Kematian.. bisa datang kapan saja. Tidak perlu permisi untuk mengambil tubuh yang terisi. Dan, waktunya tak dapat terprediksi.2024"Ranti? Tunggu sebentar. Sepertinya.. aku pernah mendengar nama itu. Tapi, di mana.."Selly mendesis. Sembari berpikir. Bersamaan dengan Darel dan Rendi masuk ke dalam kamar."Teman kayaku.. kau pernah mendengar nama Ranti, tidak?" tanya Selly."Ranti? Bukannya, dia kru kita yang baru? Anggota geng motor itu, yang paling cantik.""Ah, benar! Dia. Eh, tapi dia cantik menurutmu?"Darel bungkam sejenak. Lalu,"Di mana-mana perempuan itu cantik. Tidak ada perempuan tampan, kan? Hehe."Selly kembali mendesis."Tapi, konteks kalimatmu tadi tidak seperti itu."Darel berdeham gugup."Kenapa memang dengan Ranti?" tanya Rendi."Gadis gila ini—mengaku jika dirinya adalah Ranti," jawab Selly. Lalu, mendesah panjang."Mungkin saja, dia berpura-pura. Dan, menyebutkan nama itu—agar aku percaya, dia dari masa lalu.""Dia mengatakan dari masa lalu? Dan, mengatakan jika na
Hara dan Diara berhadapan."Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Hara."Bagaimana kau tahu tentang rumah ini? Juga, soal Ibuku—Maya."Hara mengerutkan kening."Maya? Bukankah, dia Nenekmu? Nama Ibumu adalah Ranti."Ranti diam sejenak."Ah, Maaf, aku agak bingung. Tapi, bagaimana kau tahu tentang keluarga Dia—ah, maksudku tentang keluargaku?""Emm.. apa kau lupa? Kau pernah menceritakannya padaku.""Lalu.. apa aku juga pernah menceritakan padamu—darimana aku tahu semua itu?""Dari Ibu pantimu tentu saja.""Maksudmu.. Bibi Lia?"Hara mengangguk."Ra.. kau sungguh baik-baik saja?" Hara menyentuh pipi Ranti. Membuat Ranti bingung."Sebenarnya.. apa hubungan dia dengan Diara?" ucapnya dalam hati.Rendi yang mengetahui adegan itu, segera berjalan mendekati keduanya, dengan langkah kesal. Menepis tangan Hara."Aku rasa, kau sudah tidak berhak untuk menyentuhnya lagi. Bukankah, kau sudah menjatuhkan talak tiga padanya?!"Ranti melebarkan matanya."Talak tiga? Berarti.. Diara dan laki-laki ini
1991Frans memberikan gulungan uang bergambar orangutan, berlatar belakang warna hijau daun, bernilai 500 rupiah, pada Haris yang tengah duduk di bangkunya."Apa ini?" tanya Haris."I-ini.. sebagian hutangku padamu.""Hutang?""Uang yang selalu aku minta padamu. Dan, kau memberikannya cuma-cuma.""Ah. Tidak usah di kembalikan. Bawa saja.""Tidak! Ibuku akan menghajar ku habis-habisan nanti!""Ibumu?"Frans berdeham."Sebenarnya, hari minggu kemarin.. Ranti datang ke rumahku. Ia menceritakan semua yang telah aku lakukan padamu, pada Ibuku. Setelahnya, Ibuku marah besar. Memukulku. Dan, memberiku uang ini untuk mengembalikannya padamu. Terima saja. Kalau tidak, aku akan babak belur nanti."Haris mendengus."Seorang preman sekolah, takut juga pada Ibunya."Frans diam."Baiklah. Aku terima ini. Tapi, cukup ini saja.""Tidak. Aku akan mengembalikan sisanya. Nanti jika aku punya uang.""Sungguh, tidak perlu. Aku tahu, kondisi ekonomi keluargamu seperti apa."Frans menunduk malu."Maaf. Seha
