Si laki-laki itu menatap ke arah Hengky untuk meminta izin kepadanya dan langsung berhenti setelah mendapatkan instruksi darinya. Roma merasa sakit di sekujur tubuhnya lalu berkata sambil mencibir, “Memang aku yang memperkerjakan ketiga orang itu. Aku cuma mau kasih pelajaran sama Winda. Aku sama sekali nggak bermaksud untuk melukai dia. Lagi pula, semua ini terjadi juga karena ulah Winda. Hengky, seharusnya kamu juga bisa mengatur istrimu dengan baik. Kamu juga seharusnya nggak menyalahkanku karena melakukan hal itu sama dia.”Hengky langsung memicingkan matanya dengan aura yang terlihat sangat berbahaya dan tajam. Kemudian dia berkata dengan nada dingin, “Kamu seharusnya juga sudah memikirkan semua konsekuensinya ketika kamu berani menyentuh istriku.”Roma kembali berkata dengan nada mengejek setelah melihat pancaran penuh kekesalan di wajah Hengky, “Pak Hengky, seingatku istrimu itu punya laki-laki lain kan di luar sana? Kalau tidak salah namanya itu Jefry, benar kan?”Tatapan mata
Ferdinand tahu kalau niat Hengky untuk meneleponnya saat ini pastinya bukanlah hal yang baik, jadi Ferdinand hanya bisa mengutuk Hengky di dalam hatinya tanpa bisa melakukan apa pun. Karena dia tidak bisa menyinggung pemimpin dari Pranoto Group. “Pak Ferdinand sama sekali tidak melakukan kesalahan. Tapi putra Bapak yang melakukannya,” jawab Hengky acuh tak acuh. Putra ….Ferdinand langsung teringat akan putranya ketika mendengar perkataan Hengky. Putra itu kabur begitu saja ketika Ferdinand membawanya kembali ke rumah. Bahkan sampai saat ini, Ferdinand masih belum mendengar kabar dari putranya itu.Sebenarnya, Ferdinand tidak terlalu khawatir dengan keadaan Roma, sekalipun dia tidak mendapatkan kabar dari putranya itu. Karena Roma memang sangat suka memberontak dan tidak bisa diatur. Namun, dia tidak pernah menyangka kalau putranya itu akan pergi ke luar negeri tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Bahkan Roma juga berani mengganggu seorang Hengky Pranoto. Ferdinand menggertakkan gi
Roma sadar kalau ayahnya berniat untuk meninggalkannya dan memberikan nyawanya untuk kesenangan Hengky setelah mendengar perkataan ayahnya di dalam laptop. Roma langsung merasa panik. Dia memberontak dan berusaha untuk melepaskan diri dari dengan melompat ke depan laptop seraya berkata, “Ferdinand, apa maksudmu itu? Aku ini anakmu! Kenapa kamu melakukan ini sama aku?”Hengky mengerutkan keningnya ketika melihat aksi Roma yang lancang. Kemudian si laki-laki asing langsung melangkah maju dan mencengkeram Roma lalu melemparnya ke atas lantai seraya berkata, “Aku patahkan kakimu kalau kamu berani melakukan itu lagi!”Roma tidak bisa lagi mengendalikan emosinya dengan tetap berteriak ke arah laptop, “Ferdinand, kamu pasti melakukan ini karena si bajingan itu, kan! Aku tahu kalau kamu mau membawa masuk si jalang dan bajingan itu ke dalam keluarga Dirawa dengan cara menyingkirkanku. Lihat saja nanti kalau aku sudah kembali. Aku akan mematahkan kaki bajingan itu. Aku akan ….”Si laki-laki asi
“Baik,” jawab pengawal itu cepat lalu mengambil ponselnya dan bergegas menelepon Santo. Tiba-tiba saja dering ponsel terdengar dari ujung koridor tepat ketika si pengawal menelepon ponsel Santo. Hengky berbalik dan menemukan Winda serta Santo yang sedang mengobrol sambil berjalan menuju ke arahnya. Winda segera menoleh dan menemukan sepasang mata yang sedang menatapnya dingin dan dalam. Winda tersentak diikuti dengan senyuman yang membeku di wajahnya. Selain itu, ada juga raut wajah bersalah yang sedikit terlihat di wajah cantik Winda. Winda berjalan cepat menghampiri Hengky lalu berusaha untuk memegang lengan laki-laki itu seraya berkata, “Sayang, kamu sudah kembali ….”Namun, Hengky langsung meraih lengan Winda dan menariknya masuk ke dalam ruang rawat tanpa menunggu Winda menyelesaikan kalimatnya. Bisa terlihat dengan jelas kalau Hengky sedang benar-benar marah. Kedua pengawal yang berada di sekitar mereka berdua juga langsung melangkah mundur karena takut terkena amarah dari a
