Naraya menatap ponsel yang di layarnya menunjukan ruang pesan dengan Ghazanvar.Akun Ghazanvar tidak mengaktifkan pemberitahuan kapan terakhir dia online.Keluarga Ghazanvar juga tidak ada yang memberitahu Naraya apakah mereka sudah bisa menghubungi Ghazanvar atau belum?Padahal besok Naraya akan mengikuti lomba, tadinya dia ingin Ghazanvar menonton penampilannya yang membawa nama baik sekolah.Sebagai menantu dari kalangan biasa, Naraya ingin menunjukkan kelebihannya.Ghazanvar tidak akan menyesal menjadikannya istri meski dia bukan anak Konglomerat seperti Zaviya.Sayup-sayup terdengar suara geretan besi dengan rel dari gerbang besar terluar rumah ini.Naraya bangkit dari sofa lalu bergerak ke jendela mencari tahu mobil siapa yang baru sampai.Chiko mengejar Naraya lantas memanjat tirai untuk melihat ke luar jendela.Bibir Naraya tersenyum tatkala mengetahui kalau mobil Ghazanvar yang baru saja masuk ke halaman rumah.Saat mobil berhenti, Naraya melihat Gahzanvar turun.B
Naraya pikir hanya Ghazanvar yang akan hadir menyaksikan dirinya menampilkan suatu tarian tradisional dalam perlombaan yang diadakan antar kampus seni se-Indonesia.Tidak Naraya duga kalau banyak keluarga Ghazanvar turut hadir termasuk kakek dan nenek yang kini duduk di bangku penonton.Naraya bisa melihatnya dari belakang panggung.Dia tidak pernah tahu kalau tempat di mana acara berlangsung adalah tempat yang sulit sekali mendapat ijin karena pemiliknya adalah salah satu klan paling berpengaruh di Indonesia sejak jaman dulu namun hanya satu panggilan telepon dari kakek atas permintaan Ghazanvar maka proposal yang diajukan kampus Naraya langsung lolos.Itu kenapa Ghazanvar bisa sesuka hati membawa Naraya bulan madu karena dia yang menentukan tanggal kapan acaranya akan digelar.Naraya yang sudah menggunakan kostum daerah beserta make up khusus menjadi sangat gugup padahal biasanya hanya gugup sebatas tangannya yang dingin tapi sekarang jantungnya berdebar kuat sekali.“Minum Na
Ghazanvar merentangkan kedua tangannya menyambut Naraya dari pintu backstage.Naraya berlari sembari tersenyum lalu masuk ke dalam pelukan Ghazanvar yang kemudian membawanya berherak ke kiri dan ke kanan.“Kamu hebat, aku bangga ….” Ghazanvar berbisik membuat senyum Naraya terbit lagi hingga pipinya membulat.“Gantian … gantian,” celetuk papi dan barulah Ghazanvar melepaskan Naraya.“Keren banget mantu Mami.” Mami Zara memeluk Naraya.“Keren,” kata nenek Aura saat gantian memeluk Naraya.“Kakek yakin kamu pasti menang.” Kakek Narendra sampai membatalkan meeting dengan para CEO AG Group hanya untuk melihat Naraya perform.“Hebat kamu, Nay.” Papi menimpali.Dan Naraya juga mendapat hujan pujian dari adik-adiknya Ghazanvar yang terlihat bangga dengan penampilannya barusan.“Nay udah biasa perform di depan Presiden jadi skill-nya enggak perlu diragukan.” Ghazanvar menyombongkan sang istri.“Iya, enggak sia-sia kita ijin setengah hari dari kantor buat ngeliat penampilan yang kere
