Suara itu terdengar familier, tapi Winda tidak dapat mengingat siapa orang itu.Sampai akhirnya, dia mendengar suara Jefri yang tak berdaya dari telepon, “Bu, biarkan saja. Aku akan menjelaskannya padanya.”“Kalau mau tunggu kamu menjelaskannya, adikmu harus menderita seberapa banyak lagi!” Marina berkata dengan marah, “Apakah kamu masih menyukai wanita yang nggak tahu malu itu? Mama kasih tahu kamu, ya. Selama Mama dan Papa masih hidup, jangan harap dia bisa jadi menantu keluarga Gunawan!”Setelah mengatakan itu, suara Marina jadi terdengar jelas di seberang telepon, “Winda, ini Marina. Aku peringatkan kamu, sebaiknya lepaskan putriku sekarang. Kalau nggak, aku nggak akan membiarkanmu begitu saja. Apa kamu mendengarku?”Winda mendengarpercakapan Marina dan Jefri barusan dengan jelas. Sekarang, ketika mendengar nada memerintah Marina yang arogan, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa dingin.“Maaf, kamu siapa?” Winda berkata sinis, “Apa aku kenal denganmu?”Sikap meremehkan i
Winda bingung.Apa jangan-jangan wanita itu diculik?“Aku nggak menangkap Carol. Jangan asal menuduhku,” ujar Winda dengan nada jijik.Dengan sifatnya yang seperti itu, Carol pasti sudah menyinggung perasaan banyak orang di luar sana. Dia sendiri sudah menyelesaikan banyak kekacauan yang disebabkan Carol dalam dua tahun terakhir. Winda tidak akan merasa aneh kalau suatu hari nanti, wanita itu ditusuk hingga tewas.“Apa? Kamu masih mau menyuruh orang untuk menculik Carol?” Marina meninggikan suaranya dan berkata dengan kejam, “Mengapa kamu begitu jahat? Carol hanya berbicara begitu padamu, tapi kamu mencelakainya sampai seperti ini? Melapor polisi sampai dia ditangkap masih belum cukup, kamu masih mau menculiknya! Aku benar-benar nggak pernah melihat wanita sekejam kamu!”Winda terdiam. Dia tidak tahu bagaimana Marina bisa menyimpulkan kalau dia ingin menculik Carol.Namun, Carol ditangkap oleh polisi ….Winda agak terkejut dan tidak tahu siapa di balik semua ini.Saat ini, dia benar-be
Winda menggigit bibirnya, tidak tahu harus berkata apa.Yolanda dari awal sudah sangat tidak percaya bahwa pernikahan adalah hal yang baik, jadi dia tidak memberi tahu wanita itu kalau Hengky ingin menceraikannya.Sekarang, ketika topik ini tiba-tiba muncul, dia tidak tahu bagaimana menjelaskannya.Melihat Winda ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu, Yolanda merasakan ada yang tidak beres dan segera bertanya, “Ada apa?”Winda berkata dengan tenang, “Nggak apa-apa.”“Ada yang nggak beres denganmu. Jangan-jangan kamu ….”“Yolanda, aku sudah sampai di studio Master Moka. Nanti saja baru bicara lagi, “ ujar Winda cepat-cepat dan segera menutup telepon.Kemudian, dia bersandar di kursi dan menghela napas lega.Pada saat itu, taksi yang dia naiki perlahan berhenti. Dia membayar ongkos taksi kepada supirnya, lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam studio.Lucy sedang mendiskusikan pekerjaan dengan rekan-rekannya. Ketika melihat Winda datang, wanita itu membisikkan beberapa kata pada rekannya, l
Winda tidak marah mendengar perkataan Lucy. Dia memandang Lucy dan bersikeras berkata, “Bisa atau nggaknya urusanku. Kamu hanya perlu menjawab pertanyaanku. Kalau aku berhasil, apa Master Moka bisa menemuiku?”Melihat sikap dan nada bicara Winda yang tegas, Lucy mengamatinya sebentar dan berkata, “Maaf, Bu Winda, saya nggak bisa menjawab pertanyaan ini, tetapi berdasarkan apa yang saya ketahui tentang Master Moka, dia nggak akan melakukan transaksi yang seperti itu.”Winda mengangkat alisnya, tidak terkejut dengan jawaban Lucy.Kalau Master Moka langsung mau menyetujui hal seperti itu, wanita itu tidak akan memiliki statusnya yang sekarang dalam industri ini, dandia tidak perlu terbang ke Fontana untuk menemuinya.“Aku mengerti. Tapi, meskipun Master Moka nggak mau membantuku, aku akan tetap membantunya. Anggap saja hadiah pernikahan untuk Regina dariku.”Winda keluar dari studio Master Moka, lalu membuka daftar kontak dan menelepon seseorang.***Di rumah Master Moka.Melihat putrinya
