Lukman meletakkan buku yang ada di tangannya, lalu menatap Hatta sambil berkata, "Nak, Ayah memang nggak terlalu mengenal Wira, tapi Ayah tahu beberapa hal tentang dirinya. Wira adalah orang yang sangat hebat. Kalau nggak, penasihat kanan nggak mungkin akan takut padanya."Hatta menghela napas, lalu bertanya, "Ayah, jangan-jangan yang dikatakan Yudha benar bahwa Wira adalah dalang di balik kerusuhan Kerajaan Agrel? "Lukman mengangguk sembari menjawab, "Masalah ini 80% benar. Wira memiliki bakat yang hebat. Penasihat kanan juga ingin merekrutnya. Tapi, Wira sepertinya nggak sejalan dengan penasihat kanan sehingga mereka nggak bisa bekerja sama. Jadi, Wira nggak bisa menjadi sekutu dan hanya bisa dianggap sebagai musuh."Mendengar ini, Hatta buru-buru bertanya, "Ayah, kita harus bagaimana? Apa langsung membunuhnya?""Membunuh? Apa kamu kira dia gampang dibunuh? Dia saja bisa menghadapi bahaya dengan mudah. Sulit untuk membunuhnya. Selain itu, apa kamu lupa bagaimana Dirja dihukum?" timp
"Si tua bangka dari Keluarga Linardi adalah orang yang sangat licik. Kejadian saat itu saja hampir menyebabkan keluarga mereka hancur. Kalau sudah seperti ini, apa sekarang mereka masih berani terlibat dalam perselisihan pemerintahan? Penasihat kanan sudah memberitahuku sejak awal bahwa Keluarga Linardi nggak ada gunanya. Jadi, kita nggak perlu memanfaatkan mereka lagi."Hatta akhirnya mengerti setelah mendengar penjelasan ini. Dia bertanya, "Ayah, menurutmu apa kita harus menghadapi Wira? Kalau kita berurusan dengan Wira, penasihat kanan pasti sangat senang."Lukman mengangguk sembari berujar, "Kita masih harus mempertimbangkan masalah ini. Untuk melenyapkan Wira, kita harus menyingkirkannya dengan 1 serangan saja. Kita nggak boleh memberinya kesempatan untuk melawan, apalagi hanya menggertak! Satu hal lagi, kita jangan turun tangan langsung. Akan lebih baik kalau kita meminta bantuan orang lain untuk menyingkirkannya!"Hatta sontak bingung dan bertanya, "Ayah, kalau begitu kita akan
Danu baru mengerti setelah mendengar penjelasan Wira.Saat ini, di ruangan privat yang gelap dalam Rumah Bordil Fion, Farrel dan gadis berpakaian ungu sedang duduk sambil minum teh."Biarpun sudah sering ke sini, setiap kali datang aku selalu merasa tempat ini bagus. Pantas saja para pria senang datang ke sini," ujar Farrel sambil menggoyangkan kipas lipatnya dan tersenyum tipis. Dia benar-benar kelihatan seperti tuan muda yang datang untuk bersenang-senang."Sebagai seorang wanita, kamu benar-benar nggak tahu malu dengan datang ke tempat seperti ini," balas gadis berpakaian ungu dengan kesal.Farrel sontak tersenyum dan berkata, "Bukannya kamu juga di sini sekarang? Kamu harus belajar cara wanita di sini menyenangkan pria. Itu bisa dibilang sebuah seni."Biasanya, gadis berpakaian ungu itu pasti akan marah. Namun, sekarang dia hanya tersenyum dan berkata, "Justru kamu yang harus belajar. Dengan begitu, mungkin kamu benaran bisa menaklukkan Wira.""Kamu tahu sendiri kalau Wira ini pria
