Perempuan itu harus menyelamatkan diri!Setelah tidak berapa lama mobil itu menjauh, tiba-tiba saja Hengky mendengar suara notifikasi pesan yang masuk.Pria itu menundukkan kepala, lalu menemukan sebuah ponsel yang terletak di bawah jok mobil. Layar ponsel tersebut memancarkan cahaya redup karena adanya pesan singkat yang baru saja masuk.Hengky menunduk dan mengambil ponsel tersebut, pria itu langsung mengetahui bahwa itu adalah milik Winda. Pasti perempuan itu keluar terlalu terburu-buru, sehingga tidak menyadari bahwa ponselnya terjatuh di mobil.Kedua alis Hengky langsung menekuk ke tengah begitu teringat perempuan itu, lalu berkata dengan suaranya yang berat, “Cepat putar balik.”Santo menatap Hengky dengan bingung, tapi tidak berani banyak bertanya. Pria itu pun langsung memutar balik mobilnya.Ada sebuah mobil Suv yang sedang parkir di dekat villa.Martin memegang tablet, sepasang matanya yang penuh misteri sibuk mengawasi dua sosok bayangan yang ada di dalam kamera pengawas.Et
“Hengky Pranoto ….”Martin menatap sosok Hengky lekat-lekat, raut wajahnya penuh dengan kebencian.Dirinya sama sekali tidak menyangka bahwa Hengky akan kembali ke rumah Winda. Hal ini bisa merusak semua rencana yang telah dibuat olehnya.Sebaliknya, Ethan yang melihat kedatangan Hengky, langsung bisa bernapas dengan lega. Pria itu berbalik menatap Martin, dengan alis bertaut ke tengah berkata, “Hengky sudah kembali, Martin kita harus segera pergi.”Raut wajah Martin penuh keengganan, tapi dirinya tahu dengan jelas, bahwa sekarang dia sudah kehilangan kesempatan emasnya dan tidak mungkin kesempatan itu akan datang lagi. Setelah sempat ragu selama beberapa detik, Martin akhirnya menutup matanya, lalu berkata dengan gigi yang terkatup rapat, “Ayo, pergi.”Seolah takut pria itu akan menyesali keputusannya, Ethan langsung buru-buru menyalakan mesin mobilnya dan meninggalkan tempat itu.Melihat kondisi di dalam rumah tidak ada sedikit pun cahaya, Hengky langsung merasa ada hal yang tidak b
Winda perlahan-lahan membuka kedua matanya, rasa sakit langsung menyerang di sekujur badannya, seolah dirinya baru saja ditabrak oleh sebuah mobil. Darah di kepalanya mengalir hingga masuk ke dalam mata, membuat pandangannya menjadi buram seketika.Perempuan itu mengangkat tangan, mengelap bekas darah yang mengalir di keningnya, barulah akhirnya dia bisa melihat kondisi di sekitarnya lebih jelas.Melihat Hengky yang sedang berada di sana, Winda mengira bahwa dirinya sedang bermimpi. Namun belum sempat perempuan itu mengatakan apa pun, kilatan cahaya dingin dari benda tajam di tangan Roma memantul dan masuk ke dalam penglihatannya.Mata Winda seketika membesar, lalu berteriak sekuat tenaga, “Hengky, awas!”Hengky melirik ke arah Winda, lalu bereaksi dengan cepat. Pria itu menghindar dengan gesit tepat ketika pisau buah di tangan Roma hendak menusuk badannya.Ketika Roma mengetahui bahwa dirinya telah gagal menusuk Hengky, pria itu menyeringai dingin lalu tiba-tiba berlari menuju Winda y
“Jangan bicarakan ini sekarang,” ucap Hengky dengan tegas. “Beberapa dari kalian sekarang bawa dia pergi dari sini, bagaimana membereskannya, seharusnya kalian tahu, kan?”Seorang pria yang sedang memegang pistol berkata dengan penuh hormat, “Mengerti, Pak!”Mendengar Hengky yang mau menahannya secara pribadi, jantung Roma langsung berdegup kencang, bulu kuduk di lehernya terasa berdiri tegak.Pria itu tahu, kalau Hengky membawanya, nasibnya hanya akan ada dua kemungkinan, yaitu mati atau berada di antara ambang kehidupan dan kematian.“Hengky, kamu berani menyentuhku, kamu ….”Belum sempat Roma selesai berbicara pria yang sedang memegang pistol itu langsung menendang kepalanya hingga mengenai lantai. “Kalau aku mendengar lagi kamu berbicara seperti itu kepada Pak Hengky, maka aku akan membuat kamu seumur hidup nggak bisa berbicara lagi!”Roma melihat moncong hitam pistol itu, mau tidak mau hanya bisa menelan kembali semua ucapannya ke dalam perut. Sekarang mereka berada di luar negeri