Winda membalas pelukan Regina dan berkata sambil tersenyum, “Sebenarnya, semua berkat ibuku. Ibuku dan istrinya Sir Lancaster adalah teman baik ketika mereka masih muda, jadi dia setuju untuk membantu.”Regina kaget mendengarnya dan berkata, “Ternyata begitu.”Dia memegang tangan Winda dan berkata lagi dengan tulus, “Tapi, aku benar-benar sangat berterima kasih padamu karena sudah membantuku. Kalau kamu punya waktu, aku ingin mengundangmu ke pesta pernikahanku. Apa boleh?”Winda tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja.”Regina berkata dengan heran, “Oke, kalau begitu aku akan mengambilkan undangannya untukmu.”Regina menaiki tangga dengan hati senang. Master Moka menatap punggung putrinya dengan ekspresi sayang di wajahnya.Winda cukup iri melihat hal itu. Seandainya ibunya belum meninggal, ibunya juga bisa menyaksikan kebahagiaannya dan berbahagia untuknya ….“Bu Winda?” Master Moka menatap Winda yang sedang melamun. Melihat Winda tidak menjawab, dia berkata lagi, “Bu Winda, ada apa?”“
Ekspresi Hengky saat itu sangat kaget dan marah, lalu akhirnya berubah menjadi kecewa. Akhirnya, pria itu juga tidak mengatakan apa-apa, berbalik badan, lalu pergi.Gara-gara kejadian itu, hubungan Winda dan Hengky semakin tegang. Dia juga lama sekali tidak bertemu dengan Hengky saat itu. Kemudian, setelah Hengky kembali, pria itu jarang menanyakan tentangnya lagi. Meski keduanya tinggal satu atap, mereka tidak ada bedanya dengan dua orang yang tidak saling kenal.Kalau dipikir-pikir sekarang, dia memang keterlaluan saat itu. Pantas saja Hengky tidak pernah percaya padanya.Saat dia membuang cincin nikahnya tanpa ragu, Hengky pasti sangat kecewa dan sedih.Winda merasa tak nyaman, tiba-tiba ingin bertemu Hengky.Master Moka melihat ekspresi Winda, dan senyuman di wajahnya perlahan memudar. Dia menghibur Winda, “Bu Winda, meskipun aku nggak tahu apa yang terjadi antaramu dan Pak Hengky, dua orang yang saling mencintai nggak akan pernah terpisahkan.”Winda tahu kalau Master Moka berusaha
Pria yang berdiri di depan Winda hampir satu kepala lebih tinggi darinya. Pria itu memandang Winda dari atas ke bawah dengan ekspresi mesum dan berkata dengan menggoda, “Cantik, kamu sendirian? Bagaimana kalau kita pergi minum bersama?”Sambil mengatakannya, pria itu mengulurkan tangannya ke arah Winda dan ingin memegang bahunya.Winda menghindar dan berkata dengan tegas menggunakan Bahasa Fontana yang fasih, “Tolong pergi, kalau nggak aku akan melapor polisi.”Mendengar aksen Fontana Winda yang sangat bagus, pria itu tertegun sejenak, lalu bersiul keras, dan terlihat semakin tertarik pada Winda.Pria itu menatap temannya, menunjuk ke arah Winda dan tertawa tidak sopan. “Bisa-bisanya dia bilang mau telepon polisi. Konyol sekali. Kamu pikir dengan menelepon polisi bisa membuat kita takut?”Setelah mengatakan itu, dia kembali mengulurkan tangan ke arah Winda dan ingin menyentuh wajahnya. Namun, sebelum jemarinya menyentuh wajah Winda, Winda langsung mengambil tindakan, meraih jari telunj
“Kalau kalian melepaskanku, aku bisa memberi kalian sejumlah uang. Sebut saja mau berapa.”Preman jalanan semacam ini biasanya tidak memiliki pekerjaan tetap, dan biasanya mengandalkan pengumpulan biaya keamanan atau cara lain sejenisnya untuk bertahan hidup. Kalau dia bisa memberi mereka sejumlah uang yang mereka bisa terima, mungkin ….“Uang?” Nelson mencibir, lalu berkata dengan nada kejam dan ekspresi tajam, “Aku nggak mau uang. Aku hanya ingin membunuhmu hari ini!”Dia mendorong Winda, lalu mengulurkan tangan dan mengeluarkan sebuah anting-anting dari sakunya, menatap Winda dan berkata sambil tersenyum dingin, “Aku tahu kamu meremehkan kami dan ingin menyuruh kami pergi dengan memberi kami uang. Kalau memang begitu, aku akan membuat kamu berubah menjadi seperti kami.” Rhodes tersenyum jahat dan berkata, “Nelson benar. Aku belum pernah bermain dengan wanita asing secantik ini. Kalau kita bisa melatihnya dengan baik, mana tahu ….”Winda menatap mata mereka yang memandangnya dengan
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a