I wish I was who you drunk texted at midnightAku berharap aku adalah orang yang kamu kirimi pesan pada tengah malamWish I was the reason you stay up 'til threeBerharap aku adalah alasan kamu terjaga hingga pukul tigaAnd you can't fall asleepDan kamu tidak bisa tidurWaiting for me to replyMenunggu balasan darikuI wish I was more than just someone you walk byKuharap aku lebih dari seseorang yang kamu lewatiWish I wasn't scared to be honest and openBerharap aku tidak takut untuk menjadi jujur dan terbukaInstead of just hopingDaripada hanya berharapYou'd feel what I'm feeling insideKamu merasakan apa yang kurasakan dalam hati.~~~ Alunan lagu berjudul drunk text yang dipopulerkan Henry Moodie terdengar keluar dari speaker yang dipasang di setiap penjuru bar and lounge milik Anasera.Seperti lirik pada lagu, jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi.Bar sudah tutup, para pegawai sudah pulang menyisakan dirinya dan sekuriti di gedung ini.Anasera sedang mala
“Nay, aku harus ke Singapura sama Alex … urusan kerjaan pulangnya Sabtu atau minggu kalau si klien enggak ngajakin golf, kamu enggak apa-apa aku tinggal sama Chiko?” Naraya mengerucutkan bibirnya. “Chikonya simpen di paviliun belakang aja, Nay geli.” Ghazanvar pikir Naraya manyun karena akan dia tinggal pergi tapi nyatanya karena si makhluk bulu lucu yang sedang Ghazanvar elus-elus di atas pangkuannya ini.“Sini tangannya.” Ghazanvar meminta tapi langsung meraih begitu saja tangan Naraya.“Chikonya sering di elus-elus biar kalian jadi bestie nanti, dia baik kok.” Berhubung Chiko memang lucu jadi Naraya mau saja sewaktu Ghazanvar memintanya mengelus kepala Chiko.Tanpa Naraya duga, Chiko tidak merespon berlebihan malah meringkuk dengan mata terpejam.“Bener, kan? Enggak gigit kok dia.” Naraya mengembuskan napas panjang, raut wajahnya terlihat tidak mampu menolak keinginan Ghazanvar.“Ya udah … tapi tidur di kasurnya aja.” Naraya memberikan syarat.Chiko memang memiliki ka
“Mi … abang ada telepon mami?” Naraya bertanya hati-hati saat sarapan pagi.Padahal suaranya sudah sangat rendah tapi ternyata semua yang ada di meja makan bisa mendengar sehingga mendongakan kepalanya menatap Naraya.“Jadi tadi malam Abang enggak jadi video call?” Mami Zara malah balik bertanya.Naraya tersenyum kecut sembari menggelengkan kepalanya.“Kemana itu anak?” Papi langsung merogoh ponsel dari saku jas untuk menghubungi Ghazanvar.“Enggak aktif, kenapa ya?” kata papi Arkana dengan tampang kesal.“Aku telepon Alex,” cetus Reyzio meletakan sendok kemudian menggantinya dengan ponsel.“Eh … enggak usah, sarapan dulu aja.” Naraya jadi tidak enak hati.“Aku telepon sekretaris klien di Singapura aja langsung.” Arnawarma sedikit ngegas.Dia belum berdamai dengan Ghazanvar, pekerjaan dan urusan pribadi mereka yang padat membuat kakak adik itu belum bicara banyak sekembalinya Ghazanvar dari bulan madu.“Eeeh, enggak usah Mas Nawa … Nay, enggak apa-apa kok … nanti juga dia pa