Jika saja, aku bisa mengatakan aku juga terluka atas hidup ini..Jika saja, aku bisa mengungkapkan aku juga sakit atas takdir ini..Entah kapan, terakhir kali aku tersenyum bahagia..Perjalananku sekarang semu..Hidup.. terasa mati..1992Saat Diara Pertama Kali Melakukan Perjalanan WaktuHidup Tomi hancur. Hidup Haris berantakan. Dan, Sinta mengurung diri dalam kamar. Warna-warni dalam hidup mereka seolah berubah abu. Mendengar berita kematian Ranti.Bahkan, Sinta harus pingsan berkali-kali. Menangis meronta, memeluk batu nisan Ranti, beberapa hari yang lalu.Kini, mereka sulit untuk bertegur sapa. Setiap mata mereka bertemu, yang teringat selalu sosok Ranti. Membuat mereka seketika kalut.Ayah Haris, satu hari yang lalu.. tak sengaja menemukan berkas-berkas kasus yang di tangani DMA ; Detektif SMA, di rumah yang dijadikan markas oleh Haris. Karena itu, ia memaksa Haris untuk pindah ke luar Negeri.Hatinya semakin berkecamuk. Sempat melarikan diri dari rumah, namun, anak buah Ayahnya
1991"Tunggu.. pelakunya kidal?" tanya Diara.Tomi mengangguk. Diara mendesah panjang."Apa.. ini hanya kebetulan?" gumamnya."Apanya yang kebetulan?" tanya Sinta."Aku pernah ber-""Sayang!" pekik Haris. Baru saja tiba.Diara menengok ke arahnya."Jangan panggil aku Sayang!""Ah, maaf. Aku terlalu bahagia, mendengar mu sudah siuman!"Haris berjalan cepat mendekati Diara. Menggeser Farel, yang sejak tadi duduk di sebelah Diara. Memeluknya."Oh, syukurlah! Aku benar-benar khawatir denganmu. Begitu sampai di bandara tadi, aku bergegas kemari."Wajah Diara tampak sangat kesal pada Haris. Mengingat, sikap dan sifatnya di masa depan yang sangat buruk.Diara memukul kencang-kencang punggung Haris, yang kini melepas pelukan. Menggeliat kesakitan."Kenapa.. kau memukulku?""Aku sangat marah denganmu!""Kenapa? Karena, aku tidak ada saat kau bangun? Hei, maafkan aku. Ayahku, mengirim ku ke luar Negeri. Tapi, setelah aku dengar dari Tomi, kalau kau bangun—aku segera kembali kemari.""Kenapa?""
1991Diara kembali menjadi murid SMU 991. Jam pelajaran pertama, baru usai beberapa detik yang lalu. Diara lebih memilih untuk di dalam kelas. Sementara, ketiga temannya pergi ke kantin.Ia ingin mencoba menikmati kehidupan di tahun ini. Tapi.. ia harus segera mencari tahu, untuk apa ia berada di tahun ini. "Pasti.. ada alasan kenapa aku ada di tempat ini," katanya."Untuk belajar, tentunya. Apalagi?" Suara laki-laki terdengar dari arah belakangnya.Diara terkejut. Menengok ke belakang. Melihat seorang laki-laki yang baru saja berdiri, meregangkan tubuhnya. Agaknya ia baru bangun tidur. "Siapa kau? Oh, maksudku.. sedang apa kau disini? Emm.. tidak bukan itu. Jadi maksudku adalah-""Sebenarnya apa yang ingin kau katakan—Ranti.. palsu?"Diara melebarkan matanya. Berdiri. Menghadap laki-laki itu."Kau.. tahu siapa aku?""Sebelumnya, perkenalkan namaku Frans. Dan, kau... Sudah pasti di sini namamu, Ranti, kan? Tapi, nama aslimu?""Diara. Oh, bukan. Aku Ranti. Emm, jadi bagaimana kau tah
2024 Rendi tengah berada halaman rumah depan. Melipat tangan dada. Pandangannya nanar. Mendesah berat berulang kali. "Dimana pun kau berada, aku yakin kau akan bisa bertahan," gumam Rendi."Diara.. apakah ia sehebat itu?"Ranti tiba tiba muncul di sebelah rendi. Rendi segera menurunkan tangannya. "Dia gadis paling tangguh, yang pernah aku kenal. "Emm, seperti apa sosok diara di matamu?""Bagiku dia sangat sempurna. Sekalipun, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.""Karna itu kau sangat menyukainya?" "Hanya Diara yang bisa mengubah hidup ku yang kacau.""Rupanya.. dia tumbuh menjadi gadis yang baik.""Lebih dari baik. Aku tidak melebih-lebihkan. Itu faktanya. Anda lihat semua orang yang berkumpul di rumah ini, kan? Mereka.. adalah orang-orang yang di selamatkan Diara dari keterpurukan. Ia membentuk sebuah kelompok teater bersama Hara. Baginya, mungkin itu wadah untuk menunjukkan kreasi. Tapi, bagi mereka.. itu adalah mata pencaharian.""Tidak usah bicara formal denganku. A
