Pantulan cahaya di bola mata Winda membuatnya terlihat begitu lugu dan tak bersalah. Alhasil, Hengky tidak tega untuk memarahinya, dan hanya melepaskan Winda dari tangannya.“Kamu yang suruh pelayan buat ngomong kamu nggak enak badan? Mau kamu apa mancing aku masuk ke kamar mandi?”“Kalau aku nggak ngomong begitu, memangnya kamu bakal masuk ke dalam? Aku cuma mau kamu, itu saja.”Winda mengulurkan tangannya bermaksud memeluk pinggang Hengky, tapi Hengky langsung mundur secara mendadak dan tidak memberikan kesempatan bagi Winda untuk menyentuhnya.“Kalau kamu sudah nggak apa-apa, aku keluar dulu.”“Tunggu! Sayang, kakiku keseleo,” kata Winda seraya meluruskan kaki kanannya yang ramping itu ke Hengky.Hengky menggenggam pergelangan kaki Winda dan membalikkan badannya.“Sayang … sakit …,” ujar Winda memelas manja dan senyumannya yang menggoda.Hengky mengalihkan matanya dari wajah Winda ke pergelangan kaki yang dia genggam.“Bilang saja, apa lagi yang kamu mau sekarang?”“Apa masih kurang
Hengky hanya mengenakan jubah mandi longgar yang memperlihatkan dada bidangnya. Rambutnya yang hitam tebal pun dibiarkan terurai sampai leher. Belum pernah sebelumnya Winda melihat penampilan Hengky seperti ini. Dia jadi terlihat jauh lebih seksi dan menggoda.“Bangun. Balik ke kamar kamu sendiri,” kata Hengky dengan nada bicara yang datar dan cuek seperti biasanya.Winda terdiam sesaat sebelum akhirnya dia bangkit dari kasur dan memperlihatkan pergelangan kakinya yang terluka. Lantas, dia mengeluarkan minyak yang dia ambil dari Bi Citra dan berkata, “Sayang, bisa tolong olesin minyak buat aku?”Tanpa banyak bicara, Hengky menuangkan minyak gosok ke telapak tangan, lalu mengusapkan kedua tangannya agar terasa sedikit hangat dan menempelkannya ke kaki Winda. Dengan gerakan yang halus dan tenaga yang pas, dia mengusapkan tangannya di permukaan kulit kaki Winda.Winda tak bisa menahan senyumannya melihat Hengky begitu serius. Aroma sabun yang bercampur dengan bau obat bercampur menjadi sa
Winda tersenyum masam dan berkata, “Iya, aku juga nggak nyangka.”Dulu Jefri adalah sumber semua perasaan bahagia dan emosi serta kesedihannya. Winda tidak menyangka dia akan merasa sedih hanya karena satu kalimat Hengky.Willy menatap Winda dengan tatapan dan ekspresi penuh arti. Melihat lelaki itu menatapnya, mendadak sebuah pemikiran terlintas di kepala Winda. “Hengky yang telepon kamu buat datang?”Hengky sudah berpesan padanya untuk tidak memberi tahu perempuan itu. Dengan datar dia menjawab, “Bukan.”Mata Winda berubah sedikit redup. Mungkin karena Bi Citra khawatir padanya dan menghubungi Willy. Dulu ketika dia sakit, lelaki ini yang memeriksanya juga. Semuanya hanya pemikirannya saja, dia yang terlalu berharap.“Kamu jadi repot-repot ke sini. Aku nggak apa-apa, hanya sedikit masuk angin saja.”Willy hanya melirik melihat wajah Winda yang pucat pasi dan berkata, “Aku sudah datang, biar aku periksa saja.”“Terima kasih,” jawab Winda sambil menggeser tubuhnya dan membiarkan Willy
Hari ini Winda sudah gila karena berani berbicara seperti itu dengan Hengky. Dasar perempuan tidak berpendidikan! Tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Luna.Kalau bukan karena dia ingin membantu Luna, Jefri tidak akan memedulikan Winda. Tiba-tiba ponselnya berdering. Jefri mengira Winda yang menghubunginya lagi sehingga seulas senyum puas menghampiri bibirnya. Dengan santai dia mengambil ponselnya, tetapi nama yang ada di layar ponsel membuatnya tercenung seketika.Luna? Bukan Winda?Kening Jefri berkerut dan sebersit kekecewaan menghampirinya. Dia menekan tombol hijau dan menempelkan ponselnya.“Halo, Kak Jefri,” sapa Luna dengan suaranya yang terdengar manja.“Luna.” Suara Jefri terdengar sangat lembut. Berbeda jauh ketika dia sedang berhadapan dengan Winda.“Kak Jefri, Kakak sudah telepon Kak Winda? Dia masih marah sama aku?” tanya Luna dengan suara hati-hati. Terdengar jelas perempuan itu tengah sedih dan membuat hati Jefri seperti diremas.“Waktu itu aku duluan pergi kare
