Ferdi pun tersenyum mendengarnya.
Ia sangat senang sebab akhirnya masalah mengenai Ferdi yang mempunyai hutang fiktif kini terselesaikan.
Hanya tinggal menunggu, dan Ferdi akan mendapatkan uang 500 Jutanya.
"Baiklah. Ternyata, kau memang pria yang selalu memegang ucapanmu."
******
Ferdi kaget ketika melihat Leni yang ternyata membawa dua orang bodyguard atau lebih tepatnya, dua orang tukang pukul.
Seketika, pria itu merasa khawatir dan mulai merasa ada yang tidak beres.
"Leni, untuk apa kau membawa dua orang ini?" bisik Ferdi di telinga Leni yang kini tersenyum.
"Aku hanya ingin memastikan keamanan kita saat bertransaksi," ucap Leni.
Mendengar jawaban Leni yang mengatakan bahwa untuk memastikan keamanan saja, Ferdi menghela napas lega.
Sampailah kemudian di sebuah tempat sepi, di bagian parkiran mobil bawah tanah.
Kini, Roni sudah berdiri di hadapan Ferdi dan Leni. Roni juga terlihat mengenakan pakaian bagus yang adalah pemberian Ferdi.
Semua itu agar tidak ketahuan oleh Leni."Di mana uangnya? Bukankah kau bilang akan membayar lunas hutangmu hari ini?" tanya Roni seketika.
"Owh, jadi kamu yang dengan beraninya memukuli kekasihku ini? Aku akan membayar hutangnya sampai lunas, namun karena berhubung kau memukuli Ferdi sebelumnya..." ucap Leni yang kemudian berbalik ke belakang tepatnya ke arah dua orang yang sedari tadi menunggu.
Tatapan Leni seolah menjadi isyarat bahwa kedua orang itu sudah harus melaksanakan tugasnya.
Roni yang tidak tahu apa-apa pun hanya bisa terdiam kaku sambil terus melangkah mundur ke belakang saking takutnya.
"A-apa yang ingin kalian lakukan?" Tampak Roni merasa sangat ketakutan.
"Hahaha, tentu saja ingin memukulimu dasar bocah bodoh!" ucap kedua orang itu. Roni sempat menghela napas dan siap melawan. Perlu diketahui, Roni adalah mantan juara petinju paling ditakuti lima tahun yang lalu.
Dalam sebuah pertandingan, Roni tidak sengaja memukuli lawannya sampai mati--yang kemudian membuat Roni merasa bersalah dan memutuskan untuk tidak bertinju lagi.
Dengan kata lain, Roni bisa melawan jika ia mau.
Tapi tiba-tiba, Roni menghela napas dan memasrahkan dirinya untuk dipukul.
"Mungkin ini teguran langsung dari Tuhan karena aku telah berbohong," pikir Roni.
Pukulan demi pukulan pun kemudian diterimanya. Roni benar-benar menderita pada saat ini.
Sementara itu, Leni tersenyum bahagia melihatnya.
"Inilah akibatnya jika kau berani memukuli Ferdi, kekasihku. Menagih hutang juga tidak perlu pakai cara kasar bukan?" ucap Leni.
Roni hanya terdiam. Ia sama sekali tidak pernah menyentuh Ferdi. Bahkan, Roni tidak tahu mengapa Ferdi bisa babak belur begitu. Tentu saja, itu semua karena kebohongan yang dibuat-buat oleh Ferdi.
"Bagaimana, Sayang? Bukankah kau sudah sangat puas melihatnya? Dia telah memukulimu sampai babak belur, sekarang kita telah membalasnya." ucap Leni.
Ferdi hanya tersenyum dan mengangguk beberapa kali. Padahal, jauh di dalam hati kecil Ferdi, ia sangat merasa bersalah. Ialah yang telah menempatkan Roni dalam posisi seperti ini.
Ferdi pun tidak menyangka akan ada hal seperti ini. Pantas saja Leni ingin membayarnya secara langsung. Rupanya ingin membalas terlebih dahulu.
Tiba-tiba Ferdi merasa kasihan saat melihat Roni bersimbah darah.
