Berulang kali Ghazanvar yang duduk di kursi penumpang belakang mengembuskan napas gusar, dia mengusap wajahnya kasar lalu menyugar rambut ke belakang.Ghazanvar sangat frustrasi lantaran mimpi tentang kecelakaan tersebut semakin hari semakin jelas saja dan dalam mimpi itu seolah mereka ulang kejadian dengan Ghazanvar yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.Tangis Naraya juga tidak berhenti berkelebat dalam benaknya membuat Ghazanvar didera perasaan bersalah yang hebat.“Pak, kita ke rumah sakit mami.” Ghazanvar memberi instruksi kepada sang driver.“Baik, Pak.” Driver itu pun menyahut cepat.Setelah itu dia merogoh ponsel dari saku jas untuk menghubungi sekretaris dan orang kepercayaannya.“Selamat siang Pak Ghazanvar.” Alex menjawab panggilan itu padahal Ghazanvar belum merasa mendengar nada sambung.“Lex, suruh Mita yang ketemu pak Sudibyo … saya masih ada urusan.”Yang berarti Alex harus berkoordinasi lagi dengan sekertaris pak Sudibyo atas kealpaan Ghazanvar.“Baik, Pak.” Seb
Ghazanvar yang sudah berpakaian rapih siap berangkat ke Bandung sedang berjongkok untuk memasukan makanan anabul ke dalam dispenser.Chiko-kucing peliharaan Ghazanvar datang mendekat, mengendus-endus wadah yang kemudian terisi makanannya.Ghazanvar mengelus-ngelus kepala Chiko yang tengah lahap menikmati sarapan pagi.“Daddy pergi dulu ya, kamu boleh keluar kamar tapi enggak boleh keluar rumah,” kata Ghazanvar berpesan.“Meow ….” Chiko menyahut kemudian melanjutkan kembali sarapan paginya.Ghazanvar bangkit dan menarik langkah keluar dari kamar.“Bi, tolong nanti siang Chiko dikasih makanan basah ya! Jangan lupa tutup pintu belakang biar Chiko enggak keluar … nanti kaya kemarin susah nyarinya.” Ghazanvar berpesan ketika bertemu asisten rumah tangga di ruang tamu di mana seluruh keluarganya ternyata sudah berkumpul.“Iya, Bang.” Wanita paruh baya itu merespon cepat lantas pergi karena sudah tidak memiliki kepentingan di sana.“Ih … ganteng banget anak, Mami.” Mami mengusap-ngusap punda
“Tunggu di sini,” kata mami kepada ke empat anaknya yang lain.Beberapa orang yang duduk di kursi teras langsung berdiri mempersilahkan mereka duduk.“Bu Zara … Pak Arkana … Ghaza.” Pak Rukmana menyebut nama mereka bertiga yang sudah berdiri di depan pintu.Beliau bangkit dari kursi di ruang tamu di mana kini telah dipenuhi banyak orang dans menjadikan mami papi serta Ghazanvar sebagai pusat perhatian.Semua paman Naraya ada di sana bersama para istri dan seorang pria asing yang baru mereka lihat.Yang pertama kali Ghazanvar cari adalah Naraya, gadis itu terlihat sedang mengusap air matanya dengan mata bengkak sehabis menangis.Mata bulat Naraya menatap Ghazanvar penuh tanya.“Pak Rukmana, apa kabar? Saya kebetulan ada acara di Bandung jadi mampir ketemu Nay.” Mami Zara beralasan, beliau memberikan sebuah keresek besar berisi kue kepada Pak Rukmana. “Haduuuh, Terimakasih Ibu dan Bapak baik sekali … mohon maaf sekali ini, Pak … Bu … Ghaza … kami sedang ada pertemuan keluarga, tapi bil
