Diakhir lagu, Ghazanvar memutar tubuh Naraya dengan cepat membuat calon istrinya tergelak.
Tubuh Naraya berhenti berputar dalam posisi membelakangi Ghazanvar yang kemudian ditarik pria itu hingga jatuh ke atas ranjang.Punggung Naraya bersandar di dada Ghazanvar. Kepalanya menengadah di pundak pria itu dengan napas memburu.Ghazanvar mencuri kecup di pipi Naraya dan tidak mendapat protes.“Kamu mau bulan madu ke mana, Nay?”“Emm … enggak ada ide, Nay suka Paris sebenarnya … ingin banget ke sana tapi kemarin kita udah dari sana ….” Kalimat Naraya menggantung mengingat malam panas di Paris, untuk pertama kalinya dia merasakan pelepasan karena ulah lidah Ghazanvar.Tubuh Naraya tiba-tiba meremang.Kedua tangan Ghazanvar bergerak memeluk Naraya lebih erat.“Nay ….”“Hem?”“Aku tidur di sini ya, janji enggak ngapa-ngapain … kita tidur kaya gini aja.” Punggung Ghazanvar turun hingga menempel pada kasur membawa Naraya ikut serta.NarGhazanvar terperangah menatap calon istrinya yang tengah berjalan anggun mendekat.Jantung Ganzanvar tidak pernah berdetak sekencang ini saat melihat sosok perempuan.Mungkin sosok perempuan yang ini akan menjadi istrinya, atau mungkin jantung Ghazanvar berdetak sangat kencang lantaran membayangkan akan mereguk nikmatnya keperawanan Naraya nanti malam.Naraya sangat cantik dengan make up yang tidak membuat pangling justru lebih menegaskan lagi kecantikannya.Untaian bunga melati tersampir di pundaknya dari mahkota indah yang melingkari kepala, lekukan tubuh Naraya pun terlihat jelas dibalut kebaya berwarna putih.Ghazanvar yakin kalau Naraya adalah jelmaan bidadari.Kurang beruntung apa hidupnya yang bisa menikah dengan gadis secantik Naraya.Venue semi outdoor itu terasa semakin terang benderang karena pancaran aura dari sang mempelai pengantin perempuan.Langkah Naraya berhenti lalu duduk di samping Ghazanvar.Di depan mereka ada paman
Kalimat Ghazanvar itu terngiang terus dalam benak Anasera.Tentu saja Anasera menolak ajakan Ghazanvar untuk menikah, dia tidak mau menikah dengan pria yang tidak mencintainya apalagi pernikahan itu didasari perasaan bersalah.Anasera ingin Ghazanvar mencintainya baru menikahinya tapi mungkin hal tersebut tidak akan pernah terjadi.Ucapan Ghazanvar sulit dipegang dan pria itu juga sulit dipercaya.Entah siapa yang sesungguhnya Ghazanvar cintai.Dan pengalamannya di masa lalu itu membuat Anasera yakin kalau Ghazanvar tidak sepenuh hati menikahi Naraya, dia menikahi Naraya karena perasaan bersalah dan hanya ingin membuat maminya senang. Kasian Naraya yang akan hidup dalam cinta semu Ghazanvar.Tanpa terasa prosesi upacara Naraya dengan Ghazanvar telah berlangsung secara khidmat.Di depan sana Ghazanvar tampak tersenyum lebar dengan binar di mata setiap kali menatap Naraya.Naraya sendiri terus tertunduk malu karena ditatap sedemikian rupa
“Gumuuussssshhh!” Ghazanvar menjawil kedua pipi Naraya gemas.Mereka sedang berada di dalam sebuah ruangan untuk beristirahat dan mengganti pakaian resepsi.Naraya menghela pelan tangan Ghazanvar, ekspresi wajahnya sengaja dibuat kesal lantas membalikan badan dan berjalan menuju sebuah meja dengan kaca besar.Ada kursi di depan meja tersebut, Naraya duduk di sana dan mulai membuka mahkota di kepalanya.“Kok cemberut?” Ghazanvar ternyata mengikuti Naraya dan berdiri tepat di belakang sang wanita yang masih dibalut kebaya pengantin.“Masa?” Naraya balas bertanya dengan nada menyebalkan, dia juga mendelikan mata mempertegas kalau tengah kesal.Ghazanvar tertawa, gadis asing yang dua jam lalu telah berganti status menjadi istrinya ini sedang merajuk dan dia tahu alasannya.Tadi kalimat Svarga terlalu jelas dan raut wajahnya tampak serius sewaktu mengultimatum Ghazanvar agar tidak merebut miliknya lagi karena kini sudah menikah dengan Naraya. “Za
Setelah memutar tubuhnya menjauh, Naraya memutar tubuhnya kembali yang membuatnya kini memunggungi Ghazanvar dengan kedua tangan pria itu melingkar di pinggangnya, memeluknya erat diakhiri sebuah kecupan yang Ghazanvar berikan cukup dalam di pipi Naraya hingga kepala Naraya miring ke samping karena dorongan bibir pria itu.Tepuk tangan mengudara bersama siulan dan riuh suara tawa dari tamu yang ikut merasakan suka cita Ghazanvar dan Naraya di hari bahagia mereka ini.Papi Arkana dan mami Zara saling menatap sambil melempar senyum, sejenis senyum lega karena menganggap kalau Ghazanvar telah mencintai Naraya.Suara MC yang meminta sang mempelai pengantin untuk naik ke atas pelaminan menghentikan Ghazanvar mengecup pipi Naraya.Meski merasa berlebihan tapi Naraya tidak bisa memprotes karena semua mata sedang tertuju pada mereka.Tapi keluarga Ghazanvar tentu sudah tahu karakter asli Ghazanvar yang usil.Mungkin paman Rukmana dan keluarganya akan syok menge