"Bagus tubuhmu Boy, sangat keras dan tahan akan tinju kami berdua. Rasanya, tidak puas ingin memukulimu," ucap dua orang tukang pukul itu.
Di saat yang sama, Leni kemudian segera mendekat dan melemparkan sebuah tas kecil berisi lembaran merah.
"Ambil uangmu, 500 Juta! Aku sudah membayar lunas hutang Ferdi. Sekarang, antara kau dan Ferdi sudah tidak ada hubungan lagi," ucap Leni yang kemudian menarik tangan Ferdi dan segera pergi.
Roni hanya diam saja. Namun, kekesalannya tiba-tiba meletup ketika dua orang tukang pukul itu masing-masing meludahi Roni sebelum pergi.
Tak hanya itu, karena mengira Roni tidak bisa melawan, mereka merencanakan sesuatu!
"Boy, kita rampok uangnya sebentar bagaimana?"
"Ide bagus, kita akan mendapatkan banyak uang nantinya!"
Kedua orang itu pun segera membuat keputusan yang nantinya akan disesalkan oleh mereka.
Saat malam hari, pukul 06.00 sore.
"Hahaha, kau mau ke mana? Serahkan uangmu itu!" ucap mereka berdua yang langsung menghadang Roni.
Roni pun menghela napas. Akhirnya ada dua orang bodoh yang siap dipukuli.
"Hanya karena aku tidak melawan, jangan pikir kau bisa menindasku begitu saja. Kuberikan kesempatan terakhir, pergi dan aku akan melupakan segalanya!" ucap Roni.
"Pergi? Tentu saja kami berdua akan pergi setelah memukulimu dan mengambil uang itu."
Roni menatap ke beberapa arah dan menemukan keadaan lagi sepi. Mereka berada di tempat kumuh yang kebanyakan orang malas untuk melewati apalagi sampai nongkrong. Sehingga, tempat itu sangat sepi.
"Baiklah, tidak ada yang melihat," ucap Roni yang kemudian segera merenggangkan jari-jemarinya.
"Aku sudah memberikan kesempatan kepada kalian berdua tapi tidak diambil, maka aku akan memukulmu dan kebetulan, aku bisa mengembalikan rasa sakit yang kalian berdua berikan padaku."
Tas berisi uang masih tergantung di pinggangnya. Roni tersenyum sebelum akhirnya mulai menyerang.
Beberapa saat kemudian...
Kedua orang itu ternyata sudah babak belur. Wajahnya sudah penuh dengan bekas lebam dan tangannya juga terasa kebas. Mereka bahkan sampai tidak punya tenaga untuk berdiri.
Saat itu Roni sedang berjongkok di dekat kedua orang itu dan berkata, "Ingatlah hal ini! Kau bisa memukuliku tadi siang itu karena aku mengalah. Tapi bukan berarti karena aku mengalah, maka itu berarti aku bisa ditindas sesuka hati. Hari ini kubiarkan kamu lepas, tapi jangan sampai aku menemukanmu melakukan hal yang sama kepada orang lain."
Setelah mengatakan pesannya pada kedua orang itu, Roni kemudian segera berjalan meninggalkan kedua orang itu.
Beberapa saat berjalan, akhirnya Roni sampai rumah.
Roni kaget saat menemukan Ferdi sudah ada di depan rumahnya, sedang menunggu sedari tadi.
"Hai, Roni!"
