Raja Raksasa lama sekali tumbang dan tidak sadarkan diri oleh serangan Rawindra ini.“Kamu mengalahkan Raja Raksasa?” tanya Adista dengan takjub saat mendekati Rawindra.“Bagaimana kalau dia sadar kembali, Windra?” tanya Sagara.“Biarkan saja, Kak Sagara! Apabila raksasa sudah kalah tiga kali maka mereka tidak akan melawan lagi!” sahut Rawindra.“Kamu yakin, Windra? Bagaimana kalau dia tiba-tiba bangun terus memakan kita?” tanya Sagara.“Aku jamin, Kak Sagara! Seyakinnya aku saat tahu kalau raksasa takut dengan api!” ujar Rawindra.“Jadi ... api yang mengalahkan Raja Raksasa ini hingga pingsan?” tanya Sagara.“Benar sekali! Ketakutan terhadap api mengalahkan rasa sakit akibat pukulan ataupun hal lainnya!” jelas Rawindra.“Kamu tahu dari mana semua tentang raksasa ini?” tanya Adista yang bingung dengan kecerdasan Rawindra yang belum pernah ditunjukkannya selama ini.“Kakek sering cerita padaku tentang raksasa saat aku kecil, jadi aku masih ingat beberapa cerita dari kakek yang ternyata
“Perang saudara yang terjadi memang membuat banyak raksasa yang tewas sia-sia untuk tujuan yang tidak pasti. Tapi masih tersisa banyak raksasa di alam ini, hanya saja semua raksasa di negeri ini harus melayani pemimpin baru di negeri ini yang disebut Great Supreme.“Siapa itu, Great Supreme?” tanya Rawindra.“Manusia yang awalnya kelihatan baik sehingga kami terima di dalam lingkungan kami, tapi manusia ini mempunyai niat jahat terhadap bangsa raksasa. Merasa elemental chi banyak tersebar di alam ini, manusia ini melakukan sesuatu yang membuatnya menjadi hebat seperti sekarang. Dia membiarkanku tetap berkuasa di istana raksasa yang hanya tinggal diriku saja! Itu membuat dirinya senang, sementara raksasa lainnya harus melayaninya dengan menjadi pasukannya.”“Kenapa dia lakukan itu? Apa yang direncanakan Great Supreme dengan membiarkanmu sendirian di sini?” tanya Rawindra yang semakin heran dengan kejadian aneh ini.“Saat dia datang ke Negeri Raksasa ini, dia merupakan pemuda yang sanga
“Kita harus ke Alam Iblis untuk mencari Kitab Rahasia Pendekar ini. Apa kalian mau ikut denganku?" tanya Rawindra."Apa kita kembali saja ke Pulau Pedang? Mencari Kitab Rahasia Pendekar ini seperti mencari sesuatu yang sangat mustahil! Belum tentu juga Kitab Rahasia Pendekar ini benar-benar ada, Windra!" saran Adista.“Aku yakin kalau Kitab Rahasia Pendekar ini benar-benar ada. Kalian kembali saja untuk melapor kepada Master Arkantra! Aku akan melanjutkan perjalanan ke Alam Iblis!' seru Rawindra.Sagara hanya menggelengkan kepalanya melihat tekad Rawindra yang pantang menyerah.“Kamu ini sangat keras kepala, Windra! Aku akan ikut denganmu!" sahut Sagara."Aku juga ikut!" sambung Adista."Kenapa kalian ikut denganku menempuh bahaya? Tadi saja hampir kita tewas oleh Raja Raksasa yang salah pengertian dengan kita ... aku tidak tahu bagaimana sambutan yang akan kita dapat di Alam Iblis!" seru Rawindra.“Kami tidak peduli! Kita ini Tiga Sekawan ... tidak boleh terpisahkan sesuai janji kita
"Apa petunjuk dari Aryaloka bisa dipercaya?" tanya Sagara."Aku mempercayainya karena dia jugaa butuh bantuan kita, jadi tidak mungkin dia menyesatkan jalan kita!" sahut Rawindra."Berarti kita menuju ke arah timur seperti yang dikatakan oleh Raja Raksasa itu? Bahaya apa ya yang akan menghadang perjalanan kita nantinya menuju Alam Iblis?" ujar Adista.Gadis ini sebenarnya tidak perlu khawatir dengan perjalanan mereka ini.Perjalanan menuju Alam Iblis seperti tanpa rintangan sama sekali.Alam Raksasa ini seakan bersih dari makhluk-makhluk besar yang pernah hidup di alam ini tapi sudaah musnah sekarang. Tidak ada yang tahu bagaimana banyaknya makhluk di Alam Raksasa ini bisa musnah begitu saja tanpa tersisa sama sekali."Apa makhluk--makhluk besar ini musnah karena perang saudara yang dilakukan oleh raksasa-raksasa ini ya?" tanya Rawindra."Mungkin saja, Windra! Kita hanya melalui tanaman-tanaman yang besar saja di sini, tapi tidak ada makhluk hidup apapun yang kita temui sepanjaang per