“Nay, kamu mau enggak nikah sama Abang Ghaza?” Naraya tidak menjawab pertanyaan mami Zara dengan kata-kata, dia hanya memberikan senyum serba salah karena tidak berani menolak secara langsung di depan Ghazanvar yang saat itu ekspresi wajahnya tampak terkejut.Entah terkejut karena mami tiba-tiba melakukan sikap impulsif dengan bertanya seperti itu atau Ghazanvar sudah mengutarakan keinginan menikahinya tapi tidak menyangka kalau mami akan mengatakannya sekarang kepada Naraya.Tapi sepertinya alasan kedua tidak mungkin, atas dasar apa Ghazanvar ingin menikahi Naraya sedangkan mereka baru dipertemukan saat musibah terjadi.Naraya menggelengkan kepalanya yang terasa pening sambil memejamkan mata.Dia tidak ingin menikah dengan siapapun sekarang ini, kuliahnya saja belum selesai dan tanah kuburan kedua orang tuanya masih basah, masa Naraya mau membuat pesta pernikahan?Tapi tawaran mami Zara sangat menggiurkan, beliau mengatakan akan memberikan sejumlah uang sesuai hak paman Eka dan pama
“Mami kenapa tadi bisa-bisanya ngomong gitu sama Nay?” Ghazanvar bertanya baik-baik.Mereka sekeluarga sedang menikmati ronde jahe di ruang televisi yang luas dan lengkap dengan perapian.Udara di sini memang sangat dingin apalagi malam hari.Semenjak meninggalkan rumah Naraya, tidak ada yang berani membahas tentang lamaran mami Zara kepada Naraya.“Kamu ‘kan lihat dan dengar sendiri … Naraya harus memberikan sejumlah uang sama kedua pamannya terus bayar utang sama si aki-aki bangkotan itu … sedangkan Naraya enggak mau jual rumah, itu ‘kan rumah mendiang orang tuanya … banyak kenangan di sana.” Mami menjawab cukup panjang lebar tapi tidak dapat memuaskan Ghazanvar dan keempat adiknya.“Kan bisa, kita kasih Naraya uang untuk membantunya lepas dari masalah,” celetuk Arnawarma yang langsung mendapat anggukan setuju dari Ghazanvar.“Atas dasar apa? Memangnya Nay akan menerima begitu aja?” Mami Zara bertanya balik.“Kalau imbalannya adalah menjadi istri Abang ‘kan masuk akal,” sambungnya m
Ponsel Naraya berdering sesaat setelah menutup sambungan telepon dengan mami Zara yang diakhiri informasi mengenai rencana Ghazanvar menjemput besok pagi agar mereka berdua bisa bicara.Siapa lagi kalau bukan panggilan video sebelum tidur dari Anggit dan Afifah.Semenjak kedua sahabat Naraya itu kembali ke Jakarta, kegiatan ini rutin dilakukan sehingga Naraya tidak tenggelam dalam kesedihannya sebelum tidur.“Naaaay!” Afifah berseru, wajahnya dibalut tissue masker wajah.“Lagi apa Nay?” Anggit yang bertanya.“Baru aja teleponan sama mami.” Naraya menjawab, dia jatuhkan tubuhnya di atas ranjang.“Mami dari cowok yang jadi saksi kecelakaan ibu bapak kamu itu?” Afifah menebak.Sesungguhnya Afifah sudah curiga sedari awal Naraya menceritakan tentang cowok bernama Ghaza dan keluarganya yang kelewat baik tapi dia tidak ingin membebani Naraya jadi memilih menyimpan kecurigaannya sendiri.Afifah menduga kalau Ghaza ini lah yang menyebabkan kedua orang tua Naraya kecelakaan.Apalagi Naraya men
“Kamu mau ke mana?” Bi Eti bertanya dengan nada lebih bersahabat setelah Naraya memberikan uang padahal hanya seratus ribu.Mungkin beliau berpikir bisa mengantongi sisa uang yang dibelanjakan untuk makan hari ini.“Ada urusan penting,” kata Naraya lantas melengos pergi tidak menggunakan sopan santun.Bi Eti memajukan bibirnya meledek Naraya saat gadis cantik berambut panjang itu berjalan menjauh.Naraya melirik sebal ke arah paman Eka dan istrinya yang sedang menonton televisi saat melewati ruang keluarga.Dia keluar dari rumah tanpa pamit. Naraya menarik handle pintu untuk menutup benda tersebut.Naraya kesal sekali karena kedua paman berserta istri mereka belum juga pergi dari rumahnya.Dia masih berdiri menghadap pintu lalu tubuhnya condong ke depan menempelkan kening dengan pintu.“Bapak … Ibu … Nay akan coba pertahankan rumah ini, tapi kalau Nay enggak mampu—Bapak sama Ibu jangan marah atau sedih ya … Nay berjuang sendirian ….” Naraya melirih bicara sendiri.Dan saat dia memutar