Melihat senyuman tak bersalah dari Ferdi, Roni seketika melempar sebuah tas yang isinya tunai 500 Juta itu."Ferdi, aku sudah memberikan uangmu, sekarang kita sudah tidak ada sangkut pautnya lagi." Roni kemudian hendak masuk di rumah bobroknya, namun langsung dicegat oleh Ferdi. "Kenapa? Bukankah aku sudah membantumu? Sekarang aku ingin beristirahat!" ucap Roni, ia menatap kesal kepada Ferdi. "Kau ambil saja semua uang ini sebagai permintaan maaf'ku!" ucap Ferdi kemudian hendak memberikan kepada Roni. "Uang itu kau dapatkan dengan hasil menipu pacarmu sendiri. Aku tidak akan mau menerimanya." Ferdi kemudian terdiam. Ia paham, kalau Roni tidak akan mau menikmati uang hasil menipu."Tidak apa kalau kamu tidak mau menerima uang ini, tapi apakah kau bersedia memaafkanku? Jujur, aku tidak tahu Leni akan membawa dua orang dan berniat memukulimu terlebih dahulu.""Aku memaafkanmu." Namun, Roni--yang ingin membuka pintu rumahnya--kembali ditahan Ferdi.Karena pintunya itu memang sudah u
Ferdi tersenyu dan mengangguk. "Yah, aku mencari Roni, dia ada di mana sekarang?""Kembalilah nanti malam. Ia pergi bekerja di sebuah rumah sakit dari pagi dan baru pulang sebentar malam."Mendengar itu, Ferdi sedikit kecewa. Namun, akhirnya kembali ke mobilnya. Saat suasana kembali sepi, tiba-tiba Ferdi semakin penasaran ingin melihat isi rumah Roni seperti apa. Ia pun memutuskan untuk kembali lagi.Dengan perasaan sedikit ragu, Ferdi kemudian memutuskan untuk mencoba membuka pintu rumah Roni yang sudah terlihat bobrok. Karena memang pintunya itu sudah usang dan bobrok, kuncinya pun sudah tidak terlalu berfungsi. Hanya dengan satu dorongan dengan sedikit tenaga, pintunya kemudian terbuka. Masuklah kemudian Ferdi ke dalam. Tempatnya sangat sempit. Hanya berupa ruangan 6 kali 4 meter saja. Dalam satu ruangan itu, ada tempat tidur, kompor dan peralatan masak, toilet kecil satu kali satu meter, hanya muat untuk klosetnya saja. Bisa dibilang hanya untuk buang air. Pandangan Ferdi te
Ferdi tersenyum saat mobilnya akhirnya sampai di parkiran rumah sakit. Saat ia baru saja keluar dari mobilnya, Roni sudah menatapnya sedari tadi. Sebagai satpam, memang sudah menjadi tugasnya untuk berjaga di tempat itu. Saat Ferdi akan masuk, pria itu sempat tersenyum kepada Roni. Namun, Roni menatapnya malas. "Apa yang kamu ingin lakukan di sini?" "Apakah kau tidak melihat aku babak belur?" tanya Ferdi balik."Tapi, bukankah itu sudah akan sembuh?" "Memangnya masalah? Apakah aku tidak boleh berobat di rumah sakit ini?" Roni kemudian terdiam--tidak bisa berkata-kata. Melihat itu, Ferdi tersenyum dan menepuk pundak Toni dan kembali berkata, "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Kau adalah orang hebat di mataku." Roni kemudian menatap Ferdi tapi langsung mengalihkan pandangannya satu detik kemudian. Dia tidak mengerti ucapan pemuda penuh kebohongan ini."Baiklah, aku akan masuk dan memeriksakan kesehatanku. Kau bekerja ah dengan baik. Kau tahu? Kau adalah idolaku