Suasana jembatan gantung ini sangat sepi sehingga menambah kecurigaan Tiga Sekawan ini kalau ada sesuatu yang sedang menunggu mereka.“Hati-hati ... kita tidak pernah tahu apa yang akan menunggu kita di atas jembatan gantung ini!” kata Sagara yang paling berhati-hati di antara mereka bertiga.“Kata Aryaloka tadi, ada desa yang cukup menyeramkan yang harus kita lalui setelah melalui jembatan gantung ini. Kalau tidak salah namanya Desa Iblis. Dia memperingatkan kita untuk berhati-hati di desa ini,” ujar Rawindra.“Apa penghuni desa ini iblis semua?” tanya Adista.“Justru kebalikannya. Banyak manusia yang menghuni Desa Iblis ini tapi menganut semacam kepercayaan terhadap makhluk tertentu untuk menjadi pendekar yang kuat!” sahut Rawindra.“Apa mereka memuja iblis yang menghuni Alam Iblis ini?” tanya Adista.“Mungkin juga! Kita harus berhati-hati terhadap mereka ... jangan mudah percaya dengan semua ucapan mereka. Ingat, kita berada di Alam Iblis!” sahut Sagara.“Hahaha ... benar juga kata
Ssst ...Adista memberi isyarat kepada Rawindra dan Sagara agar tidak bersuara karena gadis ini melihat salah satu pendekar keluar dari rumahnya."Jangan bersuara dahulu. Ada satu pendekar yang keluar ke jalanan, mungkin inginn melakukan ritual dengan parasit kabut putih," bisik Adista.Pendekar ini tampak berdiri di tengah jalan sambil merentangkan kedua tangannya seakan sedang menyambut sesuatu yang akan datang padanya.Setelah beberapa saat terdiam di tengah jalanan desa, pendekar ini mulai memanggil kabut putih."Kabut putih, aku mengundangmu untuk bersatu di dalam tubuhku dan memberiku kekuatan yang besar!" seru pendekar yang rupanya memang hendak bergabung dengan parasit di dalam kabut putih sesuai dugaaan Adista.Kabut putih masih belum terlihat tapi pendekar ini sudah yakin kalau kabut putih ini akan datang dan bergabung dengannya."Kita harus menunda dahulu rencana kita untuk keluar, karena ada satu pendekar yang berada di jalanan desa. Kalau kita keluar sekarang, rawan untuk
Tiga Sekawan harus bersembunyi dari warga Desa Iblis yang mengincar pendatang asing. Ada kepercayaan dari warga desa ini untuk menyerahkan pendatang asing kepada penunggu Hutan Angker, bahkan juga kepada makhluk-makhluk ganas dan parasit dari kabut yang sering datang ke Desa Iblis di malam hari."Adista ... kamu yakin aman kalau kita keluar dari Desa Iblis sekarang? Pendekar yang dirasuki parasit masih keliaran, bagaimana kalau dia memergoki kita?" tanya Rawindra."Kalau pendekar ini sudah terinfeksi parasit sempurna maka dia bisa melacak keberadaan kita, Rawindra!" ujar Adista. “Makanya kita harus cepat pergi menjauh darinya!"“Beruntung kamu banyak baca buku kuno, Adista! Kalau tidak, kita tidak akan bisa melewati Desa Iblis ini!” puji Rawindra."Aku sudah muak dengan kondisi Desa Iblis yang kejam ini! Tidak ada satupun warga desa yang berani melawan kabut putih ataupun kabut tebal ini karena dianggap dewa yang melindungi desa ini! Bahkan mereka terus memuja penunggu Hutan Angker. S
Kepulan asap yang tebal akibat tabrakan energi ini memberi kesempatanbagi mereka untuk kabur ke dalam Hutan Angker tanpa kelihatan oleh pendekar parasit maupun warga Desa Iblis.Kalaupun kelihatan, tidak akan ada yang berani untuk menyusul mereka masuk ke dalam Hutan Angker ini.Perjalanan di dalam Hutan Angker lebih sulit daripada yang diduga mereka sebelumnya.Tidak ada jalan setapak yang bisa dilalui oleh Tiga Sekawan ini, seperti yang mereka harapkan.Jalanan di hutan tertutup suluran akar pepohonan besar serta tanaman rambat yang menutupi jalan sehingga Sagara harus membuka jalan di dalam dengan menebas tanaman liar ini menggunakan pedangnya.“Kenapa tidak ada jalan yang terbuka di hutan ini? Apa tidak ada yang pernah melewati hutan ini?” tanya Sagara.“Ada alasannya hutan ini disebut Hutan Angker, Tuan Muda! Penduduk desa tidak akan ada yang berani memasuki Hutan Angker ini?” ujar Adista.“Benar katamu, Adista! Menurutku kita terus saja! Bahaya apa yang bisa menghalangi kita unt