“Enggak jelas banget sih nih cowok!” Naraya misuh-misuh karena Ghazanvar tidak menjawab pertanyaannya tapi bersedia membantunya turun dari mobil setelah itu tidak menyingkir saat kakinya telah memijak tanah sehingga dada mereka menempel dan Naraya dapat menghirup aroma parfum masculin Ghazanvar yang mampu membuat darahnya berdesir kencang.Naraya mengikuti Ghazanvar di belakang dengan menjaga jarak.“Ayo Nay!” Ghazanvar berseru sembari melempar tangannya ke belakang setelah membeli tiket.“Apa maksudnya coba? Ya masa Nay raih tangannya terus kita gandengan tangan? Kita ‘kan enggak pacaran, tadi Nay tanya apa sebenarnya dia ingin menikah sama Nay atau enggak … dia enggak jawab sama sekali.” Naraya menggerutu di dalam hati.Ghazanvar masih berjalan di depan dengan tangan terulur ke belakang menunggu Naraya meraihnya tapi Naraya tak kunjung memegang tangannya jadi Ghazanvar menoleh ke belakang.Dia menghentikan langkah menatap Naraya, sorot matanya tak terbaca.Naraya berjalan menunduk
Satu topik pembicaraan yang sampai saat ini tidak pernah berani Ghazanvar dan Naraya bahas adalah tentang keterlibatan Ghazanvar dalam dunia hitam sebagai penerus sang papi.Naraya bisa mengijinkan Ghazanvar touring bersama teman-teman ghenk motornya tapi melakukan sesuatu yang berhubungan dengan dunia hitam—Naraya sulit sekali memberi ijin kepada Ghazanvar untuk pergi.“Sayang ….” Ghazanvar mengikuti Naraya ke kamar Zion karena dari Baby monitor terdengar suara Zion menangis.“Nan, Zion sama saya aja …,” kata Naraya alih-alih merespon panggilan suaminya yang telah menggunakan pakaian stelan jas lengkap padahal hari sudah larut malam.“Nanny keluar aja,” pinta Naraya agar Nanny tidak mendengar percakapan mereka. Nanny mengangguk tanpa membantah lalu keluar dari kamar Zion tidak lupa menutup pintu.“Sayang …,” panggil Ghazanvar lagi meminta perhatian Naraya.Naraya membuka kancing di dadanya untuk menyusui Zion, dia lantas duduk di single sofa khusus ibu menyusui yang bisa bera
Hari ini Gunadhya menggelar hajat besar untuk pernikahan Zyandru-anak bungsu dari om Kama dan tante Arshavina.Tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba kakak sepupu Ghazanvar yang baru saja pulang dari menyelesaikan pendidikan S2 di Amerika itu menikah dengan anak pesaing bisnis ayahnya.Menurut gosip yang beredar dari kalangan Gunadhya, calon mempelai pengantin wanita mendapat wasiat dari mendiang ayahnya untuk menikah dengan Zyandru.Dan yang membuat heran adalah om Kama dengan ayah dari calon mempelai wanita sering berseteru karena bersaing ketat dalam bisnis.Karena hal tersebut muncul dugaan kalau ada perjanjian menguntungkan yang dilakukan Zyandru dengan calon istrinya hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.Jadi pagi sekali Naraya sudah didandani oleh Mua ternama langganan para artis dan ibu pejabat yang diundang datang ke rumah. Menurut informasi, Svarga dan Zaviya akan datang saat resepsi jadi Ghazanvar dan Naraya harus datang di akad nikah.Ghazanvar dan Sv