“Nay!” Ghazanvar berlari menuruni tangga mencari Naraya yang kini sedang menangis di dalam pelukan mami Zara di ruang tamu.Papi juga ada di sana beserta Aruna dan Narashima yang tampak kebingungan.Arnawarma dan Reyzio pulang terlambat karena memiliki janji kencan.“Kamu apain Nay, Bang? Kamu bohongin dia apa?” Papi meninggikan suara bersama tatapan nyalang.Ghazanvar memejamkan matanya sekilas sembari mengembuskan napas.Belum apa-apa papinya sudah men-judge, padahal apa salahnya beliau memberikan kesempatan padanya untuk menjelaskan.“Abang enggak tahu, Piii … ada chat masuk ke hape Abang yang enggak tahu dari siapa terus Nay baca!” Ghazanvar menjelaskan sembari memberikan ponselnya kepada papi agar dibaca langsung oleh beliau sebagai bahan pertimbangan.Papi Arkana merebut kasar ponsel itu dari tangan Ghazanvar, Narashima dan Aruna langsung mendekat ke samping papi penasaran dengan isi chat tersebut.“Iiiih Abang ngapain sama si pengirim pesan ini sampai dia bilang malam p
Naraya melangkah gontai setelah turun dari dalam mobil, seharian ini mood-nya buruk sekali setelah tadi malam mengetahui dugaan perselingkuhan suaminya.Pagi tadi Naraya tidak bicara banyak dengan Ghazanvar yang tidak biasa pagi sekali sudah pergi tanpa sempat sarapan.Pria itu juga tidak memberi kabar seharian ini padahal biasanya puluhan pesan Ghazanvar kirim untuk mengetahui keadaan Naraya atau hanya sekedar mengirim pesan mesum yang akan membuat pipi Naraya memerah.Tangannya mendorong pintu rumah sang mertua yang setinggi dua setengah meter.Terdengar suara orang mengobrol di ruang televisi membuat langkah Naraya tertuju ke sana, siapa tahu ada keluarga Ghazanvar yang datang dan Naraya harus setor muka pada mereka tentunya.“Yang ditunggu datang juga,” kata papi menyambut Naraya.“Sini sayang.” Mami menggerakan tangan meminta Naraya mendekat lalu menepuk space kosong di sampingnya pada sofa yang beliau duduki.Ada Alex dan seorang wanita yang tidak Naraya kenal di ruang ta
“Kamu enggak ada niatan buat selingkuh?” Mita yang duduk di sebelah Ghazanvar dalam sebuah acara formal tentang perekonomian dan wirausaha yang diadakan pemerintah dengan mengundang Mentri Perekonomian serta Gubernur Jakarta tiba-tiba bertanya.“Enggak.” Ghazanvar menjawab cepat sembari menatap ke podium di mana sang Gubernur sedang menyampaikan pidatonya.Mita mengembuskan napas jengah, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.“Aku mau resign.” Mita mengucapkannya dengan tegas meski suaranya rendah.“Kamu sering ngomong seperti itu tapi enggak ada satu pun surat pengunduran diri yang sampai ke mejaku.” Ghazanvar memang sudah kesal dengan sikap Mita yang terbawa perasaan.Dari awal dia melarang Mita mencintainya karena meski dulu mereka sering bercinta tapi bagi Ghazanvar hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis sebagai pria dewasa. Mita tertohok, matanya mulai berkaca-kaca dan harus menahan sekuat tenaga agar air mata tidak jatuh.“Kamu mencintai istri kamu?” Mita masih s