“Peh, sini … ikut aku,” kata Radeva sembari menarik tangan Afifah sampai gadis cantik berhidung mancung itu harus terseok menyusul langkah Radeva yang panjang dan terburu-buru.“Mau ke mana, Mas? Aku balik sama Anggit sama Latief … nanti aku ditinggal.” Afifah memberitahu Radeva kalau dia tidak bisa lama-lama.Abah dan mama hanya mengikuti acara akad nikah saja karena masih harus menghadiri undangan pernikahan di tempat lain.“Sebentar aja … nanti aku yang anter kamu pulang ke rumah,” kata Radeva agar Afifah berhenti khawatir.Afifah tidak lagi bersuara, dia menurut dibawa Radeva entah ke mana asal jangan ke kamar hotel.Tapi beberapa saat kemudian langkah Radeva berhenti tepat di samping sebuah meja berisi beberapa orang tua paruh baya dengan pakaian mewah khas para Konglomerat.Ada Gita dan Radit serta Angga dan Bunga di sana.“Pa … Ma … kenalin ini Afifah, pacar Radeva.” Tanpa tedeng aling-aling Radeva mengenalkan Afifah sebagai kekasihnya padah
Tidak ingin bulan madu ini disertai pertengkaran, akhirnya Ghazanvar memberitahu suatu rahasia kepada Naraya. “Aku udah bicara sama ibu Veronica tentang kejutan bulan madu kita dan ternyata lombanya diundur karena belum mendapat ijin tempat … pihak panitia masih mencari tempat lain sebagai ganti bila tempat yang pertama tidak mendapat ijin karena satu dan lain hal ….” Ghazanvar menjeda untuk melihat respon Naraya yang ternyata masih bungkam dengan netranya yang bergerak liar menatap wajah Ghazanvar mencari kebenaran dari ucapannya. “Aku juga udah minta ijin ke kampus untuk kamu selama satu minggu,” sambung Ghazanvar lagi. Dan barulah tatapan Naraya melembut tapi belum sampai meluluhkan hatinya, Naraya masih tidak menyukai kelakuan Ghazanvar yang sering mengambil keputusan sendiri dengan dalih kejutan tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. “Aku minta maaf ….” Betapa mudahnya kalimat itu tercetus dari bibir Ghazanvar. Tangannya terangkat menarik dagu Naraya agar kepala
“Anter aku pulang.” Anasera menarik tangan Arnawarma di depan adik-adiknya yang langsung mendapat senyum penuh arti dari mereka.Dengan senang hati Arnawarma mengantar Anasera, bibirnya juga balas tersenyum membalas senyum ketiga adiknya.“Ana!” Bunga berseru memanggil nama anaknya sembari melangkah cepat mengejar.Arnawarma menoleh ke belakang dan refleks menghentikan langkah tapi Anasera kembali menarik tangan Arnawarma membuat pria itu melanjutkan langkah.“An … Mommy kamu manggil,” kata Arnawarma tapi tanpa menghentikan langkah.“Biarin aja,” kata Anasera dengan nada kesal memberitahu Arnawarma kalau Anasera bertengkar lagi dengan mommynya.Arnawarma menoleh ke belakang, dia melihat tante Bunga sudah menghentikan langkah menatap sedih kepergian mereka.Arnawarma mengangkat tangan, dengan gerakan bibirnya memberitahu tante Bunga kalau dia akan bicara dengan Anasera dan meminta tante Bunga untuk tenang meskipun dia tidak tahu apa yang terjadi di antara tante Bunga dan Anasera
“Berapa jam lagi kita sampai?” Naraya bertanya setelah Pramugari mengangkat piring kosong bekas sarapan pagi.“Kenapa? Kamu ingin segera malam pertama? Kita bisa lakukan di kamar kalau kamu mau.” Ghazanvar menaik turunkan kedua alisnya berkali-kali membuat tampang jenaka tapi dalam versi tampan sampai Naraya bingung apakah harus kesal atau terpesona.“Nay mau mandi, ada kamar mandi enggak?.” kata Naraya menunjukkan respon ekspresi datar.“Ada! Ayo kita mandi.” Ghazanvar bangkit dari atas kursi.“Mandi sendiri aja.” Naraya menarik tangan Ghazanvar agar kembali duduk tapi pria itu bergeming.“Kenapa sih Nay … kamu tuh pemalu banget, kita udah nikah, Nay.” Nada suara Ghaznavar sedikit meninggi dan sekarang pria itu mulai berani menunjukkan tampang kesal.“Abang lupa kalau kita sepakat untuk pelan-pelan?” Nada rendah, sorot mata teduh.Bagaimana Ghazanvar bisa emosi?“Ya udah, aku nunggu di kamar.” Ghazanvar mendorong pelan punggung Naraya menuju kamar yang di dalamnya ada kamar m