Naraya menatap sendu dua gundukan yang baru saja dia taburkan bunga di atasnya.Gadis bermata indah itu ijin kuliah sehari karena banyak yang harus dia urus sebelum hari pernikahan.Ghazanvar juga mengambil cuti kerja, bukan hanya untuk mengantar Naraya ke Bandung tapi juga untuk melakukan banyak persiapan sebelum hari pernikahan yang akan berlangsung besok.Sebelum subuh, Naraya dan Ghazanvar diantar supir pergi ke Bandung untuk mengunjungi makam kedua orang tua Naraya.Naraya baru sempat datang hari ini karena selain kuliah dan latihan untuk lomba, Naraya juga sibuk mempersiapkan pernikahan.Air mata Naraya mengalir tanpa isak tangis, meski begitu napas Naraya memburu menahan gemuruh di dada.“Ibu … Bapak … Nay meminta restu untuk menikah dengan abang Ghaza … maaf Nay enggak bisa memenuhi janji Nay untuk menikah setelah jadi orang sukses … tapi Nay akan tetap berusaha membuat bangga Ibu dan Bapak ….” Naraya mengucapkannya di dalam hati dan dia menjeda
Diakhir lagu, Ghazanvar memutar tubuh Naraya dengan cepat membuat calon istrinya tergelak.Tubuh Naraya berhenti berputar dalam posisi membelakangi Ghazanvar yang kemudian ditarik pria itu hingga jatuh ke atas ranjang.Punggung Naraya bersandar di dada Ghazanvar. Kepalanya menengadah di pundak pria itu dengan napas memburu.Ghazanvar mencuri kecup di pipi Naraya dan tidak mendapat protes.“Kamu mau bulan madu ke mana, Nay?” “Emm … enggak ada ide, Nay suka Paris sebenarnya … ingin banget ke sana tapi kemarin kita udah dari sana ….” Kalimat Naraya menggantung mengingat malam panas di Paris, untuk pertama kalinya dia merasakan pelepasan karena ulah lidah Ghazanvar.Tubuh Naraya tiba-tiba meremang.Kedua tangan Ghazanvar bergerak memeluk Naraya lebih erat.“Nay ….”“Hem?” “Aku tidur di sini ya, janji enggak ngapa-ngapain … kita tidur kaya gini aja.” Punggung Ghazanvar turun hingga menempel pada kasur membawa Naraya ikut serta.Nar
Ghazanvar terperangah menatap calon istrinya yang tengah berjalan anggun mendekat.Jantung Ganzanvar tidak pernah berdetak sekencang ini saat melihat sosok perempuan.Mungkin sosok perempuan yang ini akan menjadi istrinya, atau mungkin jantung Ghazanvar berdetak sangat kencang lantaran membayangkan akan mereguk nikmatnya keperawanan Naraya nanti malam.Naraya sangat cantik dengan make up yang tidak membuat pangling justru lebih menegaskan lagi kecantikannya.Untaian bunga melati tersampir di pundaknya dari mahkota indah yang melingkari kepala, lekukan tubuh Naraya pun terlihat jelas dibalut kebaya berwarna putih.Ghazanvar yakin kalau Naraya adalah jelmaan bidadari.Kurang beruntung apa hidupnya yang bisa menikah dengan gadis secantik Naraya.Venue semi outdoor itu terasa semakin terang benderang karena pancaran aura dari sang mempelai pengantin perempuan.Langkah Naraya berhenti lalu duduk di samping Ghazanvar.Di depan mereka ada paman
Kalimat Ghazanvar itu terngiang terus dalam benak Anasera.Tentu saja Anasera menolak ajakan Ghazanvar untuk menikah, dia tidak mau menikah dengan pria yang tidak mencintainya apalagi pernikahan itu didasari perasaan bersalah.Anasera ingin Ghazanvar mencintainya baru menikahinya tapi mungkin hal tersebut tidak akan pernah terjadi.Ucapan Ghazanvar sulit dipegang dan pria itu juga sulit dipercaya.Entah siapa yang sesungguhnya Ghazanvar cintai.Dan pengalamannya di masa lalu itu membuat Anasera yakin kalau Ghazanvar tidak sepenuh hati menikahi Naraya, dia menikahi Naraya karena perasaan bersalah dan hanya ingin membuat maminya senang. Kasian Naraya yang akan hidup dalam cinta semu Ghazanvar.Tanpa terasa prosesi upacara Naraya dengan Ghazanvar telah berlangsung secara khidmat.Di depan sana Ghazanvar tampak tersenyum lebar dengan binar di mata setiap kali menatap Naraya.Naraya sendiri terus tertunduk malu karena ditatap sedemikian rupa