Yudha mengetahui kemampuan Wira dengan sangat baik. Jadi, tentu saja orang-orang penasihat kiri yang lain juga tahu. Selain itu, strategi membangun dan mempertahankan negara yang diusulkan Wira juga sudah mereka ketahui. Dari situ saja, mereka sudah memahami talenta Wira.Sementara itu, penasihat kanan dan para anteknya yang mampu memegang kekuasaan selama bertahun-tahun juga tidak bisa diremehkan. Terlebih lagi, saking waspadanya mereka sampai menghasut Raja demi menundukkan Wira. Hal itu membuktikan bahwa mereka tahu tentang kemampuan Wira, tetapi hanya berpura-pura bodoh.Saat ini, satu-satunya orang yang tidak mengetahui bakat dan pengetahuan Wira yang sebenarnya hanyalah Raja egois itu."Pujianmu berlebihan," ujar Wira sambil tersenyum.Farrel berujar lagi, "Kamu seharusnya tahu situasimu sendiri saat ini. Awalnya, nggak ada yang berani mengusikmu berkat perlindungan orang-orang penasihat kiri. Tapi, dekret Raja menjerumuskan kamu ke situasi sulit. Orang-orang penasihat kiri sekal
Wira tidak menyangka bahwa Farrel akan balik menanyai dirinya. Sejujurnya, ambisi Wira tidak sebesar orang-orang lain. Dia hanya ingin hidup dengan tenang. Soal uang, Wira memang merasa makin banyak uang akan makin baik. Lagi pula, tidak ada orang yang bisa hidup di dunia tanpa uang. Namun, jika dibandingkan dengan Keluarga Barus, ambisinya masih kalah jauh.Keluarga Barus adalah keluarga terhormat yang memiliki banyak uang. Mereka juga pedagang besi terbesar di kerajaan. Keluarga Barus pada dasarnya menguasai kedua barang yang paling dibutuhkan saat perang pecah, yakni uang dan senjata. Dengan kekuatan sebesar itu, tidak heran jika mereka menjadi ambisius."Aku cuma tanya sambil lalu. Lanjutkan ucapanmu," ujar Wira sambil tersenyum.Farrel melanjutkan, "Di luar istana, pedagang garam dan pedagang sutra dikendalikan oleh keluarga terhormat. Kebetulan, kamu juga terlibat dalam jalur penjualan garam. Sebagai pedagang garam terbesar di Kerajaan Nuala, Keluarga Larasati di Provinsi Sebra t
Mendengar ini, Wira pun tahu bahwa Keluarga Larasati telah mulai bertindak."Kuharap mereka melawanku dengan metode bisnis yang jujur. Kalau mereka pakai cara kotor, aku nggak akan segan-segan pada mereka," gumam Wira. Dia juga punya batas kesabarannya sendiri. Jika orang-orang itu melawannya dengan metode bisnis, itu tidak masalah. Lagi pula, mereka semua adalah pebisnis.Wira hanya tidak suka jika orang-orang menggunakan cara yang tidak bermoral. Setidaknya, dia masih bisa menerima tindakan Keluarga Larasati saat ini yang bermaksud menghentikan pelelangan. Langkah ekstrem ini tentu saja memengaruhi bisnis Wira, tetapi tidak banyak."Kompetisi Puisi Nasaka akan diadakan dua hari lagi, kita jual saat itu saja," ujar Wira.Wira berencana menggunakan metode yang sama seperti saat menjual Pedang Treksha. Akan ada banyak orang yang datang ke Kompetisi Puisi Nasaka. Dia yakin orang-orang di sana pasti tertarik membeli produknya. Wira pun menunggu dimulainya Kompetisi Puisi Nasaka dengan ten
Tadinya, Wira berpikir Hatta akan bersikap kasar atau setidaknya memasang tampang masam. Akan tetapi, orang ini tampak biasa-biasa saja padanya.Teringat pada kesombongan Hatta tempo hari di Kediaman Omair, lalu membandingkannya dengan sikap pria itu hari ini, Wira sontak paham bahwa Hatta bukanlah orang yang bisa diremehkan. Padahal, Hatta sangat membenci Wira, tetapi dia masih bisa menyapanya dengan begitu ramah. Pengendalian diri sehebat ini bukanlah sesuatu yang bisa dimiliki orang biasa.Fabrian dan Pramana juga datang bersama Wira. Kali ini, Wira tidak membawa terlalu banyak orang. Selain dia dan istrinya, hanya ada Danu dan dua orang tersebut. Mereka hanya datang berlima. Danu berdiri di samping dengan tangan menggenggam Pedang Treksha. Dia memandang waspada pada sekelilingnya dengan aura yang mengintimidasi."Ayo masuk," ajak Wira sambil tersenyum. Dia memimpin semuanya berjalan ke tepi danau di kaki gunung. Di sana, sudah disiapkan bangku-bangku yang dikelilingi orang-orang. B
