Di kantor Polisi tadi Ghazanvar belum meminta maaf dengan benar kepada Naraya.Sebelum hari pernikahan yang hanya tinggal dua hari lagi, Naraya dan Ghazanvar memang harus banyak bicara untuk meyakinkan apakah pernikahan ini perlu dilanjutkan atau tidak.Naraya sendiri tidak meronta lagi, dia pasrah saat Ghazanvar membawanya ke kamar milik pria itu.Memangnya apa yang akan dilakukan Ghazanvar pada Naraya di rumah orang tuanya?Justru Naraya tenang karena mami papi pasti akan menjaganya.Langkah Ghazanvar yang berada di depan Naraya berhenti di sebuah pintu.Pria itu mendorongnya dan mereka di sambut oleh nyala lampu.Seekor kucing melompat ke kaki Naraya membuatnya terkejut.“Aaaarrghh … kuciiiing!” Naraya melompat-lompat sampai akhirnya tanpa sadar dia naik ke atas gendongan Ghazanvar seperti Baby Koala.Smirk di bibir Ghazanvar muncul, akhirnya dia bisa memeluk Naraya meski harus dengan cara menggendongnya.“Meeeeong …..” makhluk berbulu yang lucu itu bersuara.“Kamu takut kucing?” G
“Mami … kayanya Nay batalin aja ya pernikahan Nay sama Abang, Nay takut dipukul Abang setelah Nay nikah sama Abang nanti ….” Naraya akhirnya berani mengungkapkan apa yang ada dibenaknya langsung kepada mami Zara dan papi Arkana saat sarapan pagi di depan keempat adik Ghazanvar.Ghazanvar yang duduk di samping Naraya langsung menoleh dramatis.Dia pikir sewaktu tadi malam Naraya mengatakan hal yang sama kepadanya hanyalah sebuah ancaman belaka.“Nay … jangan gitu donk, aku minta maaf ….” Ghazanvar memohon.“Ternyata Abang kasar ….” Naraya bergumam, pandangannya tertuju pada piring yang dia aduk-aduk menggunakan sendok tidak berselera.“Tapi hati Abang sebenarnya baik, kok Nay!” Aruna buka suara.“Abang juga penyayang, Nay!” Arnawarma menambahkan.“Paling perhatian di seluruh keluarga Gunadhya.” Reyzio menimpali.“Dia juga setia lho, Nay.” Narashima sedang berdusta.Adik ketiga Ghazanvar itu tahu kelakuan Ghazanvar yang sering membayar wanita untuk menjadi tempat pelampiasan ha
Naraya, Afifah dan Anggit sedang duduk di kantin menunggu Ghazanvar menjemput.Dua sahabat Naraya itu telah terinfo mengenai tragedi malam tadi yang membuat Khafi babak belur.Itu pun karena Afifah bertemu Khafi dalam kondisi wajah memar lalu dia membahasnya dengan Naraya yang kemudian menjelaskan apa yang terjadi.Naraya juga memberitahu mereka kalau dia sempat ingin membatalkan pernikahannya dengan Ganzanvar.“Wajar lah Ghaza cemburu, dia ‘kan enggak tanu siapa mas Khafi.” Anggit membela Ghazanvar.“Tapi enggak dengan cara kekerasan juga lah, Git.” Afifah ternyata tidak suka mengetahui Ghazanvar yang kasar.“Namanya juga anak muda ….” Anggit tetap membela Ghazanvar.“Mungkin ke depannya kamu harus sering jujur dan cerita tentang siapa-siapa cowok yang deket sama kamu.” Afifah memberi saran.“Seenggaknya, cemburunya Ghaza itu menunjukkan kalau dia mencintai kamu.” Anggit menyalurkan pikiran positif membuat hati Naraya percaya kalau Ghazanvar memang telah mencintainya.Tidak
Naraya menatap sendu dua gundukan yang baru saja dia taburkan bunga di atasnya.Gadis bermata indah itu ijin kuliah sehari karena banyak yang harus dia urus sebelum hari pernikahan.Ghazanvar juga mengambil cuti kerja, bukan hanya untuk mengantar Naraya ke Bandung tapi juga untuk melakukan banyak persiapan sebelum hari pernikahan yang akan berlangsung besok.Sebelum subuh, Naraya dan Ghazanvar diantar supir pergi ke Bandung untuk mengunjungi makam kedua orang tua Naraya.Naraya baru sempat datang hari ini karena selain kuliah dan latihan untuk lomba, Naraya juga sibuk mempersiapkan pernikahan.Air mata Naraya mengalir tanpa isak tangis, meski begitu napas Naraya memburu menahan gemuruh di dada.“Ibu … Bapak … Nay meminta restu untuk menikah dengan abang Ghaza … maaf Nay enggak bisa memenuhi janji Nay untuk menikah setelah jadi orang sukses … tapi Nay akan tetap berusaha membuat bangga Ibu dan Bapak ….” Naraya mengucapkannya di dalam hati dan dia menjeda
