“Berapa jam lagi kita sampai?” Naraya bertanya setelah Pramugari mengangkat piring kosong bekas sarapan pagi.“Kenapa? Kamu ingin segera malam pertama? Kita bisa lakukan di kamar kalau kamu mau.” Ghazanvar menaik turunkan kedua alisnya berkali-kali membuat tampang jenaka tapi dalam versi tampan sampai Naraya bingung apakah harus kesal atau terpesona.“Nay mau mandi, ada kamar mandi enggak?.” kata Naraya menunjukkan respon ekspresi datar.“Ada! Ayo kita mandi.” Ghazanvar bangkit dari atas kursi.“Mandi sendiri aja.” Naraya menarik tangan Ghazanvar agar kembali duduk tapi pria itu bergeming.“Kenapa sih Nay … kamu tuh pemalu banget, kita udah nikah, Nay.” Nada suara Ghaznavar sedikit meninggi dan sekarang pria itu mulai berani menunjukkan tampang kesal.“Abang lupa kalau kita sepakat untuk pelan-pelan?” Nada rendah, sorot mata teduh.Bagaimana Ghazanvar bisa emosi?“Ya udah, aku nunggu di kamar.” Ghazanvar mendorong pelan punggung Naraya menuju kamar yang di dalamnya ada kamar m
Arnawarma menarik tangan Anasera kasar dengan langkah tergesa menuju sebuah kamar baru saja pria itu pesan langsung di meja resepsionis.“Nawa, pelan-pelan!” Anasera berseru protes.Langkah Arnawarma baru berhenti di depan pintu bernomor sama dengan nomor yang ada pada kartu di tangannya.Arnawarma menyeret Anasera masuk ke dalam kamar lalu membanting pintu kencang.“Nawa!” Anasera menatap nyalang Arnawarma tatkala pria itu mendorongnya ke tembok.Arnawarma mengurung Anasera menggunakan kedua tangannya yang kekar.Tubuh Anasera yang lebih pendek membuat Arnawarma menundukan kepala.Napas Anasera memburu, sesungguhnya dia bisa dengan mudah melepaskan diri dari Arnawarma menggunakan ilmu bela diri yang dimiliki namun tidak ada yang tahu selain Ghazanvar dan Radeva kalau dia memiliki kemampuan tersebut.Mata Arnawarma berubah sayu, perlahan keningnya menempel di kening Anasera.“Tolong kerjasamanya, An … kalau aku berdoa memintamu, kamu jangan berdoa minta yang lain,” ujar Arnaw
Ghazanvar menepuk-nepuk pelan punggung Naraya, menina bobokannya dalam pelukan.Benak Ghazanvar sedang mempertimbangkan apakah perlu memberitahu Naraya tentang perasaan yang sebenarnya kepada Zaviya atau membohongi Naraya agar istrinya itu tenang.Lama kemudian pesawat mendarat dengan sempurna.Tidak tanggung-tanggung, sebuah mobil Rolls Royce keluaran terbaru telah menunggu di depan tangga pesawat.Ghazanvar menuntun Naraya masuk ke dalamnya.Naraya menatap Ghazanvar tanpa jeda membuat yang bersangkutan tidak nyaman dan menoleh menatapnya.“Kenapa sayang?” Pertanyaan Ghazanvar yang diucapkan dengan nada rendah dan lembut disertai usapan punggung jarinya di pipi Naraya.Sampai di sini, pertahanan Naraya sudah porak poranda.Sepertinya dia akan dengan suka rela tanpa paksaan mengangkang malam ini, memberikan mahkotanya untuk sang suami yang pandai meluluhkan hatinya.Naraya membuang pandangan ke arah sebaliknya membuat tangan Ghazanvar menggantung di udara.Dia sedang bersika
Suasana resto pagi ini tidak begitu ramai, Ghazanvar dan Naraya duduk saling berhadapan.Keduanya baru saja menyelesaikan sarapan pagi dan kini tengah menikmati menu penutup ditemani kopi untuk Ghazanvar dan coklat panas kesukaan Naraya.Tatap mata Ghazanvar tertuju pada Naraya padahal, di balik dinding kaca tersaji pemandangan indah sebuah gunung yang diselimuti salju dan kini pandangan Naraya sedang terpukau ke sana.Ada binar di mata Naraya disertai senyum kecil di bibir karena baru saja Ghazanvar mengatakan kalau mereka akan pergi ke puncak gunung itu.Dari jauh saja Naraya dibuat berdecak kagum apalagi nanti dia sudah berada di sana.Namun sesaat kemudian Naraya merasa tidak nyaman karena ditatap sedemikian rupa oleh Ghazanvar, dia pun mengalihkan pandang kepada suaminya.“Ada sesuatu di wajah Nay?” Naraya mengusap sudut bibirnya siapa tahu ada coklat tertinggal di situ.“Enggak.” Ghazanvar menjawab cepat.“Trus kenapa liatin Nay sebegitunya?” Naraya mengerucutkan bibir.
