarang terisi, hanya suara detak jam dan rintik hujan yang masih tersisa yang menemani keheningan. Juan duduk di kursi besar yang sudah usang, sementara Dini terpaku di sampingnya, tangan mereka saling menggenggam erat seakan mencari pegangan di tengah badai. “Dini, aku sudah berbicara dengan pengacaraku lagi tadi malam,” ujar Juan dengan suara serak, matanya menatap tajam ke layar ponselnya. “Bukti yang kita kumpulkan semakin menunjukkan bahwa rencana mereka tidak akan berhenti di sini. Mereka ingin menekan aku melalui taktik hukum dan menciptakan skandal besar tentang hubungan kita.” Dini menelan ludahnya, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku selalu takut… takut bahwa kebenaran

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 84

    Malam itu, udara terasa berat seakan menahan napas seluruh kota. Langit yang kelabu, meskipun tak lagi hujan deras, masih menyimpan uap air yang membasahi setiap sudut jalan. Di halaman belakang rumah Juan, segala persiapan telah dilakukan; lampu-lampu keamanan menyala di setiap sudut, dan tim pengaman yang dipimpin oleh mantan perwira kepolisian berdiri waspada di titik-titik strategis. Juan dan Dini berada di ruang kontrol kecil yang terletak di salah satu sudut rumah, di mana layar-layar monitor menampilkan rekaman dari kamera tersembunyi. Wajah Juan tampak tegang, matanya menyapu setiap gerakan di luar. Di sampingnya, Dini menggenggam erat tangan Juan, matanya masih berkaca-kaca karena rasa cemas yang menggelayuti. "Kita harus siap, Dini," ujar Juan dengan suara berat. "Aku sudah menginstruksikan tim untuk mengamankan setiap pintu dan jendela. Kita tak boleh lengah malam ini." Dini menelan ludahnya, mencoba menguatkan dirinya. "Aku tak ingin Dean harus melewati kekacauan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 85

    Pagi itu, langit mendung menyelimuti gedung pengadilan, seolah-olah alam pun turut merasakan beban konflik yang menanti. Suasana ruang sidang begitu tegang; kursi-kursi yang tersusun rapi, meja hakim yang megah, dan layar proyektor yang menampilkan bukti-bukti digital menjanjikan pertarungan hukum yang berat. Hari ini adalah hari penentuan, saat di mana segala kebenaran yang telah tersembunyi akan dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. Di ruang tunggu, Juan dan Dini duduk berdekatan. Meskipun wajah mereka tampak tegang, ada tekad yang menghangatkan pandangan mereka. Juan menggenggam tangan Dini erat-erat, seakan berjanji tanpa kata bahwa mereka akan menghadapi hari ini bersama. Di sisi lain, Dean, yang baru saja dibangunkan karena kegaduhan kecil di ruang tunggu, bermain dengan mainan di pangkuan seorang pengasuh sementara, tidak mengetahui bahwa nasibnya akan diputuskan hari ini. Ketika pengadilan dibuka, pengacara Juan naik ke mimbar dengan percaya diri. Dengan suara tegas, ia me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28

Bab terbaru

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 128

    Mentari pagi menyinari rumah kecil mereka dengan kehangatan yang lembut. Burung-burung berkicau di luar jendela, membawa suasana yang damai. Hari ini adalah hari yang spesial, hari yang akan menjadi awal dari babak baru dalam kehidupan keluarga kecil mereka. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tangan Juan yang menggenggam tangannya dalam tidur. Ia menoleh dan melihat suaminya yang masih tertidur lelap di sampingnya, dengan napas yang teratur. Ia tersenyum, mengingat semua perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Tiba-tiba, sebuah suara kecil terdengar dari luar kamar mereka. “Mama! Papa! Bangun!” suara Dean terdengar ceria. Juan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum ketika melihat Dini sudah terjaga. “Sepertinya kita harus bangun sebelum Dean menyerbu kamar kita,” katanya dengan suara serak karena baru bangun tidur. Dini terkekeh dan mengangguk. Mereka pun bangkit dan berjalan keluar kamar, di mana Dean sudah berdiri dengan wajah antusias. “Mama, Pa