Gerakan Hengky terhenti sambil membalas tatapan Winda. Sorot mata lelaki itu tampak sedang mencari tahu apakah kalimat itu diucapkan oleh Winda dengan tulus atau ada maksud tertentu.Akan tetapi mata perempuan itu tampak bersih dan bercahaya, tidak ada sorot aneh atau jahat sama sekali. Hengky menunduk dan memutuskan untuk tidak menjawab dan berkata, “Setelah makan istirahat yang cepat.”Karena takut Hengky pergi, Winda buru-buru menahan tangan lelaki itu dan berkata, “Malam ini kamu-““Nggak.”Hengky menolak secara langsung dan tidak memberikan Winda kesempatan untuk berbicara lebih banyak. Winda menghela napas lelah, dia tahu kejadian seperti ini akan terjadi.“Aku mau bilang kamu tunggu sampai aku selesai mandi baru pergi. Kalau aku jatuh bagaimana?” kata Winda dengan lantang.Hengky teringat dengan kaki perempuan itu yang masih belum sembuh. Awalnya dia ingin menolak permintaan Winda, tetapi kalimatnya tertahan di ujung lidah hingga akhirnya Hengky hanya bisa menganggukkan kepala s
Luna mendorong pintu ruang wawancara Golden Artemis. Dia dibuat terkejut oleh pemandangan yang ada di dalam sana. Bukannya hanya pemeran di video klip? Kenapa ada begitu banyak orang yang tertarik? Bahkan artis nomor satu di Star Kingdom, Yuna dan juga Anna dari Golden Artemis juga turut hadir.Dengan adanya dua orang itu, maka kemungkinan Luna untuk menang akan semakin kecil. Dia menarik napas dalam-dalam dan mengulas senyum lebar di wajahnya. Luna mendekati Yuna dan Anna untuk menyapa mereka berdua.“Halo, aku Luna dari Star Kingdom. Sen-““Star Kingdom?” ujar Anna sambil memutar bola matanya. Dia mengabaikan Luna dan melangkah menjauh. Yuna hanya meliriknya dengan tatapan angkuh sambil menganggukkan kepalanya sedikit sebagai tanda balasan.“Sudah mau dimulai, cari tempat duduk saja,” kata Yuna dengan datar. Tidak ada niat untuk berbincang-bincang dengan Luna.Luna menatap punggung Yuna dengan tatapan emosi. Kedua kepalan tangan di sisi tubuhnya terkepal erat. Melihat semua orang yan
“Ternyata mengandalkan hubungan. Pantas saja sombong.”“Jangan bicara lagi, nanti dia kedengaran.“Memangnya kenapa kalau kedengaran?!”Winda dapat mendengar bisik-bisik dari orang sekitar. Pandangannya tertuju pada Luna dan bibirnya mengulas senyum tipis. Hanya satu pandangan saja sudah bisa membuat Luna merasa tertindas. Hal itu membuat dia tidak berani membalas tatapan Winda.“Karena kamu merasa nggak adil, kita buktikan saja dengan kemampuan. Seharusnya keputusannya belum diumumkan, kan?” kata Winda.Para juri mengusap keringat dingin dan berkata, “Masih belum.”“Kalau gitu berarti belum berakhir. Memangnya ada yang salah kalau saya ikut?”“Tentu saja nggak,” sahut Pak Jason. Setelah itu dia berkata lagi, “Saya yang mengundang Bu Winda ke sini. Kalau nggak ada masalah lain, kita langsung mulai saja.”Sikap Jason jelas sekali sedang membela Winda. Mendadak tidak ada yang berani berkata apa pun lagi. Di waktu yang sama semua orang mengarahkan fokus mereka dari ujung kepala hingga uju
“Ini nggak adil.” Luna bangkit berdiri dengan ekspresi yang terlihat marah.“Kalau ibunya bukan Sinta, apakah kalian akan tetap memilih dia? Apalagi dia terlambat! Seharusnya peran utama nggak akan jatuh ke tangannya, tapi ke kandidat yang ada dari awal!”“Kamu bukannya mau bilang dirimu sendiri?” sahut Anna sambil tertawa sinis.Wajah Luna pucat pasi dengan ekspresi yang tampak sangat menyedihkan. Dia melihat ke arah para juri dengan mata merah. Para juri saling berpandangan sejenak dan merasa kalimat perempuan itu ada benarnya juga.Akan tetapi, mereka semua mengerti kalau Luna tidak cocok jadi pilihan mereka. Kalau bukan karena tidak ada pilihan orang lain lagi, Martin juga tidak akan memilih dia. Sekarang setelah ada sosok Winda yang cantik di hadapannya, siapa yang bisa memilih Luna lagi.Martin berdiri dengan perlahan, mata dinginnya menatap Luna dengan lekat dan berkata dengan nada jengah, “Memangnya kamu nggak tahu kemampuanmu sendiri seperti apa? Kalau aku jadi kamu, aku nggak