"Sial, itu benarJennifer! Kenapa bisa ada di sini?" Ferdi kemudian menoleh ke arah Yulia yang masih terlihat biasa-biasa saja.Senyum manis juga turut serta menghiasi wajahnya itu."Jika Yulia sampai tahu aku mempunyai pacar lain, hubunganku dengannya mungkin akan segera berakhir!" kata Ferdi dalam hati. Bagaimana Ferdi akan menghadapi keadaan seperti ini?"Aku harus cari cara," kata Ferdi dalam hati. Untungnya, Ferdi melihat ada toilet di samping sebelah kirinya. Ide cemerlang pun muncul begitu saja."Yulia, aku ingin ke toilet dulu!" kata Ferdi kemudian tanpa pikir panjang langsung belok dan masuk ke dalam toilet. Sesaat setelahnya, Jennifer yang berada di atas kursi roda kini melewati Yulia yang kebingungan. "Sepertinya, aku mendengar suara Ferdi tadi. Apakah aku salah dengar?" Ia pun sempat menatap ke arah toilet tempat Ferdi masuk.Kepalanya yang terasa sakit membuat Jennifer sedari tadi memegangi kepalanya dan tidak fokus melihat ke depan. Jadi, dia memutuskan untuk segera
Jennifer menghela napas sambil memegang kepalanya yang terasa sakit."Maafkan aku, aku tidak berada di restoran itu sekarang," kata Jennifer."Lalu di mana kamu sekarang? kata Ferdi pura-pura bertanya."Rumah sakit, bisakah kau datang ke sini sekarang?" kata Jennifer.Mata Ferdi membulat sempurna. Dia teringat Yulia bekerja di sana. Namun, dia kini tidak punya alasan."Baiklah, aku akan segera ke sana. Kamu tunggulah aku!" kata Ferdi di telepon. Pada akhirnya, Ferdi memutuskan untuk pergi menjenguk Jennifer. Dari pada nantinya ia semakin marah dan membuat dirinya benar-benar rugi jika hubungannya dengan Jennifer hancur, kan?Mengingat, Jennifer adalah 'atm berjalan' milik Ferdi yang juga menguntungkan. "Baiklah, aku akan menunggumu!" kata Jennifer kemudian menutup telepon. Ferdi kemudian menghela napas. "Aku tidak boleh langsung masuk. Aku harus menunggu beberapa saat. Dengan begitu, Jennifer akan berpikir saya perjalanan ke rumah sakit," pikir Ferdi. Namun, Ferdi dilema begitu
Ferdi kemudian menghela napas berat dan langsung menunjukkan kepada Jennifer raut wajahnya yang terlihat merasa sangat sedih. "Kau tidak tahu, betapa khawatirnya aku pada saat ini. Bahkan, saat tahu kamu masuk rumah sakit, aku langsung bergegas ke sini dan mengebut di jalanan. Sial bagiku aku ditilang. Aku sudah berusaha sebaik mungkin tapi polisi itu mempersulit diriku. Akhirnya, harus menggunakan uang jajan terakhirku untuk menyogoknya. Setelah itu, aku bergegas ke sini." Jennifer kini terdiam."Bahkan setelah sampai di sini, aku ke resepsionis dan langsung ke sini. Saat sampai aku masih sangat mengkhawatirkan dirimu. Kemudian mempertanyakan tentang bagaimana keadaan mu. Tapi, kau malah bertanya hal lain?" kata Ferdi."Tidakkah kau berpikir bagaimana khawatirnya aku? Cih, aku tahu. Aku memang hanyalah pemuda miskin dan rendahan kali ini. Makanya kamu tidak mempercayaiku lagi kan?" kata Ferdi.Kalimat demi kalimat yang terucap di mulutnya tidak hanya membuat Jennifer tidak jadi mara
Si pedagang sate akhirnya mendahulukan Ferdi saat diberikan uang tiga ratus ribu. "Terima kasih," kata Ferdi saat ia menerima bungkus satenya. Ferdi kemudian segera menuju rumah sakit. "Semoga aja Yulia nggak ada malam ini." pikir Ferdi yang sangat berharap Yulia masih di warung makan sederhana dan langsung pulang saja setelahnya. Jika Yulia kembali ke rumah sakit, itu justru akan membuat Ferdi mendapatkan berbagai masalah.Ferdi menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah sakit. "Kenapa mendadak Jennifer bisa sakit keras begini? Padahal sebelumnya baik-baik saja." pikir Ferdi saat sudah berada di dalam lift. Ia terus mengingat perkataan Yulia yang mengatakan bahwa Jennifer sakit keras dan terus menyebut namanya. Sesampainya di bangsal VIP 07, mata Ferdi membulat sempurna saat melihat Jennifer ternyata justru jauh lebih baik dari sebelumnya. "Sial, apakah Yulia berbohong padaku?" pikir Ferdi. "Eh, kamu sudah datang?" kata Jennifer kemudian tersenyum