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 127

    Pagi itu, langit tampak lebih cerah dari biasanya. Sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar, membangunkan Dini yang masih terlelap di sisi Juan. Ia mengerjapkan mata perlahan, lalu menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Wajah Juan terlihat begitu damai dalam tidurnya, berbeda jauh dengan masa-masa ketika mereka harus menghadapi begitu banyak rintangan. Dini tersenyum, mengusap lembut wajah suaminya sebelum perlahan bangkit dari tempat tidur. Usia kehamilannya kini telah memasuki bulan ke delapan, dan setiap harinya ia semakin menyadari bahwa hidup mereka akan segera berubah lagi. Saat ia berjalan ke ruang tamu, Dean sudah duduk di lantai dengan mainan-mainan berserakan di sekelilingnya. Bocah kecil itu menatapnya dengan senyum lebar. “Mama! Aku mimpi ketemu adikku tadi malam!” serunya penuh semangat. Dini terkekeh, lalu duduk di sofa dengan hati-hati. “Oh ya? Bagaimana rupanya?” Dean mengerutkan kening, mencoba mengingat. “Dia kecil, tapi lucu! Dan dia suka t

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 126

    Matahari pagi menyinari rumah mereka dengan lembut, menandai awal hari yang baru. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan di sampingnya. Juan masih tertidur dengan wajah tenang, napasnya teratur. Ia tersenyum kecil, lalu tanpa suara bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Dean sudah terjaga lebih dulu, duduk di lantai sambil bermain dengan mobil-mobilannya. Bocah kecil itu menoleh saat melihat ibunya dan langsung tersenyum lebar. “Mama! Lihat, mobilku bisa jalan sendiri!” katanya antusias, menunjukkan mobil mainan bertenaga baterai yang baru dibelikan Juan kemarin. Dini tertawa kecil dan mengusap kepala Dean. “Hebat, Dean! Tapi jangan berisik dulu, ya. Papa masih tidur.” Dean mengangguk cepat, lalu kembali sibuk dengan mainannya. Sementara itu, Dini menuju dapur, berniat membuat sarapan spesial untuk pagi ini. *** Setelah beberapa saat, aroma harum kopi dan roti panggang mulai menyebar ke seluruh rumah. Juan akhirnya bangun, ber

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 125

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar tidur Juan dan Dini, membangunkan mereka dengan hangatnya. Dini menggeliat pelan, merasa nyaman dalam dekapan suaminya yang masih terlelap. Ia menatap wajah Juan yang tenang saat tidur, lalu tersenyum kecil. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. “PAPA! MAMA! BANGUN!” Dean berlari masuk ke kamar mereka dengan penuh semangat, langsung memanjat tempat tidur dan melompat-lompat di antara mereka. Juan mengerang pelan, membuka satu matanya. “Dean… ini masih pagi…” keluhnya setengah sadar. “Tapi aku lapar!” protes Dean sambil memeluk Dini. “Mama, ayo masak sesuatu yang enak!” Dini tertawa dan mengacak rambut putranya. “Baiklah, baiklah. Mama masak, tapi Dean bantu, ya?” Dean mengangguk antusias, lalu menarik tangan mamanya untuk segera ke dapur. Juan hanya bisa menghela napas dan bangun perlahan, tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. *** Di dapur, Dini dan Dean sibuk membuat pancake. Dean, dengan cel

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 124

    Matahari mulai condong ke barat saat Juan dan Dini tiba di rumah mereka. Setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, keduanya memutuskan untuk pulang lebih awal dan menghabiskan sore dengan Dean. Begitu mereka membuka pintu, suara tawa kecil Dean menggema di dalam rumah. Anak kecil itu berlari ke arah mereka dengan wajah ceria. “Mama! Papa!” seru Dean, tangannya terangkat meminta gendongan. Juan dengan sigap mengangkat Dean ke dalam pelukannya, lalu mengecup pipi mungilnya. “Bagaimana harimu, Nak? Apa kamu bermain dengan baik hari ini?” Dean mengangguk semangat. “Dean main sama Tante Rina! Dia ajarin Dean gambar!” Dini melirik ke ruang tamu dan melihat Rina, sahabatnya, sedang membereskan beberapa kertas gambar yang penuh dengan coretan warna-warni. “Terima kasih sudah menjaga Dean, Rin,” kata Dini sambil mendekati sahabatnya. Rina tersenyum. “Tidak masalah. Dean anak yang pintar dan ceria. Tapi dia terus bertanya kapan Mama dan Papa pulang.” Dini tertawa kecil lalu me

