Share

Bab 83

Penulis: Syaard86
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-27 20:43:32

Malam itu, kegelapan melingkupi rumah dan sekitarnya, seolah-olah alam pun turut merasakan beban yang menggantung. Juan dan Dini tak bisa tidur—pikiran mereka dipenuhi kekhawatiran atas pesan ancaman baru dan laporan bahwa salah satu kaki tangan Diana tengah menuju kantor pengadilan.

Di ruang tamu yang kini jarang terisi, hanya suara detak jam dan rintik hujan yang masih tersisa yang menemani keheningan. Juan duduk di kursi besar yang sudah usang, sementara Dini terpaku di sampingnya, tangan mereka saling menggenggam erat seakan mencari pegangan di tengah badai.

“Dini, aku sudah berbicara dengan pengacaraku lagi tadi malam,” ujar Juan dengan suara serak, matanya menatap tajam ke layar ponselnya. “Bukti yang kita kumpulkan semakin menunjukkan bahwa rencana mereka tidak akan berhenti di sini. Mereka ingin menekan aku melalui taktik hukum dan menciptakan skandal besar tentang hubungan kita.”

Dini menelan ludahnya, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku selalu takut… takut bahwa kebenaran
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 84

    Malam itu, udara terasa berat seakan menahan napas seluruh kota. Langit yang kelabu, meskipun tak lagi hujan deras, masih menyimpan uap air yang membasahi setiap sudut jalan. Di halaman belakang rumah Juan, segala persiapan telah dilakukan; lampu-lampu keamanan menyala di setiap sudut, dan tim pengaman yang dipimpin oleh mantan perwira kepolisian berdiri waspada di titik-titik strategis. Juan dan Dini berada di ruang kontrol kecil yang terletak di salah satu sudut rumah, di mana layar-layar monitor menampilkan rekaman dari kamera tersembunyi. Wajah Juan tampak tegang, matanya menyapu setiap gerakan di luar. Di sampingnya, Dini menggenggam erat tangan Juan, matanya masih berkaca-kaca karena rasa cemas yang menggelayuti. "Kita harus siap, Dini," ujar Juan dengan suara berat. "Aku sudah menginstruksikan tim untuk mengamankan setiap pintu dan jendela. Kita tak boleh lengah malam ini." Dini menelan ludahnya, mencoba menguatkan dirinya. "Aku tak ingin Dean harus melewati kekacauan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 85

    Pagi itu, langit mendung menyelimuti gedung pengadilan, seolah-olah alam pun turut merasakan beban konflik yang menanti. Suasana ruang sidang begitu tegang; kursi-kursi yang tersusun rapi, meja hakim yang megah, dan layar proyektor yang menampilkan bukti-bukti digital menjanjikan pertarungan hukum yang berat. Hari ini adalah hari penentuan, saat di mana segala kebenaran yang telah tersembunyi akan dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. Di ruang tunggu, Juan dan Dini duduk berdekatan. Meskipun wajah mereka tampak tegang, ada tekad yang menghangatkan pandangan mereka. Juan menggenggam tangan Dini erat-erat, seakan berjanji tanpa kata bahwa mereka akan menghadapi hari ini bersama. Di sisi lain, Dean, yang baru saja dibangunkan karena kegaduhan kecil di ruang tunggu, bermain dengan mainan di pangkuan seorang pengasuh sementara, tidak mengetahui bahwa nasibnya akan diputuskan hari ini. Ketika pengadilan dibuka, pengacara Juan naik ke mimbar dengan percaya diri. Dengan suara tegas, ia me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 86

    Pagi itu, langit kelabu kembali menyelimuti kota. Hujan semalam telah mereda, namun embun dan hawa dingin masih terasa di setiap sudut. Di rumah, suasana tidak lagi tenang. Setelah sidang yang melelahkan dan ancaman baru yang terus berdatangan, Juan dan Dini tahu bahwa pertarungan mereka belum usai—bahkan hari ini, kebenaran yang selama ini terpendam mulai menyeruak dengan lebih jelas. Di ruang makan, sambil menikmati secangkir kopi hangat, Juan menatap serius ke arah Dini. “Kita harus menyusun strategi selanjutnya, Dini. Informasi terbaru dari tim penyelidikan mengungkapkan bahwa kelompok musuh tidak hanya mengandalkan dokumen dan pesan ancaman. Mereka kini merencanakan aksi fisik yang terkoordinasi untuk menekan kita secara langsung.” Dini menelan ludah, matanya tampak lelah namun penuh tekad. “Aku masih takut, Juan. Aku takut jika mereka berhasil menimbulkan kekacauan yang tak bisa kita kendalikan, terutama untuk Dean. Aku tidak ingin anakku terjebak di tengah pertempuran ini.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-28
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 87