Debuman kencang suara pintu yang tertutup membuat Naraya membelalakan matanya menatap Ghazanvar penuh peringatan dan sedetik kemudian dia merasakan tubuhnya melayang di gendong Ghazanvar di pundak seperti karung beras.“Abaaaang!” Naraya menjerit disertai tawa.Ghazanvar membawa Naraya ke area tempat tidur dan menurunkannya secara perlahan di atas ranjang berukuran King Size dengan seprai putih.Napas Naraya tersengal, sisa senyum masih tertinggal di bibirnya yang dipoles lip product berwarna merah membuat Naraya tampak seksi.Tatap mata Ghazanvar tertuju pada bibir ranum itu ketika menanggalkan coat lalu melepas gesper dan membawa kaos lengan panjang turtle neck-nya melewati kepala.Kini Naraya disuguhi pemandangan otot di dada Ghazanvar yang tidak kalah indahnya dengan pemandangan di luar jendela.Ghazanvar sudah biasa mendapat tatapan memuja seperti yang sedang dilakukan Naraya sekarang tapi entah kenapa ketika Naraya yang menatapnya seperti ini rasanya lain, sangat bangga da
Naraya langsung tertidur dalam pelukan Ghazanvar begitu mereka selesai mendapat pelepasan dengan skor Ghazanvar satu dan Naraya dua.Tubuh Naraya terasa lemas luar biasa belum lagi dia masih berada dalam pengaruh alkohol.Ghazanvar tidak mengganggunya dulu, membiarkan Naraya istirahat karena masih ada ronde-ronde berikutnya yang akan mereka lalui.Sebenarnya Ghazanvar masih bisa satu ronde lagi tapi Narayanya sudah KO duluan.Ghazanvar mengeratkan pelukan, mengecup puncak kepala Naraya dalam dan lama.Matanya perlahan terpejam, dia ikut masuk ke alam mimpi menyusul Naraya.Entah sudah berapa jam Ghazanvar terlelap sampai akhirnya terjaga karena mendengar suara isak tangis.Awalnya Ghazanvar mengira suara isak tangis itu mimpi namun saat dia membuka mata, suara lirih tersebut masih terdengar.Siang yang sudah berganti malam membuat suasana kamar gelap gulita, dia tidak bisa melihat sesungguhnya siapa yang sedang menangis.Pria itu memejamkan mata berusaha mengingat-ngingat apa
Ghazanvar melepas boxernya sesaat kemudian mengangkat kaki Naraya ke atas.Naraya yang masih kebingungan dengan apa yang akan dilakukan Ghazanvar tiba-tiba terkejut saat merasakan milik Ghazanvar melesak masuk dari arah belakang.Wajah Ghazanvar melesak di leher Naraya sedangkan bokongnya bergerak maju mundur menghujam Naraya dengan kenikmatan sampai Naraya lupa kalau bagian intinya sakit.Lama-lama tempo hentakan Ghazanvar semakin cepat, pria itu mengangkat lagi sedikit tubuh bagian atasnya agar bisa mengulum puncak dada Naraya.Naraya terus-terusan dihantam oleh sentuhan yang menghasilkan rasa asing menyenangkan, desah merdu tadi berubah menjadi jeritan setiap kali Ghazanvar menaikkan tempo hentakan.Ghazanvar suka suara jeritan Naraya yang setengah merintih seolah menagih kenikmatan lagi dan lagi.Dengan satu gerakan cepat Ghazanvar mencabut miliknya, dia bergulir ke atas Naraya sembari membuka paha Naraya lebar-lebar dan menekuknya seperti Baby pose dalam Yoga.Detik selanj
Ghazanvar yang tengah melamun membayangkan Zaviya seketika terhenyak saat menyadari kalau mobilnya nyaris menghantam mobil dari arah berlawanan.“Abaaaaang!” Aruna-sang adik yang duduk di sampingnya berseru terkejut karena saat membuka mata dari tidur ayamnya tiba-tiba melihat mobil dari arah berlawanan hendak menabrak mobil mereka.Itu yang Aruna tangkap oleh indra penglihatannya dan dia percayai.Ghazanvar refleks membanting stir ke kiri dan berhasil menginjak rem tepat waktu sehingga mobilnya berhenti di bahu jalan yang tekstur tanahnya berkerikil.Ghazanvar dan Aruna sang adik langsung menoleh ke belakang mencari tahu apa yang terjadi melalui kaca jendela belakang setelah mendengar suara kencang dari hantaman sesuatu dari arah belakang.Meski saat itu hari beranjak malam dengan pencahayaan minim di tambah hujan rintik-rintik tapi mereka masih bisa melihat mobil yang tadi dihindari Ghazanvar menabrak pembatas jalan kemudian lompat ke jurang.“Abaaaang.” Aruna panik, tangannya menep