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 123

    Pagi itu, Juan sudah berada di ruang kerjanya, sibuk membaca berkas-berkas kasus yang harus ditangani. Sebagai seorang pengacara handal, ia memang selalu disibukkan dengan berbagai klien, tetapi sejak menikah dengan Dini dan menjadi ayah bagi Dean, ia mulai menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaannya. Di tengah kesibukannya, ponselnya bergetar. Nama Dini muncul di layar, membuatnya tersenyum sebelum segera mengangkatnya. “Halo, sayang,” sapa Juan dengan suara lembut. “Juan, kamu sibuk?” tanya Dini di seberang telepon. “Tidak terlalu. Ada apa?” “Aku butuh bantuanmu… bukan, lebih tepatnya, aku butuh pendapatmu. Bisa ke butik sebentar?” Juan mengerutkan kening, sedikit penasaran. “Ada masalah?” “Bukan masalah, sih. Tapi aku ingin kamu melihat sesuatu. Ayolah, ini penting,” bujuk Dini. Juan menghela napas kecil, lalu tersenyum. “Baiklah, aku akan ke sana dalam lima belas menit.” Setelah merapikan berkas-berkasnya, Juan segera meninggalkan kantornya dan menuju

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 122

    Pagi itu, Juan sudah berdiri di depan cermin, merapikan dasi dengan ekspresi serius. Sejak ia memutuskan untuk lebih seimbang antara karier dan keluarga, ada banyak hal yang harus ia atur. Namun, pagi ini terasa lebih spesial. Dini masuk ke kamar dengan secangkir kopi di tangan, menyandarkan tubuhnya di pintu sambil memperhatikan suaminya yang terlihat gagah dengan setelan jas. “Hari ini sidang penting, ya?” Juan menoleh, tersenyum, lalu mengambil cangkir dari tangan Dini. “Iya. Kasus ini cukup rumit, tapi aku yakin bisa menanganinya.” Dini mendekat, membetulkan kerah kemeja suaminya dengan penuh perhatian. “Aku yakin juga. Kamu selalu bisa menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin.” Juan tersenyum sambil mengecup kening Dini. “Terima kasih, sayang. Dukunganmu selalu jadi kekuatanku.” Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlari menuju kamar mereka. Dean muncul di ambang pintu dengan piyama bergambar dinosaurus, matanya masih mengantuk. “Papa mau pergi?”

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 121

    Pagi itu, matahari mulai naik, menerangi rumah kecil yang kini penuh kehangatan. Dini sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan, sementara Juan masih sibuk di ruang kerjanya, membaca beberapa berkas kasus yang harus ia tangani. Di dapur, Dean yang sudah rapi dengan pakaian bermainnya duduk di kursi tinggi, menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu sarapan. “Mama, hari ini kita mau ke mana?” tanyanya dengan penuh semangat. Dini tersenyum sambil menuangkan susu ke dalam gelas kecil. “Hari ini kita mau ke taman, sayang. Papa juga ikut.” Dean bersorak kecil. “Yeay! Papa ikut!” Juan, yang baru saja selesai dari ruang kerjanya, berjalan ke dapur dengan senyum mengembang. “Siapa yang senang Papa ikut?” tanyanya pura-pura tak tahu. Dean langsung turun dari kursinya dan berlari memeluk Juan. “Aku! Papa janji nggak kerja terus, kan?” Juan menggendong Dean dan mengacak-acak rambutnya dengan lembut. “Papa janji hari ini cuma buat Dean dan Mama.” Dini menatap mereka dengan se

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 120

    Malam di rumah Juan dan Dini terasa begitu tenang. Setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dean, mereka akhirnya bisa duduk berdua di ruang keluarga. Juan sedang membaca sebuah dokumen penting di laptopnya, sementara Dini sibuk menyulam kain dengan motif bunga yang cantik. “Besok kamu ada jadwal sidang lagi?” tanya Dini tanpa mengalihkan pandangannya dari sulamannya. Juan mengangguk. “Iya, kasus ini cukup besar. Aku harus memastikan semua bukti dan argumenku kuat. Lawan kita kali ini cukup licik.” Dini menatap Juan dengan khawatir. “Hati-hati, ya. Kamu tahu aku selalu mendukungmu, tapi aku juga nggak mau kamu terlalu terbebani.” Juan tersenyum, lalu menutup laptopnya dan mendekat ke arah Dini. “Aku tahu. Kamu selalu jadi alasan kenapa aku bisa bekerja dengan baik. Aku nggak akan berlebihan, janji.” Dini tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Juan. “Baiklah. Aku percaya padamu.” *** Keesokan paginya, Juan berangkat lebih awal ke kantornya. Saat tiba, ia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status