Banyak tuan muda dari keluarga terhormat dan beberapa sarjana buru-buru menyetujui.Lukman mengangguk, lalu tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, aku akan menerima kehormatan ini. Karena ini adalah kompetisi puisi, wajar kalau kita bertemu dengan teman yang sama-sama menggemari puisi. Sebenarnya, aku ingin mengajukan topik membangun dan mempertahankan negara. Tapi, Tuan Wahyudi ada di sini. Waktu itu, puisi 'Mengenang Dirga' yang ditulisnya menjadi sangat terkenal. Kurasa nggak ada topik yang bisa melampauinya."Mendengar ucapan Lukman, Wira sontak tertegun sejenak. Apa yang ingin dilakukan tua bangka itu?"Bagaimana kalau kali ini kita minta Tuan Wahyudi yang memberikan topik?" kata Lukman sambil menatap Wira. Senyum yang terlihat di wajahnya tampak tulus."'Mengenang Dirga' memang bagus. Kalau Pak Lukman setuju, biar Tuan Wahyudi saja yang mengusulkan topik."Semua orang segera menimpali dengan tegas, "Betul, mari kita minta Tuan Wahyudi mengajukan topik!"Wira memicingkan mata menat
"Kalau begitu, kita bakar saja semuanya. Kalau nggak bisa dibawa pulang, kita bawa saja abu mereka. Ini satu-satunya cara yang bisa kita lakukan untuk sekarang," sahut Wira.Mereka tewas di hutan ini dengan tubuh yang telah dimakan oleh ular, serangga, tikus, dan semut. Hanya dengan menyentuh mayat-mayat ini, Wira dan lainnya bisa berisiko keracunan. Jadi, mereka harus sangat berhati-hati.Membakar mayat-mayat ini adalah satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan saat ini.Beberapa orang itu mengangguk. Saat Agha dan Dwija mencari kayu bakar, Wendi mengeluarkan sebotol bubuk dari dalam sakunya."Kalian nggak perlu cari kayu bakar. Aku bisa langsung membakar mayat-mayat ini. Setelah aku taburkan bubuk putih ini, tubuh mereka akan terbakar dengan sendirinya. Setelah itu, kita cuma perlu kumpulkan abu mereka."Setelah mendapat izin dari Wira, Wendi menaburkan bubuk itu. Tidak lama kemudian, mayat-mayat itu terbakar dengan api yang menyala hebat.Meskipun api begitu besar, tidak ada pohon-po
Ketika Wira dan lainnya memasuki hutan, orang-orang dari Lembah Duka juga sudah mendapatkan berita tentang kedatangan mereka.Pada saat itu, beberapa orang dari Lembah Duka telah memasuki hutan dan mendekati kelompok Wira.Selama bertahun-tahun, tidak ada yang berani memasuki daerah ini. Bukan hanya karena kabut beracun yang ada, tetapi lebih karena hutan ini adalah wilayah Lembah Duka.Bagi orang-orang di wilayah barat, mereka tahu bahwa orang-orang dari Lembah Duka tidak bisa diusik. Jika bertindak sembarangan, mereka mungkin akan berakhir dengan sangat buruk, bahkan kehilangan nyawa. Makanya, tidak ada yang berani mengambil risiko.Seiring berjalannya waktu, melalui rumor yang terus beredar, nama Lembah Duka pun semakin menakutkan. Bahkan, desa-desa di sekitar wilayah mereka berangsur menghilang.Makanya, kedatangan Wira dan lainnya kali ini membuat Lembah Duka agak bingung. Mereka pun mengirim orang untuk memeriksa situasi di dalam hutan.Saat ini, Wira dan lainnya terus bergerak.