Ferdi kini hanya terdiam menatap ibunya terbaring lemas di atas ranjang pasien. "Nak Ferdi... Nak Ferdi... Maafkan Ibu Nak..." Ferdi kini bisa mendengar suara pelan keluar dari mulut ibu kandungnya itu. Ferdi hanya berdiri di sampingnya dan terdiam tanpa kata-kata. Perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan mulai dirasakan oleh Ferdi. Ia menutup matanya kemudian mengingat peristiwa puluhan tahun lalu.***Flashback On***"Maafkan aku mas, aku sudah tidak tahan hidup miskin bersamamu. Aku akan pergi bersama seorang pria yang lebih kaya darimu. Aku akan menikah dengannya!" kata Jennifer ibu Ferdi. Saat itu Ferdi masih kecil mungkin berumur lima tahun. "Ibu... jangan pergi ibu! Kumohon jangan tinggalkan kamu ibu!" Ferdi saat itu sampai memohon dan memegang kaki ibunya agar tidak pergi. Namun, demi melepaskan pelukan Ferdi kecil dari kakinya, ia menganyungkan kakinya sampai Ferdi terpental. "Aku tidak Sudi hidup menderita bersama dengan kalian. Aku akan menjalani kehidupanku dengan ba
Ferdi yang kini berada di sebuah kafe kemudian terdiam cukup lama. Ia akhirnya sudah minum-minum sampai mabuk berat. Satu hari sejak kematian Ibu Ferdi. Tepatnya saat malam hari pukul tujuh malam. "Tidak peduli seberapa keras aku ingin berpaling, tapi hati kecilku terasa sangat ingin melihat Ibu untuk yang terakhir kalinya. Padahal jelas-jelas aku sangat membenci ibuku itu." kata Ferdi dalam hati. Setelah mempertimbangkan banyak hal, ia memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Namun sebelum itu ia menelepon terlebih dahulu. Telepon kemudian tersambung. "Yulia, aku akhirnya menyadari kalau aku sudah keterlaluan kemarin, aku minta maaf. Aku sadar, meskipun saat kecil ibuku telah meninggalkan ku, tapi dia masih perduli terhadapku. Ia membiayai sekolahku sampai kuliah. Dan betapa bodohnya aku saat mengetahui fakta ini... aku justru memutuskan untuk berhenti kuliah dan meninggalkan segala mimpiku untuk bisa menjadi dokter. Segalanya telah terbuang sia-sia, yang tersisa hanyalah penyesal
Ferdi kini berada di alun-alun kota sedang duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di pinggir jalan. Saat itu hujan turun dengan sangat deras dan Ferdi sedang melamun memikirkan Ibunya. "Sial, kenapa aku malah ketemu dengan ibuku lagi?" pikir Ferdi. Ia tidak peduli lagi dengan air yang membasahi tubuhnya. Tring!Nada dering telepon yang berbunyi tidak membuat Ferdi bergeming. Smartphone miliknya yang anti air pun tidak rusak meski diguyur hujan di dalam sakunya. Leni yang kebetulan sedang berjalan menggunakan payung kemudian segera menghampiri Ferdi. "Sialan orang ini, dia meminjam mobilku dan berjanji akan kembali untuk menjemput dan mengantarkan aku pulang. Tapi faktanya aku telepon malah tidak digubris. Aku pun sampai terpaksa naik taksi pulang." kata Leni kesal. Sebelumnya Ferdi memang meminjam mobil Leni dan pergi ke rumah sakit. "Ferdi, apa yang kau lakukan di sini? Kau meminjam mobilku dan berkata akan datang dan menjemput kemudian mengantarkan aku pulang. Tapi keman