Beberapa bulan kemudian Anasera melahirkan putri cantik bernama Alenna Keiza Gunadhya.Dan malam minggu ini Arnawarma mengundang keluarga kecil Ghazanvar serta Radeva dan Anggit dengan Latief untuk makan malam di rumahnya.Bayi kecil bernama Keiza itu mendapat banyak kado dari sahabat mommy dan daddynya.Sama dengan Ghazanvar, Arnawarma pun memperlakukan Anasera layaknya Ratu.Ada banyak asisten rumah tangga serta perawat yang mengurus Keiza dan Anasera jadi di saat lemah seperti ini Anasera hanya ongkang-ongkang kaki saja di rumah menikmati kenyamanan yang diberikan suaminya.“Ipeh berapa minggu lagi melahirkan?” cetus Ghazanvar bertanya.“Antara empat atau lima minggu lagi.” Radeva yang menjawab.“Kalian kok anteng-anteng aja jadi orang tua baru, kaya santai banget gitu … memangnya Zion sama Keiza enggak pernah bangun malem? Yang aku denger katanya kalau istri baru melahirkan si suami harus siap sedia membantu istri begadang karena menyusui.” Rad
Ghazanvar benar-benar memperlakukan Naraya seperti seorang ratu.Setelah dokter menyatakan kalau Naraya sudah diperbolehkan pulang, Ghazanvar langsung mencari Nanny untuk Zion dan suster untuk merawat Naraya.“Bang, Nay ingin ngurus Zion sendiri … Nay juga enggak butuh perawat,” bisik Naraya di telinga suaminya saat dia baru saja sampai di rumah dan bertemu dengan dua orang wanita yang usianya terpaut sekitar sepuluh tahunan lebih tua dari mereka.Ghazanvar tersenyum, memberikan seat car di mana Zion tengah terlelap kepada Nanny.“Nanti kalau dia nangis bawa ke kamar saya ya,” titah Ghazanvar kepada Nanny tanpa merespon ucapan istrinya.“Baik, Pak.” Nanny pergi membawa seat car menuju lantai dua di mana kamar Zion berada.“Air hangat untuk Ibu berendam sudah siap, saya juga tambahkan garam Himalaya agar ibu lebih rileks,” kata sang perawat.“Terimakasih ya Bu, nanti saya panggil kalau butuh sesuatu,” kata Ghazanvar menahan agar sang perawat tidak perlu ikut ke kamar mereka.Na
Dia tangkup pipi Naraya kemudian mengusapnya menggunakan ibu jari, setelah itu membungkuk melabuhkan kecupan penyemangat untuk sang istri.Naraya kembali mengejan bersama erangan cukup kuat karena dorong yang dia berikan juga mampu membuat bayi itu keluar sempurna.“Wah ibu hebat.” Dokter sampai takjub.Persalinan ini berjalan lancar tanpa kendala berarti hanya dengan tiga kali dorongan.Suara tangis bayi pecah terdengar hingga ke ruang tunggu.Detik berikutnya terdengar suara riuh di ruangan tunggu, mereka mungkin tahu yang dinanti sudah hadir ke dunia.“Selamat ya Pak, anaknya jagoan.” Dokter itu berujar kembali sembelum akhirnya memberikan bayi laki-laki itu kepada perawat untuk dibersihkan.“Terimakasih Dok,” ucap Ghazanvar lantas mengalihkan tatap pada istrinya.“Terimakasih Dok.” Mami Zara juga tak lupa mengucapkan Terimakasih, beliau sampai berlinang air mata.Mami Zara masih ingat saat di masa lalu dirinya divonis tidak bisa memiliki anak lagi, ternyata Tuhan Maha Bai
Sampai di rumah sakit, petugas medis melakukan pengecekan awal terhadap Naraya dan dinyatakan kalau istri dari Ghazanvar itu akan segera melahirkan.Saat ini rumah sakit dipenuhi oleh Gunadhya, kerabat dan tamu undangan gender reveal party.Karena berturut-turut mereka mengunjungi rumah sakit setelah menikmati hidangan yang disajikan di pesta itu.Mereka semua sempat panik saat Ghazanvar berlari sambil menggendong Naraya jadi MC langsung meng-handle acara dengan mempersilahkan para tamu menikmati sajian pesta.Beruntung hari ini adalah hari minggu di mana RS tidak menerima pasien untuk poli klinik, hanya IGD saja yang beroperasi.Dan kedatangan rombongan itu membuat suasana rumah sakit yang sepi menjadi ramai apalagi di ruang tunggu ruang bersalin.Kebetulan paman Rukmana diundang juga ke gender reveal party jadi sesuai dengan harapannya, beliau bisa menunggui Naraya melahirkan.Beserta istri dan ketiga anaknya, paman Rukmana duduk di kursi di sudut ruangan, beliau berdoa dalam