Diakhir lagu, Ghazanvar memutar tubuh Naraya dengan cepat membuat calon istrinya tergelak.Tubuh Naraya berhenti berputar dalam posisi membelakangi Ghazanvar yang kemudian ditarik pria itu hingga jatuh ke atas ranjang.Punggung Naraya bersandar di dada Ghazanvar. Kepalanya menengadah di pundak pria itu dengan napas memburu.Ghazanvar mencuri kecup di pipi Naraya dan tidak mendapat protes.“Kamu mau bulan madu ke mana, Nay?” “Emm … enggak ada ide, Nay suka Paris sebenarnya … ingin banget ke sana tapi kemarin kita udah dari sana ….” Kalimat Naraya menggantung mengingat malam panas di Paris, untuk pertama kalinya dia merasakan pelepasan karena ulah lidah Ghazanvar.Tubuh Naraya tiba-tiba meremang.Kedua tangan Ghazanvar bergerak memeluk Naraya lebih erat.“Nay ….”“Hem?” “Aku tidur di sini ya, janji enggak ngapa-ngapain … kita tidur kaya gini aja.” Punggung Ghazanvar turun hingga menempel pada kasur membawa Naraya ikut serta.Nar
Ghazanvar terperangah menatap calon istrinya yang tengah berjalan anggun mendekat.Jantung Ganzanvar tidak pernah berdetak sekencang ini saat melihat sosok perempuan.Mungkin sosok perempuan yang ini akan menjadi istrinya, atau mungkin jantung Ghazanvar berdetak sangat kencang lantaran membayangkan akan mereguk nikmatnya keperawanan Naraya nanti malam.Naraya sangat cantik dengan make up yang tidak membuat pangling justru lebih menegaskan lagi kecantikannya.Untaian bunga melati tersampir di pundaknya dari mahkota indah yang melingkari kepala, lekukan tubuh Naraya pun terlihat jelas dibalut kebaya berwarna putih.Ghazanvar yakin kalau Naraya adalah jelmaan bidadari.Kurang beruntung apa hidupnya yang bisa menikah dengan gadis secantik Naraya.Venue semi outdoor itu terasa semakin terang benderang karena pancaran aura dari sang mempelai pengantin perempuan.Langkah Naraya berhenti lalu duduk di samping Ghazanvar.Di depan mereka ada paman
Kalimat Ghazanvar itu terngiang terus dalam benak Anasera.Tentu saja Anasera menolak ajakan Ghazanvar untuk menikah, dia tidak mau menikah dengan pria yang tidak mencintainya apalagi pernikahan itu didasari perasaan bersalah.Anasera ingin Ghazanvar mencintainya baru menikahinya tapi mungkin hal tersebut tidak akan pernah terjadi.Ucapan Ghazanvar sulit dipegang dan pria itu juga sulit dipercaya.Entah siapa yang sesungguhnya Ghazanvar cintai.Dan pengalamannya di masa lalu itu membuat Anasera yakin kalau Ghazanvar tidak sepenuh hati menikahi Naraya, dia menikahi Naraya karena perasaan bersalah dan hanya ingin membuat maminya senang. Kasian Naraya yang akan hidup dalam cinta semu Ghazanvar.Tanpa terasa prosesi upacara Naraya dengan Ghazanvar telah berlangsung secara khidmat.Di depan sana Ghazanvar tampak tersenyum lebar dengan binar di mata setiap kali menatap Naraya.Naraya sendiri terus tertunduk malu karena ditatap sedemikian rupa
“Gumuuussssshhh!” Ghazanvar menjawil kedua pipi Naraya gemas.Mereka sedang berada di dalam sebuah ruangan untuk beristirahat dan mengganti pakaian resepsi.Naraya menghela pelan tangan Ghazanvar, ekspresi wajahnya sengaja dibuat kesal lantas membalikan badan dan berjalan menuju sebuah meja dengan kaca besar.Ada kursi di depan meja tersebut, Naraya duduk di sana dan mulai membuka mahkota di kepalanya.“Kok cemberut?” Ghazanvar ternyata mengikuti Naraya dan berdiri tepat di belakang sang wanita yang masih dibalut kebaya pengantin.“Masa?” Naraya balas bertanya dengan nada menyebalkan, dia juga mendelikan mata mempertegas kalau tengah kesal.Ghazanvar tertawa, gadis asing yang dua jam lalu telah berganti status menjadi istrinya ini sedang merajuk dan dia tahu alasannya.Tadi kalimat Svarga terlalu jelas dan raut wajahnya tampak serius sewaktu mengultimatum Ghazanvar agar tidak merebut miliknya lagi karena kini sudah menikah dengan Naraya. “Za