“Suruh Santo ke sini,” ujar Hengky sambil mengerutkan keningnya. Hengky terlihat sangat khawatir ketika melihat wajah Winda yang memucat. Terlebih lagi, ketika dia melihat luka di dahi, leher dan wajah Winda yang membuat amarah di dalam hatinya langsung bergejolak dengan dahsyatnya. Namun, dia tetap berusaha untuk menahan emosinya. Kemudian dia mengambil kain kasa lalu berkata kepada Winda, “Sini, kamu!”Winda langsung melangkah mundur karena dia tahu maksud dari panggilan Hengky kepadanya. “Aku nggak apa-apa, kok. Lebih baik kita obati lukamu dulu,” ujar Winda cepat. Hengky sempat menatap Winda selama beberapa saat lalu kembali berteriak memanggil Santo, “Santo, ke sini kamu!”Santo yang sedang memeriksa keadaan rumah langsung bergegas menghampiri Hengky ketika mendengar panggilan itu. Kemudian Hengky memberikan kain kasa kepada Santo seraya berkata, “Aku kasih kamu waktu 3 menit untuk urus luka ini.”Santo sempat terkejut ketika mendengar perintah Hengky. Namun, dalam sekejap ma
Hengky berjalan menghampiri Santo dan memberitahukannya beberapa hal setelah Hengky memberikan ponsel itu ke tangan Winda. Tidak lama kemudian, ambulans akhirnya datang. Mereka berdua pergi ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka yang mereka derita. Luka di tubuh Winda bisa dibilang relatif ringan. Luka-luka itu hanya perlu dioleskan salep dan dibalut. Namun, sayangnya luka di kepala Winda cukup parah karena sampai membuatnya mengalami gegar otak. Di sisi lain, luka di punggung Hengky memerlukan beberapa jahitan untuk menyembuhkannya. Karena semua luka yang mereka derita, maka kedua orang itu harus dirawat selama satu hari di rumah sakit. Keesokan harinya, Winda menyadari kalau Hengky tidak ada di dalam ruang rawatnya ketika dia bangun di pagi hari. Di dalam ruang rawatnya hanya ada Santo yang bertugas untuk menjaganya. Winda langsung menanyakan keberadaan Hengky kepada Santo. Santo hanya mengatakan kalau Hengky pergi untuk mengurus sesuatu. Namun, laki-laki itu tidak mengatakan
“Terima kasih atas perhatian Master Moka terhadap masalah saya. Tapi setahu saya, suami saya sudah mengurus masalah ini dengan baik,” jawab Winda seakan tidak ingin memberitahu lebih banyak lagi tentang masalah pribadinya. Moka pun mengerti maksud dari perkataan Winda. Akhirnya, dia tidak lagi bertanya lebih banyak dan mulai membicarakan masalah bisnis mereka. Di sisi lain, Roma melalui malam yang sulit selama beberapa hari belakangan. Dia mendapatkan ‘perawatan khusus’ yang membuat dirinya tidak berdaya sampai membuat tubuhnya tidak memiliki kekuatan untuk bangun. Dia terus membuka matanya sampai fajar menyingsing dan selama itu juga ada orang yang datang sambil membawa air lalu menjambaknya. Orang itu juga terus menyuruhnya untuk meminum air yang telah dibawanya. Roma tersedak oleh air yang dipaksa masuk ke dalam kerongkongannya. Dia menatap sosok laki-laki jangkung dengan matanya yang memerah lalu berteriak dengan suara serak, “Apa yang kalian mau? Di mana Hengky? Aku mau ketemu
Si laki-laki itu menatap ke arah Hengky untuk meminta izin kepadanya dan langsung berhenti setelah mendapatkan instruksi darinya. Roma merasa sakit di sekujur tubuhnya lalu berkata sambil mencibir, “Memang aku yang memperkerjakan ketiga orang itu. Aku cuma mau kasih pelajaran sama Winda. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk melukai dia. Lagi pula, semua ini terjadi juga karena ulah Winda. Hengky, seharusnya kamu juga bisa mengatur istrimu dengan baik. Kamu juga seharusnya nggak menyalahkanku karena melakukan hal itu sama dia.”Hengky langsung memicingkan matanya dengan aura yang terlihat sangat berbahaya dan tajam. Kemudian dia berkata dengan nada dingin, “Kamu seharusnya juga sudah memikirkan semua konsekuensinya ketika kamu berani menyentuh istriku.”Roma kembali berkata dengan nada mengejek setelah melihat pancaran penuh kekesalan di wajah Hengky, “Pak Hengky, seingatku istrimu itu punya laki-laki lain kan di luar sana? Kalau tidak salah namanya itu Jefry, benar kan?”Tatapan mata
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a