Naraya menatap ponsel yang di layarnya menunjukan ruang pesan dengan Ghazanvar.Akun Ghazanvar tidak mengaktifkan pemberitahuan kapan terakhir dia online.Keluarga Ghazanvar juga tidak ada yang memberitahu Naraya apakah mereka sudah bisa menghubungi Ghazanvar atau belum?Padahal besok Naraya akan mengikuti lomba, tadinya dia ingin Ghazanvar menonton penampilannya yang membawa nama baik sekolah.Sebagai menantu dari kalangan biasa, Naraya ingin menunjukkan kelebihannya.Ghazanvar tidak akan menyesal menjadikannya istri meski dia bukan anak Konglomerat seperti Zaviya.Sayup-sayup terdengar suara geretan besi dengan rel dari gerbang besar terluar rumah ini.Naraya bangkit dari sofa lalu bergerak ke jendela mencari tahu mobil siapa yang baru sampai.Chiko mengejar Naraya lantas memanjat tirai untuk melihat ke luar jendela.Bibir Naraya tersenyum tatkala mengetahui kalau mobil Ghazanvar yang baru saja masuk ke halaman rumah.Saat mobil berhenti, Naraya melihat Gahzanvar turun.B
Naraya pikir hanya Ghazanvar yang akan hadir menyaksikan dirinya menampilkan suatu tarian tradisional dalam perlombaan yang diadakan antar kampus seni se-Indonesia.Tidak Naraya duga kalau banyak keluarga Ghazanvar turut hadir termasuk kakek dan nenek yang kini duduk di bangku penonton.Naraya bisa melihatnya dari belakang panggung.Dia tidak pernah tahu kalau tempat di mana acara berlangsung adalah tempat yang sulit sekali mendapat ijin karena pemiliknya adalah salah satu klan paling berpengaruh di Indonesia sejak jaman dulu namun hanya satu panggilan telepon dari kakek atas permintaan Ghazanvar maka proposal yang diajukan kampus Naraya langsung lolos.Itu kenapa Ghazanvar bisa sesuka hati membawa Naraya bulan madu karena dia yang menentukan tanggal kapan acaranya akan digelar.Naraya yang sudah menggunakan kostum daerah beserta make up khusus menjadi sangat gugup padahal biasanya hanya gugup sebatas tangannya yang dingin tapi sekarang jantungnya berdebar kuat sekali.“Minum Na
Ghazanvar merentangkan kedua tangannya menyambut Naraya dari pintu backstage.Naraya berlari sembari tersenyum lalu masuk ke dalam pelukan Ghazanvar yang kemudian membawanya berherak ke kiri dan ke kanan.“Kamu hebat, aku bangga ….” Ghazanvar berbisik membuat senyum Naraya terbit lagi hingga pipinya membulat.“Gantian … gantian,” celetuk papi dan barulah Ghazanvar melepaskan Naraya.“Keren banget mantu Mami.” Mami Zara memeluk Naraya.“Keren,” kata nenek Aura saat gantian memeluk Naraya.“Kakek yakin kamu pasti menang.” Kakek Narendra sampai membatalkan meeting dengan para CEO AG Group hanya untuk melihat Naraya perform.“Hebat kamu, Nay.” Papi menimpali.Dan Naraya juga mendapat hujan pujian dari adik-adiknya Ghazanvar yang terlihat bangga dengan penampilannya barusan.“Nay udah biasa perform di depan Presiden jadi skill-nya enggak perlu diragukan.” Ghazanvar menyombongkan sang istri.“Iya, enggak sia-sia kita ijin setengah hari dari kantor buat ngeliat penampilan yang kere
“Nay!” Ghazanvar berlari menuruni tangga mencari Naraya yang kini sedang menangis di dalam pelukan mami Zara di ruang tamu.Papi juga ada di sana beserta Aruna dan Narashima yang tampak kebingungan.Arnawarma dan Reyzio pulang terlambat karena memiliki janji kencan.“Kamu apain Nay, Bang? Kamu bohongin dia apa?” Papi meninggikan suara bersama tatapan nyalang.Ghazanvar memejamkan matanya sekilas sembari mengembuskan napas.Belum apa-apa papinya sudah men-judge, padahal apa salahnya beliau memberikan kesempatan padanya untuk menjelaskan.“Abang enggak tahu, Piii … ada chat masuk ke hape Abang yang enggak tahu dari siapa terus Nay baca!” Ghazanvar menjelaskan sembari memberikan ponselnya kepada papi agar dibaca langsung oleh beliau sebagai bahan pertimbangan.Papi Arkana merebut kasar ponsel itu dari tangan Ghazanvar, Narashima dan Aruna langsung mendekat ke samping papi penasaran dengan isi chat tersebut.“Iiiih Abang ngapain sama si pengirim pesan ini sampai dia bilang malam p