Ferdi kini hanya terdiam menatap ibunya terbaring lemas di atas ranjang pasien. "Nak Ferdi... Nak Ferdi... Maafkan Ibu Nak..." Ferdi kini bisa mendengar suara pelan keluar dari mulut ibu kandungnya itu. Ferdi hanya berdiri di sampingnya dan terdiam tanpa kata-kata. Perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan mulai dirasakan oleh Ferdi. Ia menutup matanya kemudian mengingat peristiwa puluhan tahun lalu.***Flashback On***"Maafkan aku mas, aku sudah tidak tahan hidup miskin bersamamu. Aku akan pergi bersama seorang pria yang lebih kaya darimu. Aku akan menikah dengannya!" kata Jennifer ibu Ferdi. Saat itu Ferdi masih kecil mungkin berumur lima tahun. "Ibu... jangan pergi ibu! Kumohon jangan tinggalkan kamu ibu!" Ferdi saat itu sampai memohon dan memegang kaki ibunya agar tidak pergi. Namun, demi melepaskan pelukan Ferdi kecil dari kakinya, ia menganyungkan kakinya sampai Ferdi terpental. "Aku tidak Sudi hidup menderita bersama dengan kalian. Aku akan menjalani kehidupanku dengan ba
Si pedagang sate akhirnya mendahulukan Ferdi saat diberikan uang tiga ratus ribu. "Terima kasih," kata Ferdi saat ia menerima bungkus satenya. Ferdi kemudian segera menuju rumah sakit. "Semoga aja Yulia nggak ada malam ini." pikir Ferdi yang sangat berharap Yulia masih di warung makan sederhana dan langsung pulang saja setelahnya. Jika Yulia kembali ke rumah sakit, itu justru akan membuat Ferdi mendapatkan berbagai masalah.Ferdi menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah sakit. "Kenapa mendadak Jennifer bisa sakit keras begini? Padahal sebelumnya baik-baik saja." pikir Ferdi saat sudah berada di dalam lift. Ia terus mengingat perkataan Yulia yang mengatakan bahwa Jennifer sakit keras dan terus menyebut namanya. Sesampainya di bangsal VIP 07, mata Ferdi membulat sempurna saat melihat Jennifer ternyata justru jauh lebih baik dari sebelumnya. "Sial, apakah Yulia berbohong padaku?" pikir Ferdi. "Eh, kamu sudah datang?" kata Jennifer kemudian tersenyum
Ferdi kemudian menghela napas berat dan langsung menunjukkan kepada Jennifer raut wajahnya yang terlihat merasa sangat sedih. "Kau tidak tahu, betapa khawatirnya aku pada saat ini. Bahkan, saat tahu kamu masuk rumah sakit, aku langsung bergegas ke sini dan mengebut di jalanan. Sial bagiku aku ditilang. Aku sudah berusaha sebaik mungkin tapi polisi itu mempersulit diriku. Akhirnya, harus menggunakan uang jajan terakhirku untuk menyogoknya. Setelah itu, aku bergegas ke sini." Jennifer kini terdiam."Bahkan setelah sampai di sini, aku ke resepsionis dan langsung ke sini. Saat sampai aku masih sangat mengkhawatirkan dirimu. Kemudian mempertanyakan tentang bagaimana keadaan mu. Tapi, kau malah bertanya hal lain?" kata Ferdi."Tidakkah kau berpikir bagaimana khawatirnya aku? Cih, aku tahu. Aku memang hanyalah pemuda miskin dan rendahan kali ini. Makanya kamu tidak mempercayaiku lagi kan?" kata Ferdi.Kalimat demi kalimat yang terucap di mulutnya tidak hanya membuat Jennifer tidak jadi mara
Jennifer menghela napas sambil memegang kepalanya yang terasa sakit."Maafkan aku, aku tidak berada di restoran itu sekarang," kata Jennifer."Lalu di mana kamu sekarang? kata Ferdi pura-pura bertanya."Rumah sakit, bisakah kau datang ke sini sekarang?" kata Jennifer.Mata Ferdi membulat sempurna. Dia teringat Yulia bekerja di sana. Namun, dia kini tidak punya alasan."Baiklah, aku akan segera ke sana. Kamu tunggulah aku!" kata Ferdi di telepon. Pada akhirnya, Ferdi memutuskan untuk pergi menjenguk Jennifer. Dari pada nantinya ia semakin marah dan membuat dirinya benar-benar rugi jika hubungannya dengan Jennifer hancur, kan?Mengingat, Jennifer adalah 'atm berjalan' milik Ferdi yang juga menguntungkan. "Baiklah, aku akan menunggumu!" kata Jennifer kemudian menutup telepon. Ferdi kemudian menghela napas. "Aku tidak boleh langsung masuk. Aku harus menunggu beberapa saat. Dengan begitu, Jennifer akan berpikir saya perjalanan ke rumah sakit," pikir Ferdi. Namun, Ferdi dilema begitu