Petugas ambulan sudah memasukkan mayat Ivy, ke dalam mobil. Di bawa ke Rumah Sakit untuk di otopsi. Garis polisi di pasang, di sekitar lokasi di mana Ivy terjatuh. Genangan darah Ivy, masih di biarkan di sana. Petugas yang membawa kamera, memotret TKP dari berbagai sudut.Giselle, Selly dan yang lain, tak henti-hentinya menangis. Hari ini.. menjadi hari yang paling menyedihkan untuk mereka. Semua pertunjukan dalam waktu dekat, terpaksa di batalkan.Semua orang, termasuk Haris.. tidak di perkenankan untuk keluar dari rumah. Karena, akan di lakukan interogasi dadakan."Kenapa akhir-akhir ini, Anda selalu terlibat dalam kasus seperti ini, Pak Haris?" tanya seorang Detektif, yang berbadan lebih tinggi dari Haris. Potongan rambut rapi. Bahu lebar. Dada yang bidang. Dan, wajah yang tak menyenangkan."Entahlah, suatu kebetulan?"Detektif itu mendengus."Untuk kasus kematian siswi di belakang gedung perusahaanmu, mungkin.. kau bisa saja mengatakan itu sebuah kebetulan. Tapi, 2 kasus yang seru
Diara melebarkan mata. Tersenyum gembira."Kita sahabat?""Heh? Kau, sudah tak ingin berteman denganku? Wah.. keterlaluan sekali. Mentang-mentang, kau baru saja memenangkan penghargaan Sutradara terbaik, kau jadi melupakanku."Diara memeluk Selly erat-erat."Mana mungkin, aku bisa melupakanmu. Susah dan senang, kita selalu bersama.""Well, benar juga. Aku bisa sampai di titik ini, juga karena dirimu dan teatermu."Diara melepaskan pelukan."Lalu, ada urusan apa kau kemari? Juga, Darel.. kenapa kau di sini?""Aku ada rapat pembacaan naskah. Tapi, Diara.. kenapa kau bisa kenal dengan kekasihku?""Kekasihmu? Kalian.. berpacaran? Bagaimana bisa? Seharusnya, aku yang mempertemukan kalian. Wah, kalau memang sudah takdirnya, jodoh pun tak dapat di rubah.""Kau ini bicara apa?""Sayang.. kau kenal Diara?" lanjut Selly."Tidak. Apa.. kita pernah bertemu sebelumnya? Aku lihat-lihat, wajahmu juga tidak asing bagiku.""Hehe. Mungkin, kau tidak kenal denganku. Tapi.. aku sangat mengenalmu. Terutam
1983 "Dian! Cepat!" Dian yang sedikit ragu, akhirnya berlari ke arah Sonia. Di saat yang sama, Tomi mendobrak pintu. Dan, mengacungkan senjata."BERHENTI! LEMPARKAN PISAU ITU KE SAMPING. DAN, ANGKAT TANGAN KALIAN!"Dian yang panik, segera melempar pisau. Dan, bergerak sesuai perintah."Itu juga berlaku untukmu, pria brengsek! kata Tomi pada Kardi."Wah.. Tomi terlihat keren. Seandainya, aku perempuan.. aku akan menikahinya," celetuk Haris.Membuat Diara mengerutkan dahi. Menatapnya heran. Sementara, Kardi melepaskan Sonia."Kalian berdua, merapat ke tembok. Dan, jangan pernah menengok ke belakang!" perintah Tomi.Setelah itu, Diara segera menghampiri Sonia."Kau, baik-baik saja?"Sonia yang masih syok, hanya bisa mengangguk."Farel.. Anakku.""Farel? Dia ada di mana?"Sonia menunjuk ke lantai atas. Diara bergegas ke lantai atas. Membuka pintu kamar. Terlihat, Farel tengah berdiri dengan badan gemetar, di sebelah pintu. Diara berlutut di depannya."Semuanya sudah berakhir, Farel. Ka