Naraya melangkah gontai setelah turun dari dalam mobil, seharian ini mood-nya buruk sekali setelah tadi malam mengetahui dugaan perselingkuhan suaminya.Pagi tadi Naraya tidak bicara banyak dengan Ghazanvar yang tidak biasa pagi sekali sudah pergi tanpa sempat sarapan.Pria itu juga tidak memberi kabar seharian ini padahal biasanya puluhan pesan Ghazanvar kirim untuk mengetahui keadaan Naraya atau hanya sekedar mengirim pesan mesum yang akan membuat pipi Naraya memerah.Tangannya mendorong pintu rumah sang mertua yang setinggi dua setengah meter.Terdengar suara orang mengobrol di ruang televisi membuat langkah Naraya tertuju ke sana, siapa tahu ada keluarga Ghazanvar yang datang dan Naraya harus setor muka pada mereka tentunya.“Yang ditunggu datang juga,” kata papi menyambut Naraya.“Sini sayang.” Mami menggerakan tangan meminta Naraya mendekat lalu menepuk space kosong di sampingnya pada sofa yang beliau duduki.Ada Alex dan seorang wanita yang tidak Naraya kenal di ruang ta
Naraya menderapkan langkah menyusuri jalan setapak menuju kelas berikutnya.“Nay!” Suara berat seorang pria membut langkahnya berhenti, dia lantas menoleh ke asal suara.“Stop di situ!” Naraya berseru sambil mengangkat tangan.Langkah Khafi seketika terhenti, wajah tampan itu pun melongo bingung.“Mas Khafi chat aja, jangan deket-deket Nay dulu … nanti suami Nay marah, Nay lagi banyak pikiran enggak mau ditambah berantem sama abang juga.” Kedua alis Khafi terangkat hanya bisa diam membeku sembari menatap punggung Naraya yang dengan cepat menjauh.Ada gejolak di dada Naraya rasanya ingin marah-marah.Naraya tidak mengerti, ingin menangis juga sebenarnya tapi lebih besar perasaan ingin marah-marah, entah kenapa, Naraya juga bingung.Dia tidak bicara dengan teman-temannya selama kelas berikutnya berlangsung sampai akhirnya kelas berakhir kemudian Naraya pergi ke parkiran.“Awas aja ya kalau sampai abang Ghaza belum sampe, Nay pulang sendiri …,” ancamnya sembari misuh-misuh.Na
“Lho Nay, mau ke mana?” Ghazanvar yang baru saja keluar dari kamar mandi bertanya dengan kening berkerut tidak suka melihat Naraya memakai pakaian untuk kuliah berupa kemeja dan celana jeans.“Mau kuliah, Bang.” Naraya menjawab sembari menyisir rambut panjangnya tanpa berani menatap mata sang suami.“Tapi kamu ‘kan kemarin malam masih lemes sampai aku gendong dari mobil ke kamar … ijin dulu lah Nay sehari,” pinta Ghazanvar baik-baik demi kesehatan Naraya dan janin yang ada di dalam perutnya.“Enggak bisa Bang, sekarang ada ujian praktek menari—“ Kalimat Naraya terhenti teringat ucapan papi Arkana saat di Singapura.Dia menunduk menatap perutnya yang masih rata kemudian mengusap lembut di sana.“Naaay … gimana kalau kamu cuti dulu sampai melahirkan?” bujuk Ghazanvar, kedua tangannya terulur memeluk Naraya dari belakang.Dia juga ikut mengusap perut Naraya menggunakan kedua telapak tangannya yang besar.Banyak kecupan Ghazanvar berikan di belakang kepala Naraya.“Aku sayang kamu