“Jadi … Papi sebenarnya udah tahu lama ya kalau Abang juga masuk dunia hitam?” Ghazanvar membuat topik pembicaraan.Ayah dan anak itu duduk bersebelahan di kursi sebuah restoran mewah dengan tema semi outdoor.Restoran tersebut sengaja Ghazanvar booking untuk acara Gender Reveal Party, memberitahu keluarga jenis kelamin bayi yang dikandung Naraya.Belum banyak keluarga dan tamu yang datang jadi mereka berdua memiliki waktu untuk mengobrol.Naraya sendiri sedang didandani di sebuah ruangan khusus yang disediakan pihak restoran.Reaksi papi Arkana atas pertanyaan Ghazanvar barusan hanya tersenyum kemudian membenarkan posisi duduk, kedua tangan pria yang masih tampan di usia paruh baya itu terlipat di depan dada dan tatapannya lurus ke venue acara gender reveal party ini dengan Backdrop yang dihiasi bunga hidup dan balon warna-warni.“Papi pernah menemukan jejak Gunadhya di suatu kekacauan yang kalian tinggalkan, tapi saat itu Papi enggak tahu percis siapa
“Eh … tetangga, mau ke mana nih bawa koper.” Ghazanvar berteriak dari balkon kamarnya.Radeva yang tengah menarik koper untuk dimasukan ke dalam mobil dengan logo tour and travel ternama lantas mengacungkan jari tengah sambil memperlihatkan tampang kesal.Ghazanvar tergelak sampai memegang perutnya.Dia lantas menoleh ke halaman rumah Arnawarma dan pemandangan yang sama pria itu dapati di sana.“Nawa! Mau ke mana?” Ghazanvar sedang menggoda sang adik.Arnawarma mendelik, raut wajahnya tampak tidak bersahabat.Bagaimana Radeva dan Arnawarma tidak kesal, mereka berdua telah dikerjai habis-habisan oleh Ghazanvar karena ternyata Ghazanvar tidak menyogok apapun agar Naraya berhenti merajuk dalam kasus batagor kemarin.Sementara Radeva dan Arnawarma sampai harus mengeluarkan materi dalam jumlah besar atas saran Ghazanvar yang penuh dusta itu demi untuk membuat sang istri berhenti merajuk.Beberapa hari kemudian terbongkar kalau Ghazanvar telah berhasil mengerjai mereka, pria itu han
“Sayang—““Sayang—““Sayang tadi—“Tiga pria itu semua kompak ingin memberikan penjelasan tapi tidak tahu harus memberikan alasan apa.Mereka juga bertanya-tanya kenapa tiga wanita itu bisa bersama dan mengetahui keberadaan mereka.Ketiga wanita yang tengah hamil itu lantas membalikan badan keluar dari sana.“Nay!” seru Ghazanvar kemudian menyusul.“Kamu bayar dulu,” kata Radeva kepada Arnawarma kemudian menarik langkah cepat meninggalkan Arnawarma.Terpaksa Arnawarma harus membayar dulu makanan serta minuman mereka sekaligus batagor yang mereka pesan.Ghazanvar dan Radeva tidak lupa membawa bungkusan batagor tapi lupa membayarnya.Dua pria lainnya sudah tidak ada di parkiran saat Arnawarma selesai.Dia lantas melajukan kendaraan roda duanya dengan kecepatan tinggi pulang ke rumah.Sedangkan tiga wanita hamil yang sekarang sedang marah besar itu datang menggunakan mobil ke sini dan pulang juga menggunakan mobil yang sama.