    Pagi itu, udara di ruang sidang terasa dingin dan berat. Setiap sudut gedung pengadilan seolah menyimpan rahasia gelap dari pertarungan yang telah berlangsung selama berminggu-minggu. Hari ini adalah hari yang telah dinantikan – hari di mana kebenaran konspirasi yang dirancang oleh Diana beserta Sandi dan Kiranti akan dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. Di ruang sidang, para saksi telah dipanggil satu persatu. Rekaman video, dokumen transaksi rahasia, dan bukti digital yang telah dikumpulkan dengan susah payah kini tersaji jelas di layar proyektor. Pengacara Juan, dengan nada tegas dan penuh keyakinan, menyampaikan fakta-fakta yang mengguncang: “Yang Mulia, bukti ini menunjukkan bahwa Diana, Sandi, dan Kiranti telah merencanakan skema terorganisir yang bertujuan menjatuhkan reputasi klien saya dan mengancam hak asuh Dean. Mereka menggunakan transaksi ilegal dan pertemuan rahasia sebagai alat untuk memanipulasi sistem hukum. Semua ini dilakukan demi keuntungan pribadi dan untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 88

    Matahari mulai menyingsing di ufuk timur, menerobos awan mendung yang masih menyelimuti kota. Pagi itu, ruang sidang pengadilan telah kosong, namun di dalam hati Juan dan Dini, ketegangan dan harapan masih bergelayut. Setelah berminggu-minggu pertarungan hukum yang penuh intrik, pengkhianatan, dan konspirasi, akhirnya hari keputusan telah tiba. Di sebuah aula pengadilan yang megah, hakim dengan wajah tegas dan bijaksana sudah mulai mempersiapkan pengumuman. Seluruh ruang sidang dipenuhi oleh para pengacara, saksi, dan hadirin yang penasaran dengan nasib sebuah keluarga yang telah dilanda intrik besar. Kabar tentang penangkapan Diana, Sandi, dan Kiranti telah menghantam opini publik, dan media bermunculan dengan segala detail kasus yang rumit itu. Di sisi hadirin, Juan duduk tegak dengan ekspresi penuh tekad. Di sampingnya, Dini tampak tenang meskipun matanya menyimpan kecemasan mendalam. Dean yang kini telah sedikit lebih besar, duduk di samping Dini dengan wajah polos, tanpa bena

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-01
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 89

    Pagi itu, suasana di gedung pengadilan terasa sangat berbeda dari hari-hari sebelumnya. Udara dingin menyelinap melalui jendela besar ruang sidang, seolah-olah alam pun turut menyaksikan pertarungan yang telah berlangsung begitu lama. Semua mata tertuju pada kursi hakim, di mana seorang hakim berwibawa dengan tatapan tegas telah bersiap untuk mengumumkan keputusan final. Di ruang tunggu, Juan dan Dini duduk berdampingan dengan wajah tegang namun saling menggenggam tangan. Di antara mereka, Dean yang kini sedikit lebih besar tampak bermain dengan tenang, tanpa menyadari betapa nasib keluarganya akan segera ditentukan. Juan, dengan wajah yang dipenuhi tekad, menatap Dini dan berkata pelan, _"Kita telah melalui begitu banyak badai, dan hari ini, semoga kebenaran bisa menang."_ Sementara itu, di ruang sidang, pengacara dari kedua belah pihak telah menyelesaikan argumen penutup. Bukti-bukti yang telah dikumpulkan — rekaman percakapan rahasia, transaksi keuangan ilegal, serta saksi-sak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 90