Senyuman di wajah Winda langsung membeku setelah mendengar jawaban dingin Hengky. Namun, dia berusaha untuk menahan rasa sakit di hatinya lalu memeluk pinggang Hengky seraya berkata, “Kapan aku bilang kalau aku setuju untuk bercerai?”Hengky langsung mengerutkan keningnya. Kemudian menatap Winda dalam dan berusaha menemukan jejak kebohongan di wajah Winda. Namun, dia tidak menemukannya sama sekali. Winda bergegas membenamkan kepalanya dalam pelukan Hengky setelah menyadari kalau Hengky sedang menatapnya seraya berkata, “Hengky, aku nggak mau bercerai sama kamu. Apa kita bisa tetap kayak dulu? Aku tahu kok kalau kamu sudah mulai suka sama aku, tapi kamu nggak mau mengakuinya.”Hengky langsung mengerjapkan matanya setelah mendengar perkataan Winda. Dia menatap perempuan yang berada di pelukannya dengan tatapan muram dan hati bergetar. Namun, Hengky bergegas menahan getaran yang terjadi di dalam hatinya. “Winda, aku kan sudah bilang jangan terlalu percaya diri. Kamu pikir aku suka sama
Hengky berusaha menahan getaran di hatinya lalu berkata, “Aku akan suruh Santo untuk temani kamu di rumah sakit sampai kamu sembuh. Kamu bisa bilang sama Santo kalau ada urusan yang harus kamu urus. Jangan sampai aku dengar kamu pergi dari rumah sakit ini diam-diam.”Kemudian Hengky berbalik dan pergi dari ruang rawat Winda tanpa memedulikan perkataan perempuan itu. Winda ingin menyusul Hengky, tapi para pengawal langsung menghentikannya. “Bu Winda, silakan kembali ke ruang rawat Ibu. Nanti akan ada suster yang membantu Ibu berganti pakaian,” ujar salah seorang pengawal. Winda menatap punggung Hengky yang semakin jauh dari pandangannya. Kekecewaan bisa terlihat jelas dari raut wajahnya. Akhirnya dia memilih untuk berbalik dan kembali ke ruang rawatnya. Di kediaman keluarga Dirawa. Dania melipat tangannya sambil duduk di sofa yang berada di ruang keluarga yang luas. Dia sedang menatap tajam ke arah perempuan yang sedang berlutut di hadapannya seraya berkata, “Kamu bersihkan di sini
Ferdinand bergegas mendorong Dania dengan kedua tangannya sampai Dania terpental dan menabrak vas yang ada di belakangnya. Seketika, wajah Dania memucat karena kesakitan. Namun, Ferdinand sama sekali tidak merasa bersalah. Dia justru menunjuk ke arah Dania seraya berkata, “Cuma seorang ibu kayak kamu yang membesarkan seorang putra sampai menjadi pemberontak dan selalu saja mencari masalah.”Dania adalah ibu yang sangat menyayangi putranya Roma. Jadi, amarahnya langsung bertambah besar ketika mendengar Ferdinand memaki putranya sendiri. “Si perempuan jalang yang bernama Mina itu ya yang ngomong begitu sama kamu?” tanya Dania sambil mencibir. Kemudian Dania kembali berkata dengan nada sinis, “Ferdinand, kamu harus melepaskan semua pemikiran kotormu itu. Karena aku nggak akan membiarkan perempuan jalang itu mendapatkan satu pun aset milik keluarga Dirawa selama aku masih hidup.”Raut wajah Ferdinand terlihat semakin gelap. Kemudian dia menunjuk ke wajah Dania sambil menggertakkan gigin
Mina terlihat sedang mengembangkan senyuman di wajahnya ketika dirinya mendengarkan pertengkaran Ferdinand dan Dania secara diam-diam. Dia juga terlihat membawa seorang remaja laki-laki bersamanya untuk mendengarkan pertengkaran itu. Di sisi lain, para pengawal Hengky tidak berani melawan perintah atasannya itu. Mereka terus menjaga Winda dan tidak mengizinkan Winda pergi ke mana pun sesuai dengan perintah Hengky. Bahkan Santo dan para pengawalnya akan berbondong-bondong mengikuti Winda ketika perempuan itu pergi ke taman bawah untuk menikmati sinar matahari pagi. Mereka akan mengikuti Winda ke mana pun Winda pergi. Winda jarang sekali melihat Hengky di rumah sakit di pagi dan siang hari. Namun, Hengky akan kembali ke rumah sakit pada malam hari dan pergi lagi di pagi hari. Bahkan Winda saja sampai tidak sempat melihat Hengky ketika dia membuka mata di pagi hari. Karena Hengky sudah pergi sejak pagi-pagi sekali. Winda sebenarnya ingin memperbaiki hubungan mereka berdua agar menjadi
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a