"Sudah berapa tahun kita tak bertemu?" tanya Haris. Duduk di sofa tunggal. Sementara, Tomi dan Diara duduk di sofa panjang. Di sebelah kirinya. "Entahlah. Mungkin sudah 30 tahun lebih? Sejak, kau menikah kita sudah tidak pernah bertemu," kata Tomi. Haris mengangguk. "Lalu, bagaimana kau tahu alamat rumahku? Apa.. kau memakai kekuatanmu menjadi Kepala Polisi, untuk melacak keberadaan ku?" Diara terbelalak. "Ayah, menjadi Kepala Polisi sekarang?" bisik Diara. "Oh.. Ayah belum cerita padamu?" "Wah.. keren sekali." Haris berdeham. Membuat Diara dan Tomi menatapnya. "Ah.. Diara yang memberitahu." Haris menatap Diara. "Dia.. anak Ranti?" Diara mendengus. Lalu, terkekeh. "Ayolah. Tidak perlu berpura-pura. Aku tahu.. kau mengingat semuanya." "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," kata Haris. "Kau masih ingin berbohong? Kau ingin aku percaya? Kau, tidak mengingat segalanya? Oh, Ayolah. Pertama kali, kau melihatku dan Ayahku tadi, kau tidak terkejut. Dulu kalian bersah
1992Tomi tengah menggendong Diara, yang tengah menangis karena sakit. Badannya demam sudah 2 hari. Mengayun tubuhnya, agar Diara segera tertidur. Butuh kerja keras selama 20 menit, untuk membuat Diara tidur."Dia sudah tidur?" tanya Ranti. Baru saja selesai mencuci baju."Iya. Baru saja.""Berikan padaku."Diara terbangun, ketika Ranti menyentuh tangannya. Seketika, menangis. Tomi mulai mengayun tubuhnya lagi."Biar aku saja," kata Tomi.Ranti mendesah singkat."Maaf, jadi merepotkan mu.""Hei, dia juga anakku. Kenapa harus mengatakan seperti itu.""Tapi, tetap saja..""Ingat, Ranti. Dia adalah anakku. Bukan anak orang kaya itu. Jadi.. jangan pernah sebutkan nama itu di depan Diara atau di depanku. Kau mengerti?"Ranti mengangguk paham.Keduanya menikah, saat usia kandungan Ranti masih 10 minggu. Tomi bergegas memberitahu orang tuanya, untuk segera meminang Ranti. Namun, Tomi juga menjelaskan kondisi Ranti. Cukup terkejut dengan itu, tapi, Tomi menjelaskan dengan baik. Dengan berat
2024Diara, Haris, dan Ranti saling berhadapan."Semuanya sudah berakhir, Bu. Kami.. berhasil menangkap Farel."Ranti tersenyum. Mendekati Diara. Menggenggam kedua tangannya."Kau sudah bekerja keras. Terima kasih, Diara.""Sekarang, Ibu bisa kembali ke sana dengan tenang. Jalani hidupmu yang sebelumnya hancur, karena laki-laki itu. Dan.. coba perbaiki hubunganmu dengan Nenek. Kau hanya perlu bersikap manis. Sesekali, makan bersama dengannya."Ranti mengangguk."Aku akan melakukan itu."Mata Ranti berkaca-kaca. Memeluk Diara."Maafkan Ibu, Diara. Selama ini, kau hidup dengan sangat tersiksa.""Tidak, Bu. Aku sudah cukup bahagia, bersama Bu Lia dan teman-temanku. Sampai jumpa di masa depan, Bu.""Kita bertemu lagi di masa kecilmu, ya? Ibu.. akan selalu ada di sampingmu sekarang."Setelahnya, Haris mengantarkan Ranti kembali ke masanya.Sekarang.. semuanya, akan baik-baik saja, kan?**"Ibu? Ibu? Di mana kau? Ibu?? Aku berhasil mengubahnya. Ibu?!"Diara berdiri di dapur, dengan terengah
Beberapa Jam Sebelum PenangkapanDiara dan yang lain kembali ke markas. Baru saja, selesai mengobati luka Haris dan Sinta."Hei, ada apa dengan Tomi?" tanya Haris pada Sinta. Tomi nampak lesu. Duduk di sudut. Sementara, Diara membereskan kotak obat."Laki-laki yang hampir menabrak ku tadi adalah kekasih Ranti," bisik Sinta."APA?" Haris nyaris berteriak."Pelan kan suaramu!""Tunggu.. jadi.. Ranti selingkuh dari Tomi?""Aku juga tidak tahu. Tapi, dari pengamatanku.. sepertinya, laki-laki tadi adalah kekasih pertama Ranti.""Jadi.. Tomi yang menjadi selingkuhannya?""Hmm, sepertinya tidak juga.""Lalu, bagaimana ceritanya? Kau ini, kalau bicara jangan sepotong demi sepotong. Menjengkelkan sekali."Sinta berdecak kesal. Lalu, berdeham."Ini menurutku.. cinta Tomi bertepuk sebelah tangan. Dan, mereka sebenarnya tidak pernah ada hubungan. Hanya saja, Tomi menganggap Ranti menerima cintanya. Kau tahu, kan? Ranti itu sangat baik hati. Dia.. tidak tega untuk mengatakan pada Tomi, jika ia su