“An …,” panggil Arnawarma lembut sembari menurunkan sleting gaun Anasera.“Hem?” Anasera mendengung sebagai respon.“Kita buat yang kaya di perutnya Nay, yuk!” bujuknya seperti anak kecil.Anasera terkekeh, membalikan tubuhnya kemudian mendongak menatap sang suami yang tinggi menjulang di depannya.“Kamu enggak bosen? Tiap malam kita bercinta, sampai malam sebelum akad nikah aja kamu menyusup ke kamar aku untuk bercinta … tadi malam juga kita bercinta.” Anasera melapisi sisi wajah Arnawarma.Dan kenapa Anasera baru benar-benar menyadari kalau Arnawarma sangat tampan, bahkan menurut Anasera, Arnawarma paling tampan di antara adik-adik dan kakaknya.“Enggak lah masa bosen.” Arnawarma menurunkan gaun Anasera dari pundaknya.Kini hanya tersisa celana kain berenda menutup bagian inti Anasera sedangkan dua bagian menyembul di dadanya menggantung tampak seksi.Arnawarma meremat lembut salah satu bagian itu dengan sorot mata teduh.“Nawa.” Jemari ramping Anasera membuka satu persatu
Sekembalinya dari rumah sakit, Ghazanvar langsung membawa Naraya ke kamar, tidak kembali ke pesta yang saat itu belum berakhir.Naraya langsung berbaring di ranjang karena tubuhnya terasa lemas sekali.Dia berbaring miring, menekuk kakinya dengan tangan pengusap perut.Tiba-tiba air mata Naraya menetes lagi, dadanya bergemuruh mengakibatkan sesak dan dia mulai terisak.“Sayaaang.” Ghazanvar yang sedang menanggalkan tuxedonya bergegas mendekat.“Are you oke?” Ghazanvar naik ke atas ranjang memeluk Naraya.“Nay enggak apa-apa tapi enggak tahu kenapa ingin nangis.” Naraya bicara di antara isak tangis.“Ingin nangisnya karena apa? Aku salah apa, sayang?” “Enggak, Abang enggak salah … Nay, inget sama ibu dan Bapak.” Ghazanvar memberikan kecupan di puncak kepala Naraya lantas mengeratkan pelukan.“Mereka pergi sebelum sempat melihat cucunya,” sambung Naraya terisak.Ghazanvar mengerti apa yang Naraya rasakan. “Nanti kita datang ke pemakaman kedua orang tua kamu setelah anak kit
Naraya terpana begitu masuk ke dalam Ballroom yang disulap seperti hutan peri.Banyak bunga, pohon-pohon artifisial serta lampu warna-warni.“Bro!“ Radeva merangkul pundak Ghazanvar.“Dari mana, Dev?” tanya Ghazanvar terkejut.“Abis telepon Ipeh.” Radeva menggerakan tangannya yang memegang handphone.“Ini kayanya si Ana berusaha keras banget nutupin jati diri dia yang sebenarnya.” Radeva berpendapat sembari memindai seluruh ruangan Ballroom.“Kenapa? Gara-gara tema dekornya fairythopia?” Ghazanvar menebak dan Radeva menganggukan kepalanya sebagai respon.“Gimana kalau ide tema ini idenya si Nawa?” ujar Ghazanvar lantas tergelak.“Bisa jadi sih! Si Ana ‘kan sukanya warna item dengan tema serba minimalis … enggak kaya pesta ulang tahun anak cewek umur tujuh tahun gini.” Ghazanvar tertawa lagi menanggapi.Lalu suara MC terdengar membuka acara, satu persatu tamu undangan mulai berdatangan.MC yang menggunakan bahas Inggris itu memberi instruksi agar para tamu membuat sebuah li
Ghazanvar berdecak lidah kesal saat melihat Naraya berjalan mendekat.Istrinya tampak cantik sekali mengenakan gaun untuk resepsi pernikahan Arnawarma dan Anasera.“Nay, ah … kamu kenapa cantik-cantik banget sih!” seru Ghazanvar dengan tampang tidak suka.“Ih, kok Abang gitu … istrinya cantik malah protes.” Sebagai seorang perempuan, Aruna tidak suka dengan sikap kasar sang kakak kepada istrinya di depan banyaknya sepupu mereka.“Nanti kalau banyak yang terpesona terus mau ngerebut dia dari Abang, gimana?” Ghazanvar mengungkapkan alasannya.“Kata cowok yang pernah berusaha ngerebut istri dari adik sepupunya sendiri,” celetuk Narashima santai dengan tatapan fokus pada gadgetnya karena sedang main game.Semua lantas tergelak menertawakan Ghazanvar membuat pria itu merotasi bola matanya dan raut wajah Naraya yang tadi menegang pun perlahan melembut.“Duduk, Nay.” Reyzio bangkit dari samping Ghazanvar memberi tempat untuk Naraya.Seluruh Gunadhya sedang berkumpul di lobby sebuah h