“Gumuuussssshhh!” Ghazanvar menjawil kedua pipi Naraya gemas.Mereka sedang berada di dalam sebuah ruangan untuk beristirahat dan mengganti pakaian resepsi.Naraya menghela pelan tangan Ghazanvar, ekspresi wajahnya sengaja dibuat kesal lantas membalikan badan dan berjalan menuju sebuah meja dengan kaca besar.Ada kursi di depan meja tersebut, Naraya duduk di sana dan mulai membuka mahkota di kepalanya.“Kok cemberut?” Ghazanvar ternyata mengikuti Naraya dan berdiri tepat di belakang sang wanita yang masih dibalut kebaya pengantin.“Masa?” Naraya balas bertanya dengan nada menyebalkan, dia juga mendelikan mata mempertegas kalau tengah kesal.Ghazanvar tertawa, gadis asing yang dua jam lalu telah berganti status menjadi istrinya ini sedang merajuk dan dia tahu alasannya.Tadi kalimat Svarga terlalu jelas dan raut wajahnya tampak serius sewaktu mengultimatum Ghazanvar agar tidak merebut miliknya lagi karena kini sudah menikah dengan Naraya. “Za
Setelah memutar tubuhnya menjauh, Naraya memutar tubuhnya kembali yang membuatnya kini memunggungi Ghazanvar dengan kedua tangan pria itu melingkar di pinggangnya, memeluknya erat diakhiri sebuah kecupan yang Ghazanvar berikan cukup dalam di pipi Naraya hingga kepala Naraya miring ke samping karena dorongan bibir pria itu.Tepuk tangan mengudara bersama siulan dan riuh suara tawa dari tamu yang ikut merasakan suka cita Ghazanvar dan Naraya di hari bahagia mereka ini.Papi Arkana dan mami Zara saling menatap sambil melempar senyum, sejenis senyum lega karena menganggap kalau Ghazanvar telah mencintai Naraya.Suara MC yang meminta sang mempelai pengantin untuk naik ke atas pelaminan menghentikan Ghazanvar mengecup pipi Naraya.Meski merasa berlebihan tapi Naraya tidak bisa memprotes karena semua mata sedang tertuju pada mereka.Tapi keluarga Ghazanvar tentu sudah tahu karakter asli Ghazanvar yang usil.Mungkin paman Rukmana dan keluarganya akan syok menge
“Peh, sini … ikut aku,” kata Radeva sembari menarik tangan Afifah sampai gadis cantik berhidung mancung itu harus terseok menyusul langkah Radeva yang panjang dan terburu-buru.“Mau ke mana, Mas? Aku balik sama Anggit sama Latief … nanti aku ditinggal.” Afifah memberitahu Radeva kalau dia tidak bisa lama-lama.Abah dan mama hanya mengikuti acara akad nikah saja karena masih harus menghadiri undangan pernikahan di tempat lain.“Sebentar aja … nanti aku yang anter kamu pulang ke rumah,” kata Radeva agar Afifah berhenti khawatir.Afifah tidak lagi bersuara, dia menurut dibawa Radeva entah ke mana asal jangan ke kamar hotel.Tapi beberapa saat kemudian langkah Radeva berhenti tepat di samping sebuah meja berisi beberapa orang tua paruh baya dengan pakaian mewah khas para Konglomerat.Ada Gita dan Radit serta Angga dan Bunga di sana.“Pa … Ma … kenalin ini Afifah, pacar Radeva.” Tanpa tedeng aling-aling Radeva mengenalkan Afifah sebagai kekasihnya padah
Tidak ingin bulan madu ini disertai pertengkaran, akhirnya Ghazanvar memberitahu suatu rahasia kepada Naraya. “Aku udah bicara sama ibu Veronica tentang kejutan bulan madu kita dan ternyata lombanya diundur karena belum mendapat ijin tempat … pihak panitia masih mencari tempat lain sebagai ganti bila tempat yang pertama tidak mendapat ijin karena satu dan lain hal ….” Ghazanvar menjeda untuk melihat respon Naraya yang ternyata masih bungkam dengan netranya yang bergerak liar menatap wajah Ghazanvar mencari kebenaran dari ucapannya. “Aku juga udah minta ijin ke kampus untuk kamu selama satu minggu,” sambung Ghazanvar lagi. Dan barulah tatapan Naraya melembut tapi belum sampai meluluhkan hatinya, Naraya masih tidak menyukai kelakuan Ghazanvar yang sering mengambil keputusan sendiri dengan dalih kejutan tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. “Aku minta maaf ….” Betapa mudahnya kalimat itu tercetus dari bibir Ghazanvar. Tangannya terangkat menarik dagu Naraya agar kepala