Ghazanvar menepati janjinya, pria itu membawa Naraya ke sebuah perumahan elite dengan hunian asri didukung kolaborasi harmonis antara sektor akademis, bisnis dan pemerintahan.Semua ada di dalam komplek itu hingga pusat hiburan, kesehatan serta gaya hidup.Naraya tahu kalau harga rumah di sini tidak murah apalagi katanya Ghazanvar juga mau membeli sebuah gedung di komplek ini untuk kantornya.Ghazanvar membelokan kemudi masuk ke halaman sebuah rumah besar tanpa pagar.Rumah itu berada di hook di keliling taman dengan rumputnya yang tertata rapih.Kaca jendelanya belum dilapisi tirai jadi Naraya bisa melihat ke dalam rumah yang sudah terdapat furniture.Kaki Naraya lemas saat turun dari dalam mobil, dia tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan dinaikkan derajat setinggi ini oleh Yang Maha Kuasa.“Ayo, Nay.” Ghazanvar mengulurkan tangan, mengajak Naraya masuk karena sedari tadi istrinya itu hanya diam saja memandangi keseluruhan rumah sampai menoleh ke kiri dan ke kanan serta m
“Naaaaayyyy.” Ghazanvar mengerang sembari merengkuh pinggang Naraya membuat dada mereka merapat.Naraya tertawa berusaha meronta namun tidak menggunakan tenaga jadi Ghazanvar bisa membawa tubuh Naraya jatuh ke kasur yang empuk.“Nay … mau test drive, enggak?” Ghazanvar menaik turunkan kedua alisnya berkali-kali.“Apa sih, Bang … masa mau make love di sini?” “Kenapa enggak? Ini ‘kan rumah kita.” Ghazanvar mulai membuka satu persatu kancing kemeja.“Belum ada tirainya, nanti ada yang liat.” Naraya menolak secara halus.“Enggak apa-apa, kamar kita paling tinggi… enggak ada yang liat.” Ghazanvar yang telah bertelanjang dada naik ke atas Naraya.Apa yang bisa Naraya lakukan selain membuka kakinya lebar-lebar, memberikan apa yang Ghazanvar paling inginkan darinya.*** “Mas … kayanya aku enggak jadi dijodohin deh!” celetuk Afifah saat mereka makan siang sebelum menonton film.Karena Afifah tidak boleh pulang lewat maghrib jadi kencan kali ini disponsori oleh bolosnya Afifah di ja
“Tenang saja, kita bisa salahkan suaminya Naraya … apa kamu tidak lihat kalau mobil lain yang ada di video itu adalah mobil suaminya Naraya!” Naraya menggelengkan kepala, ternyata pak Surawijaya telah menyadarinya, air mata Naraya semakin deras berlinang membayangkan suaminya akan masuk Penjara karena fitnah Surawijaya dan paman Eka.“Oh ya? Jadi mobil itu mobil suaminya Naraya?” Paman Eka ternyata terlalu bodoh untuk mengidentifikasi mobil lain dalam video tersebut.“Ya! Itu mobilnya suami Naraya.” “Oke kalau begitu, saya akan langsung menuduh dia jika Polisi mendatangi saya.” Paman Eka begitu percaya diri.“Oke, pulang lah … biar Naraya saya bawa ke Columbia untuk sementara disembunyikan sampai keadaan aman.”Mata Naraya melebar mendengar rencana Surawijaya.Columbia? Apa maksud pria itu ingin membawanya ke Columbia? Benak Naraya diliputi berbagai pertanyaan.“Tapi Pak, hutang saya lunas ‘kan? Dan uang satu Milyarnya kapan bisa masuk ke rekening saya? Kan sekarang Bapa
“Paman … bukannya ini rumah pak Surawijaya?” Naraya celingukan dari dalam mobil.“Iya … orangnya ada di rumah pak Surawijaya, pak Surawijaya yang menemukan orang yang merekam video tersebut.” Tentu saja paman Eka mengatakan sebuah dusta.Naraya tidak memiliki prasangka apapun, dia turun dari dalam mobil tua milik paman Eka.“Paman … apakah sopan datang pagi-pagi ke rumah orang?” Naraya merasa segan, langkahnya berhenti di depan teras rumah.“Paman udah menghubungi pak Surawijaya sebelumnya, makanya berani datang pagi-pagi.” Paman Eka selalu memiliki ribuan alasan untuk membuat lawan bicaranya percaya.Akhirnya langkah Naraya pun dilanjutkan hingga ke depan pintu.Tok …Tok …Ceklek … Surawijaya sendiri yang membuka pintu, senyumnya terkembang lebar begitu mendapati Naraya di teras rumahnya.“Nay … apa kabar?” sapanya dengan mata berbinar.“Baik, Pak.” Naraya tersenyum kecut.“Masuk, Nay.” Surawijaya hanya menyapa Naraya tanpa mempedulikan paman Eka.Paman Eka masuk lebih