“Nay … seriusan aku enggak tahu kalau papi nyumbang buat acara ini.” Ghazanvar membuka pembicaraan setelah beberapa menit semenjak mereka masuk ke dalam mobil—Naraya bungkam seribu bahasa.“Sebenarnya Nay enggak masalah, Bang … cuma Nay khawatir orang-orang bergosip kalau Nay bisa selalu mewakili kampus karena mertuanya penyumbang terbesar setiap acara di kampus.” Naraya terdengar menggerutu, bibirnya mengerucut dengan wajah ditekuk.“Nanti aku bilang sama papi ya untuk enggak selalu andil, tapi kayanya pihak kampus yang ngajuin proposal duluan ke papi … sekarang papi sama Rektornya ‘kan bestian, teman golf.”Naraya menoleh menatap suaminya. “Oh ya?” Kedua alis wanita yang memiliki mata seperti almond itu terangkat.Setelah untuk yang pertama kalinya papi Arkana dan papanya Khafi bertemu di kantor Polisi karena urusan sang putra yang berkelahi dan setelah itu mereka jadi akrab.“Iya sayang … ya masa sama bestie enggak royal,” kata Ghazanvar lagi kemudian tertawa.“Ya kalau git
Ghazanvar sengaja tidak masuk kantor untuk melakukan gladi di kampus Naraya, tapi bukan berarti pria itu tidak bekerja—Ghazanvar masih bertanggung jawab pada pekerjaannya dengan membawa MacBook dan mengerjakan apa yang biasa dia kerjakan di kantor dari kampus Naraya atau lebih tepatnya Aula utama tempat pentas seni akan berlangsung besok.Sesekali matanya mengawasi interaksi antara Naraya dengan Khafi, mereka tampak akrab sekali.Ghazanvar jadi kesal dan dia tidak mau repot-repot menutupi ekspresi benci di wajahnya untuk Khafi.Lihat saja bagaimana tajamnya tatap mata Ghazanvar tertuju pada Khafi saat netra mereka tidak sengaja bersirobok.“Abang Ghaazaaa.” Afifah datang membawa satu cup kopi untuk Ghazanvar.“Ini buat Abang,” katanya manis sekali.“Waaah, curiga nih pasti kamu mau nanya-tanya tentang Radeva ya!” tebak Ghazanvar membuat Afifah menyengir lebar.Ghazanvar tertawa karena tebakannya benar sampai berhasil mengambil alih perhatian Naraya dan Khafi yang berada di atas
Pria itu bangkit dari kursi. “An … aku lewati satu malam dan satu hari tanpa kamu … dan ternyata aku enggak bisa.” Detik berikutnya Anasera berlari ke arah Arnawarma lantas memeluk pria itu erat. Anasera menangis di dada Arnawarma, dia pikir telah kehilangan pria itu. “Maafin aku ya, aku terlalu egois …,” kata Arnawarma padahal yang salah Anasera. Anasera menggelengkan kepala. “Aku yang salah.” Suara Anasera teredam dada Arnawarma. “Enggak sayang, aku yang salah.” Arnawarma bersikeras. Anasera mendongak demi menatap wajah tampan sang tunangan. “Aku yang salah, aku enggak bisa kasih tahu kamu keberadaan aku kemarin.” “Iya enggak apa-apa, harusnya aku percaya sama kamu … jadi aku yang salah.” Arnawarma memaksa. “Ih … enggak Nawa, aku yang salah.” Mereka berdua jadi rebutan menjadi orang yang bersalah dalam masalah ini. Lalu keduanya tertawa, Arnawarma memeluk Anasera kembali,