Diara berada di markas DMA bersama yang lain. Mengulang kejadian, di saat mereka membahas kasus Rima. "Rima-""Anak kelas 2. IPA. Rambut keriting. Kulit sawo matang. Tinggi 145 senti. Menghilang 7 hari yang lalu. Saat perjalanan pulang sekolah," sahut Diara. Memotong kalimat Tomi."Yap. Betul kata Ranti.""Orang tuanya sudah melapor. Namun, polisi belum menemukan petunjuk. Karena, si pelaku tidak meninggalkan jejak," jelas Diara.Tomi mendengus."Terima kasih, Sayang. Kau menjelaskan dengan sangat sempurna."Diara menggerakkan dua alisnya ke atas."Tidak ada saksi?" Sinta bertanya.Tomi menggeleng. Dan, Diara mendesah singkat."Kali ini, kalimatku akan cukup panjang," gumamnya, dengan nada lelah."Dia menghilang saat pulang sekolah. Itu sekitar pukul 13.00. Di sekitar jam itu kemungkinan jalanan sepi. Tapi, tidak menutup kemungkinan ada pemakai jalan yang lewat," ulas Diara. Lalu, mendesah panjang."Oh, bisakah kita segera pergi ke lokasinya? Tak jauh dari sini, kan? Haris ada 2 moto
Ketika manusia akan bertemu dengan ajalnya, maka.. akan di putarkan kisah hidupnya dari sejak ia di lahirkan, hingga di detik akhir hidupnya.Banyak manusia akan sangat menyesali perbuatannya semasa hidup. Tapi, juga akan banyak yang bersyukur dengan hidup yang ia jalani.Termasuk, manusia yang bergelar Ibu. Perjalanannya menjadi seorang Ibu, akan kembali di putar di hadapannya. Saat, berusaha untuk hamil. Lalu, mendapat kabar jika rahimnya sudah terisi malaikat kecil. Menjaganya sepenuh hati. Sampai, janin membesar dan sehat sempurna. Dan, ketika tiba janin tersebut di lahirkan. Bertaruh nyawa. Setengah mati. Menggendong bayinya pertama kali. Menyusui. Terjaga di setiap malam. Dia nikmati sendiri. Melihat senyuman pertama bayinya. Merasakan genggaman tangan mungil bayinya. Hingga, ia tumbuh besar. Kasih sayangnya, tak akan pernah pupus.Gambaran itu yang juga di lihat Ranti di sisa-sisa nafasnya, saat nyawanya hampir menghilang. Tersenyum dengan kesakitan. Tetesan air matanya untuk
"Haris.. kita perlu bicara," kata Sekar. Berdiri, agak jauh di belakangnya.Haris meletakkan kembali gagang telepon. Berbalik badan. Menatap Sekar lamat-lamat."Oh.. ada apa?"Sekar mendengus."Ada apa katamu? Dari mana saja kau?""Aku ada urusan.""Sangat penting urusanmu? Sampai, kau membiarkan Ayah dan Ibuku, menunggu di Restoran berjam-jam lamanya?"Haris tercengang. Menahan napas 1 detik."Ah.. maafkan aku. Aku.. lupa.""Lupa katamu? Tadi pagi, aku sudah mengingatkanmu, kan?""Iya. Aku minta maaf. Aku benar-benar lupa. Nanti, biar aku menelepon Ayah dan Ibu, hm?"Sekar mendesah kesal."Kau.. masih berusaha mencari Ranti? Itu alasanmu tak datang tadi?"Haris diam. Menundukkan kepala."Kau tidak bisa menjawab? Yang artinya.. kau memang sengaja tidak datang tadi, karena tengah mencari Ranti. Kau sangat tega sekali, Haris."Haris membasahi bibirnya. Berjalan mendekat pada Sekar."Sungguh.. maafkan aku. Bagaimana, aku bisa menebus kesalahanku?"Sekar mengerutkan dahi."Kau.. benar Har