"Sial, itu benarJennifer! Kenapa bisa ada di sini?" Ferdi kemudian menoleh ke arah Yulia yang masih terlihat biasa-biasa saja.Senyum manis juga turut serta menghiasi wajahnya itu."Jika Yulia sampai tahu aku mempunyai pacar lain, hubunganku dengannya mungkin akan segera berakhir!" kata Ferdi dalam hati. Bagaimana Ferdi akan menghadapi keadaan seperti ini?"Aku harus cari cara," kata Ferdi dalam hati. Untungnya, Ferdi melihat ada toilet di samping sebelah kirinya. Ide cemerlang pun muncul begitu saja."Yulia, aku ingin ke toilet dulu!" kata Ferdi kemudian tanpa pikir panjang langsung belok dan masuk ke dalam toilet. Sesaat setelahnya, Jennifer yang berada di atas kursi roda kini melewati Yulia yang kebingungan. "Sepertinya, aku mendengar suara Ferdi tadi. Apakah aku salah dengar?" Ia pun sempat menatap ke arah toilet tempat Ferdi masuk.Kepalanya yang terasa sakit membuat Jennifer sedari tadi memegangi kepalanya dan tidak fokus melihat ke depan. Jadi, dia memutuskan untuk segera
Ferdi tersenyum saat mobilnya akhirnya sampai di parkiran rumah sakit. Saat ia baru saja keluar dari mobilnya, Roni sudah menatapnya sedari tadi. Sebagai satpam, memang sudah menjadi tugasnya untuk berjaga di tempat itu. Saat Ferdi akan masuk, pria itu sempat tersenyum kepada Roni. Namun, Roni menatapnya malas. "Apa yang kamu ingin lakukan di sini?" "Apakah kau tidak melihat aku babak belur?" tanya Ferdi balik."Tapi, bukankah itu sudah akan sembuh?" "Memangnya masalah? Apakah aku tidak boleh berobat di rumah sakit ini?" Roni kemudian terdiam--tidak bisa berkata-kata. Melihat itu, Ferdi tersenyum dan menepuk pundak Toni dan kembali berkata, "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Kau adalah orang hebat di mataku." Roni kemudian menatap Ferdi tapi langsung mengalihkan pandangannya satu detik kemudian. Dia tidak mengerti ucapan pemuda penuh kebohongan ini."Baiklah, aku akan masuk dan memeriksakan kesehatanku. Kau bekerja ah dengan baik. Kau tahu? Kau adalah idolaku
Ferdi tersenyu dan mengangguk. "Yah, aku mencari Roni, dia ada di mana sekarang?""Kembalilah nanti malam. Ia pergi bekerja di sebuah rumah sakit dari pagi dan baru pulang sebentar malam."Mendengar itu, Ferdi sedikit kecewa. Namun, akhirnya kembali ke mobilnya. Saat suasana kembali sepi, tiba-tiba Ferdi semakin penasaran ingin melihat isi rumah Roni seperti apa. Ia pun memutuskan untuk kembali lagi.Dengan perasaan sedikit ragu, Ferdi kemudian memutuskan untuk mencoba membuka pintu rumah Roni yang sudah terlihat bobrok. Karena memang pintunya itu sudah usang dan bobrok, kuncinya pun sudah tidak terlalu berfungsi. Hanya dengan satu dorongan dengan sedikit tenaga, pintunya kemudian terbuka. Masuklah kemudian Ferdi ke dalam. Tempatnya sangat sempit. Hanya berupa ruangan 6 kali 4 meter saja. Dalam satu ruangan itu, ada tempat tidur, kompor dan peralatan masak, toilet kecil satu kali satu meter, hanya muat untuk klosetnya saja. Bisa dibilang hanya untuk buang air. Pandangan Ferdi te