    Setelah kemenangan di pengadilan, kehidupan Juan, Dini, dan Dean perlahan kembali normal. Meski masih ada ancaman dari bayang-bayang masa lalu, mereka mencoba menikmati kebahagiaan kecil yang mulai tumbuh di antara mereka. Suatu pagi, Dini duduk di taman belakang rumah, mengawasi Dean yang tengah bermain dengan mobil-mobilan kecilnya. Udara pagi terasa segar, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir, Dini merasa sedikit lega. Tiba-tiba, Juan datang dengan secangkir kopi di tangannya. Ia duduk di sebelah Dini dan menyerahkan cangkir itu padanya. “Kamu kelihatan lebih tenang hari ini,” katanya sambil tersenyum. Dini menerima kopi itu dan menyesapnya pelan. “Aku mencoba menikmati momen ini sebelum sesuatu yang buruk terjadi lagi.” Juan tertawa kecil, tapi ada sorot khawatir di matanya. “Aku janji akan melindungi kamu dan Dean. Sekarang Diana, Sandi, dan Kiranti sudah ditangkap. Seharusnya kita bisa hidup lebih tenang.” Dini menghela napas. “Aku ingin percaya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 91

    Malam itu, hujan telah reda, namun langit masih mendung seolah menyimpan sisa-sisa badai yang belum usai. Rumah Juan tampak sunyi dari luar, namun di dalamnya, ketegangan dan harapan saling beradu di antara setiap sudut ruangan. Setelah sidang panjang dan pengungkapan bukti-bukti konspirasi yang mengguncang, perjuangan mereka untuk melindungi keluarga telah memasuki babak terakhir—babak di mana keputusan akan menentukan segalanya. Di ruang tamu, Juan dan Dini duduk berhadapan, tangan mereka saling menggenggam erat. Di samping mereka, Dean tertidur pulas di ruang anak, tak menyadari betapa besar pertarungan yang sedang berlangsung untuk menentukan masa depannya. Juan membuka percakapan dengan suara rendah yang penuh tekad. “Dini, bukti-bukti yang kita kumpulkan telah membuat jaringan itu semakin rapat. Kita tahu Diana, Sandi, dan Kiranti telah menyusun segala sesuatu dengan rapi. Namun, kita juga telah menemukan bukti tambahan yang menunjukkan rencana terakhir mereka—sebuah pertemua

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03

Bab terbaru

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 128

    Mentari pagi menyinari rumah kecil mereka dengan kehangatan yang lembut. Burung-burung berkicau di luar jendela, membawa suasana yang damai. Hari ini adalah hari yang spesial, hari yang akan menjadi awal dari babak baru dalam kehidupan keluarga kecil mereka. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan tangan Juan yang menggenggam tangannya dalam tidur. Ia menoleh dan melihat suaminya yang masih tertidur lelap di sampingnya, dengan napas yang teratur. Ia tersenyum, mengingat semua perjalanan panjang yang telah mereka lalui. Tiba-tiba, sebuah suara kecil terdengar dari luar kamar mereka. “Mama! Papa! Bangun!” suara Dean terdengar ceria. Juan mengerjapkan matanya, lalu tersenyum ketika melihat Dini sudah terjaga. “Sepertinya kita harus bangun sebelum Dean menyerbu kamar kita,” katanya dengan suara serak karena baru bangun tidur. Dini terkekeh dan mengangguk. Mereka pun bangkit dan berjalan keluar kamar, di mana Dean sudah berdiri dengan wajah antusias. “Mama, Pa

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 127

    Pagi itu, langit tampak lebih cerah dari biasanya. Sinar matahari yang hangat menembus jendela kamar, membangunkan Dini yang masih terlelap di sisi Juan. Ia mengerjapkan mata perlahan, lalu menoleh ke arah suaminya yang masih terlelap. Wajah Juan terlihat begitu damai dalam tidurnya, berbeda jauh dengan masa-masa ketika mereka harus menghadapi begitu banyak rintangan. Dini tersenyum, mengusap lembut wajah suaminya sebelum perlahan bangkit dari tempat tidur. Usia kehamilannya kini telah memasuki bulan ke delapan, dan setiap harinya ia semakin menyadari bahwa hidup mereka akan segera berubah lagi. Saat ia berjalan ke ruang tamu, Dean sudah duduk di lantai dengan mainan-mainan berserakan di sekelilingnya. Bocah kecil itu menatapnya dengan senyum lebar. “Mama! Aku mimpi ketemu adikku tadi malam!” serunya penuh semangat. Dini terkekeh, lalu duduk di sofa dengan hati-hati. “Oh ya? Bagaimana rupanya?” Dean mengerutkan kening, mencoba mengingat. “Dia kecil, tapi lucu! Dan dia suka t