“Iya Mi, Nay enggak ada … tadi pagi pergi dan seharian ini enggak bisa dihubungi terus jam segini belum pulang.” Suara Ghazanvar bergetar dampak dari rasa takut yang teramat sangat akan kehilangan Naraya.“Tenang dulu Bang, Mami coba hubungi pak Rukmana ya … siapa tahu Nay pulang menenangkan diri ke Bandung.”Ghazanvar terpekur, kenapa dia tidak berpikir ke sana?“Telepon paman Rukmana sekarang ya Mi, Abang belum bisa tenang sebelum tahu keberadaan Nay.” “Iya Bang, Mami telepon pak Rukmana dulu ya.” Keduanya sepakat memutus sambungan telepon.Jemari mami Zara begitu lincah mencari nomor telepon pak Rukmana pada ponselnya.Tidak peduli jam sudah menunjukkan hampir tengah malam, mami harus bisa segera mengetahui keberadaan menantunya.“Hallo, Bu?” Pak Rukmana menyahut dengan nada suara khas bangun tidur.“Pak, maaf mengganggu waktu istirahatnya … saya baru dapat kabar kalau Nay pergi ke Bandung, apakah sudah sampai, Pak?” pancing mami Zara karena tidak mungkin beliau memberi
Dari dalam mobilnya Ghazanvar mendongak ke arah jendela kamarnya dan mendapati lampu di kamar padam.Mungkin Naraya sudah tidur, jam memang menunjukkan pukul sebelas malam.Seharian ini dia sibuk sekali, tadinya setelah bertemu klien—Ghazanvar akan langsung pulang untuk menemani Naraya namun pekerjaan menahannya di kantor.Dilanjut dengan bertemu klien berikutnya, semenjak menikah dengan Naraya keadaan perusahaan mengalami banyak sekali kemajuan dan kenaikan profit.Mungkin Naraya membawa hoki bagi Ghazanvar.Langkah Ghazanvar menderap ringan masuk ke dalam rumah.Dia hanya perlu menempelkan jempolnya pada handle pintu maka benda tersebut akan terbuka.Gelap menyambutnya di lantai satu, Ghazanvar langsung menuju kamar tidak sabar ingin bertemu istrinya yang sedang merajuk karena pesan yang dia kirim siang tadi masih ceklis satu pertanda Naraya tidak mengaktifkan ponselnya atau mungkin nomornya diblokir sang istri, sungguh tragis.Dengan sangat perlahan Ghazanvar membuka pintu
“Nay, aku kerja dulu ya … kamu enggak ke kampus juga enggak apa-apa, nanti aku ijinin ke kampus kamu.” Ghazanvar tidak mendapat sahutan.Naraya tetap meringkuk di atas ranjang dengan membalut seluruh tubuhnya menggunakan selimut.Ghazanvar mengusap kepala Naraya dari luar selimut, dia berjongkok di depan Naraya.“Nay, kamu boleh membenci aku seumur hidup kamu tapi jangan tinggalin aku ya, Nay.” Ghazanvar memiliki firasat buruk sampai tadi malam dia sulit sekali untuk terlelap.Masih tidak ada jawaban dari Naraya.Ghazanvar beralih mengusap perut Naraya dari luar selimut.“De, Daddy pergi ya … jangan nakal, jagain Mommy.” Ghazanvar bergumam.Ghazanvar bangkit tapi dalam posisi membungkuk, dia mengecup kepala Naraya dari luar selimut barulah keluar dari kamar.Ada meeting penting yang harus Ghazanvar hadiri jadi dia tidak bisa bolos kerja.Setelah mendengar suara mobil Ghazanvar menjauh, Naraya mengawasi kegiatan para pekerja di rumahnya.