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 126

    Matahari pagi menyinari rumah mereka dengan lembut, menandai awal hari yang baru. Dini membuka matanya perlahan, merasakan kehangatan di sampingnya. Juan masih tertidur dengan wajah tenang, napasnya teratur. Ia tersenyum kecil, lalu tanpa suara bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Dean sudah terjaga lebih dulu, duduk di lantai sambil bermain dengan mobil-mobilannya. Bocah kecil itu menoleh saat melihat ibunya dan langsung tersenyum lebar. “Mama! Lihat, mobilku bisa jalan sendiri!” katanya antusias, menunjukkan mobil mainan bertenaga baterai yang baru dibelikan Juan kemarin. Dini tertawa kecil dan mengusap kepala Dean. “Hebat, Dean! Tapi jangan berisik dulu, ya. Papa masih tidur.” Dean mengangguk cepat, lalu kembali sibuk dengan mainannya. Sementara itu, Dini menuju dapur, berniat membuat sarapan spesial untuk pagi ini. *** Setelah beberapa saat, aroma harum kopi dan roti panggang mulai menyebar ke seluruh rumah. Juan akhirnya bangun, ber

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 125

    Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar tidur Juan dan Dini, membangunkan mereka dengan hangatnya. Dini menggeliat pelan, merasa nyaman dalam dekapan suaminya yang masih terlelap. Ia menatap wajah Juan yang tenang saat tidur, lalu tersenyum kecil. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. “PAPA! MAMA! BANGUN!” Dean berlari masuk ke kamar mereka dengan penuh semangat, langsung memanjat tempat tidur dan melompat-lompat di antara mereka. Juan mengerang pelan, membuka satu matanya. “Dean… ini masih pagi…” keluhnya setengah sadar. “Tapi aku lapar!” protes Dean sambil memeluk Dini. “Mama, ayo masak sesuatu yang enak!” Dini tertawa dan mengacak rambut putranya. “Baiklah, baiklah. Mama masak, tapi Dean bantu, ya?” Dean mengangguk antusias, lalu menarik tangan mamanya untuk segera ke dapur. Juan hanya bisa menghela napas dan bangun perlahan, tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. *** Di dapur, Dini dan Dean sibuk membuat pancake. Dean, dengan cel

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 124

    Matahari mulai condong ke barat saat Juan dan Dini tiba di rumah mereka. Setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, keduanya memutuskan untuk pulang lebih awal dan menghabiskan sore dengan Dean. Begitu mereka membuka pintu, suara tawa kecil Dean menggema di dalam rumah. Anak kecil itu berlari ke arah mereka dengan wajah ceria. “Mama! Papa!” seru Dean, tangannya terangkat meminta gendongan. Juan dengan sigap mengangkat Dean ke dalam pelukannya, lalu mengecup pipi mungilnya. “Bagaimana harimu, Nak? Apa kamu bermain dengan baik hari ini?” Dean mengangguk semangat. “Dean main sama Tante Rina! Dia ajarin Dean gambar!” Dini melirik ke ruang tamu dan melihat Rina, sahabatnya, sedang membereskan beberapa kertas gambar yang penuh dengan coretan warna-warni. “Terima kasih sudah menjaga Dean, Rin,” kata Dini sambil mendekati sahabatnya. Rina tersenyum. “Tidak masalah. Dean anak yang pintar dan ceria. Tapi dia terus bertanya kapan Mama dan Papa pulang.” Dini tertawa kecil lalu me

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 123

    Pagi itu, Juan sudah berada di ruang kerjanya, sibuk membaca berkas-berkas kasus yang harus ditangani. Sebagai seorang pengacara handal, ia memang selalu disibukkan dengan berbagai klien, tetapi sejak menikah dengan Dini dan menjadi ayah bagi Dean, ia mulai menyeimbangkan kehidupan pribadinya dengan pekerjaannya. Di tengah kesibukannya, ponselnya bergetar. Nama Dini muncul di layar, membuatnya tersenyum sebelum segera mengangkatnya. “Halo, sayang,” sapa Juan dengan suara lembut. “Juan, kamu sibuk?” tanya Dini di seberang telepon. “Tidak terlalu. Ada apa?” “Aku butuh bantuanmu… bukan, lebih tepatnya, aku butuh pendapatmu. Bisa ke butik sebentar?” Juan mengerutkan kening, sedikit penasaran. “Ada masalah?” “Bukan masalah, sih. Tapi aku ingin kamu melihat sesuatu. Ayolah, ini penting,” bujuk Dini. Juan menghela napas kecil, lalu tersenyum. “Baiklah, aku akan ke sana dalam lima belas menit.” Setelah merapikan berkas-berkasnya, Juan segera meninggalkan kantornya dan menuju