Ghazanvar tidak mampu langsung membantah atau memberikan penjelasan kepada Naraya. Dia menghubungi mami dan papi untuk meminta bantuan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan Alex ditugaskan Ghazanvar untuk mengurus video tersebut agar segera menghilang dari setiap platform dan tidak bisa diakses kembali. “Nay, kita ke dokter dulu ya sekarang …,” bujuk Ghazanvar sembari menyentuh tangan Naraya yang masih belum juga menghentikan tangis padahal sudah dijanjikan kalau papi dan mami nanti akan menjelaskan semuanya. “Enggak, Nay … butuh penjelasan sekarang juga, jadi sekarang kita ke rumah mami aja.” Naraya bangkit dari sofa. Dia melangkah cepat keluar dari ruangan Ghazanvar diikuti pria itu. Untuk sampai ke lobby mereka harus menaiki lift bersama karyawan lain di saat jam tepat menunjukkan waktunya pulang kerja. Otomatis seluruh karyawan yang ada di dalam lift mengarahkan tatap dengan ekspresi penuh
Tiba-tiba dosen yang seharusnya mengajar kelas terakhir batal mengajar karena ada keperluan mendadaks.Afifah sedang mengikuti kelas terakhir mata kuliah lain dan Anggit tidak ada kelas hari ini sedangkan Naraya memiliki janji dengan dokter kandungan sore nanti setelah Ghazanvar pulang kerja dan menjemputnya ke sini.“Kalau pulang dulu ke rumah … jauh lagi abang jemputnya ….” Naraya sedang menimbang.Pasalnya rumah sakit mami Zara lebih dekat dijangkau dari kampus dari pada dari rumah.Naraya meminta solusi Ghazanvar, dia mengirim pesan singkat kepada suaminya.Naraya : Bang, dosen Nay enggak jadi ngajar.Ghazanvar : aku suruh orang jemput kamu sekarang ya, kamu nunggu di ruangan aku aja, sekarang aku lagi meeting.Naraya : Oke.Lima belas menit Naraya menunggu di bangku taman, tiba-tiba terdengar suara helikopter mendarat di landasan heli di rooftop gedung Rektorat.Naraya memandangi rooftop gedung yang berada tepat di sebelahnya.“Hebat banget ya kalau punya previllage sek
Naraya menderapkan langkah menyusuri jalan setapak menuju kelas berikutnya.“Nay!” Suara berat seorang pria membut langkahnya berhenti, dia lantas menoleh ke asal suara.“Stop di situ!” Naraya berseru sambil mengangkat tangan.Langkah Khafi seketika terhenti, wajah tampan itu pun melongo bingung.“Mas Khafi chat aja, jangan deket-deket Nay dulu … nanti suami Nay marah, Nay lagi banyak pikiran enggak mau ditambah berantem sama abang juga.” Kedua alis Khafi terangkat hanya bisa diam membeku sembari menatap punggung Naraya yang dengan cepat menjauh.Ada gejolak di dada Naraya rasanya ingin marah-marah.Naraya tidak mengerti, ingin menangis juga sebenarnya tapi lebih besar perasaan ingin marah-marah, entah kenapa, Naraya juga bingung.Dia tidak bicara dengan teman-temannya selama kelas berikutnya berlangsung sampai akhirnya kelas berakhir kemudian Naraya pergi ke parkiran.“Awas aja ya kalau sampai abang Ghaza belum sampe, Nay pulang sendiri …,” ancamnya sembari misuh-misuh.Na
“Lho Nay, mau ke mana?” Ghazanvar yang baru saja keluar dari kamar mandi bertanya dengan kening berkerut tidak suka melihat Naraya memakai pakaian untuk kuliah berupa kemeja dan celana jeans.“Mau kuliah, Bang.” Naraya menjawab sembari menyisir rambut panjangnya tanpa berani menatap mata sang suami.“Tapi kamu ‘kan kemarin malam masih lemes sampai aku gendong dari mobil ke kamar … ijin dulu lah Nay sehari,” pinta Ghazanvar baik-baik demi kesehatan Naraya dan janin yang ada di dalam perutnya.“Enggak bisa Bang, sekarang ada ujian praktek menari—“ Kalimat Naraya terhenti teringat ucapan papi Arkana saat di Singapura.Dia menunduk menatap perutnya yang masih rata kemudian mengusap lembut di sana.“Naaay … gimana kalau kamu cuti dulu sampai melahirkan?” bujuk Ghazanvar, kedua tangannya terulur memeluk Naraya dari belakang.Dia juga ikut mengusap perut Naraya menggunakan kedua telapak tangannya yang besar.Banyak kecupan Ghazanvar berikan di belakang kepala Naraya.“Aku sayang kamu