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 122

    Pagi itu, Juan sudah berdiri di depan cermin, merapikan dasi dengan ekspresi serius. Sejak ia memutuskan untuk lebih seimbang antara karier dan keluarga, ada banyak hal yang harus ia atur. Namun, pagi ini terasa lebih spesial. Dini masuk ke kamar dengan secangkir kopi di tangan, menyandarkan tubuhnya di pintu sambil memperhatikan suaminya yang terlihat gagah dengan setelan jas. “Hari ini sidang penting, ya?” Juan menoleh, tersenyum, lalu mengambil cangkir dari tangan Dini. “Iya. Kasus ini cukup rumit, tapi aku yakin bisa menanganinya.” Dini mendekat, membetulkan kerah kemeja suaminya dengan penuh perhatian. “Aku yakin juga. Kamu selalu bisa menyelesaikan semua masalah dengan kepala dingin.” Juan tersenyum sambil mengecup kening Dini. “Terima kasih, sayang. Dukunganmu selalu jadi kekuatanku.” Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlari menuju kamar mereka. Dean muncul di ambang pintu dengan piyama bergambar dinosaurus, matanya masih mengantuk. “Papa mau pergi?”

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 121

    Pagi itu, matahari mulai naik, menerangi rumah kecil yang kini penuh kehangatan. Dini sudah lebih dulu bangun dan menyiapkan sarapan, sementara Juan masih sibuk di ruang kerjanya, membaca beberapa berkas kasus yang harus ia tangani. Di dapur, Dean yang sudah rapi dengan pakaian bermainnya duduk di kursi tinggi, menggoyang-goyangkan kakinya sambil menunggu sarapan. “Mama, hari ini kita mau ke mana?” tanyanya dengan penuh semangat. Dini tersenyum sambil menuangkan susu ke dalam gelas kecil. “Hari ini kita mau ke taman, sayang. Papa juga ikut.” Dean bersorak kecil. “Yeay! Papa ikut!” Juan, yang baru saja selesai dari ruang kerjanya, berjalan ke dapur dengan senyum mengembang. “Siapa yang senang Papa ikut?” tanyanya pura-pura tak tahu. Dean langsung turun dari kursinya dan berlari memeluk Juan. “Aku! Papa janji nggak kerja terus, kan?” Juan menggendong Dean dan mengacak-acak rambutnya dengan lembut. “Papa janji hari ini cuma buat Dean dan Mama.” Dini menatap mereka dengan se

  • Perjanjian Di Ujung Pengkhianatan   Bab 120

    Malam di rumah Juan dan Dini terasa begitu tenang. Setelah seharian menghabiskan waktu bersama Dean, mereka akhirnya bisa duduk berdua di ruang keluarga. Juan sedang membaca sebuah dokumen penting di laptopnya, sementara Dini sibuk menyulam kain dengan motif bunga yang cantik. “Besok kamu ada jadwal sidang lagi?” tanya Dini tanpa mengalihkan pandangannya dari sulamannya. Juan mengangguk. “Iya, kasus ini cukup besar. Aku harus memastikan semua bukti dan argumenku kuat. Lawan kita kali ini cukup licik.” Dini menatap Juan dengan khawatir. “Hati-hati, ya. Kamu tahu aku selalu mendukungmu, tapi aku juga nggak mau kamu terlalu terbebani.” Juan tersenyum, lalu menutup laptopnya dan mendekat ke arah Dini. “Aku tahu. Kamu selalu jadi alasan kenapa aku bisa bekerja dengan baik. Aku nggak akan berlebihan, janji.” Dini tersenyum, lalu menyandarkan kepalanya di bahu Juan. “Baiklah. Aku percaya padamu.” *** Keesokan paginya, Juan berangkat lebih awal ke kantornya. Saat tiba, ia

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status