Agha tahu betul apa saja yang terdapat di dalam hutan. Makanya, dia merasa heran. Bagaimana bisa ular, serangga, tikus, dan semut menjadi sesuatu yang menakutkan?Sebelum Wendi sempat berbicara, Wira segera menjelaskan, "Kalau tebakanku nggak salah, ular, serangga, tikus, dan semut di dalam pasti menghirup kabut beracun itu. Makanya, mereka semua menjadi aneh dan beracun.""Kalau digigit oleh makhluk-makhluk itu, akibatnya bisa lebih merepotkan daripada dikejar oleh serigala atau harimau. Sepertinya serigala dan harimau meninggalkan tempat ini karena kabut beracun itu, 'kan? Apa aku benar?"Usai berbicara, Wira menatap Wendi. Wendi mengangguk. "Semua yang Tuan Wira katakan benar, memang seperti itu. Jadi, kalau mau masuk, kita harus sangat berhati-hati.""Aku membawa cukup banyak obat-obatan, jadi bisa melindungi kita semua untuk sementara. Tapi, tetap saja aku nggak bisa menjamin keselamatan kalian 100%."Tidak ada yang tahu apakah akan ada bahaya lain yang muncul di dalam sana. Tidak
Saat ini, Wira dan lainnya sedang dalam perjalanan menuju Lembah Duka.Seiring dengan langit yang semakin terang, Wira dan lainnya akhirnya sampai di depan hutan itu.Seperti yang dikatakan oleh Fahri, di depan mereka ada sebuah hutan besar yang tidak terlihat ujungnya. Meskipun sudah pagi, hutan itu tetap memberi nuansa gelap yang agak menakutkan.Meskipun tidak sepenuhnya gelap, jarak pandangnya sangat rendah. Yang paling aneh adalah ... tampaknya ada kabut putih di dalam sana.Hal ini cukup membingungkan. Wira menatap situasi di depan, lalu menatap Wendi di samping. "Sepertinya kami membutuhkan bantuanmu selanjutnya. Kabut di dalam sana sepertinya nggak biasa, 'kan?"Wira sudah berkelana selama bertahun-tahun. Banyak hal yang sudah dilihatnya. Begitu melihat kabut putih itu, dia bisa langsung menebak ada sesuatu yang aneh di dalamnya.Jika mereka masuk dengan ceroboh, mungkin saja mereka akan berakhir dengan nasib yang lebih buruk dari kematian ....Wendi mengangguk perlahan, lalu m
"Apa mereka benar-benar akan mencari masalah denganmu cuma karena perkataan sepihak dari Wira?" tanya Caraka dengan bingung."Sebenarnya, aku memang menyembunyikan banyak hal tentang identitasku dari kalian. Aku memang berasal dari wilayah barat dan juga orang Lembah Duka.""Sayangnya, ada aturan di Lembah Duka yang melarang orang-orang di dalam untuk keluar. Mereka hanya bisa tinggal di dalam lembah.""Ini merupakan pembatasan yang ditentukan oleh penguasa wilayah barat dengan Lembah Duka sejak bertahun-tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, nggak ada yang berani mematahkan kesepakatan ini.""Ini bukan karena orang-orang di dalam sana nggak mendambakan dunia luar, tapi karena ketua lembah saat ini sangat kolot. Jadi, nggak ada yang berani mengganggunya.""Kalau sampai seseorang membuatnya marah, hasilnya akan jauh lebih buruk dari kematian. Aku bahkan harus mengerahkan seluruh kekuatan untuk keluar dari Lembah Duka. Untungnya, aku bisa sampai di sini.""Tapi, kalau mereka tahu ke man
Wira tersenyum dan menepuk bahu Agha, lalu perlahan-lahan berkata, "Aku rasa nggak begitu. Kamu tadi sudah menakuti Saka. Ditambah lagi, cara Nona Wendi menyerang juga berhasil membuat para prajurit itu takut untuk menyerang. Kalau mereka tetap berada di sini, mereka akan ketakutan sampai nggak punya daya tarung lagi.""Daripada begitu, lebih baik mereka segera pergi dari sini. Kalau aku yang berada di posisi mereka, aku juga akan begitu."Meskipun Wira berbicara dengan santai, dia tahu jelas Saka bukan orang yang sembarangan dan memiliki pemikiran yang sama dengannya. Selain itu, Saka juga terampil dalam memimpin pasukan dan semua bawahannya adalah pasukan elite.Sepertinya, saat kembali ke Provinsi Tengah nanti, Wira merasa dia harus lebih berhati-hati. Jika pergerakan mereka ketahuan Saka, pasti akan ada pertempuran sengit dan situasinya bahkan lebih buruk dari sekarang. Bagaimanapun juga, Provinsi Tengah adalah wilayah kekuasaan Saka."Kita lanjutkan perjalanan kita. Selagi mereka
Jika Wendi tidak berada di sana, Saka tentu saja akan langsung turun tangan. Namun, setelah melihat cara Wendi bertarung, dia juga tidak berani mendekat. Dia khawatir jika terkena bubuk putih itu, nasibnya juga akan sama dengan orang-orang yang terjatuh ke tanah itu. Nyawanya lebih berharga daripada mereka, dia jelas tidak bisa mengambil risiko ini."Kenapa kalian masih berdiri di belakangku? Para sampah nggak berguna ini sudah mulai ketakutan. Kalau nggak ada yang membuka jalan untuk mereka, mereka nggak akan berani bergerak. Apa kalian ingin terus menunda waktu di sini? Cepat pimpin mereka untuk menyerang dan segera tangkap orang-orang itu," perintah Saka.Saka memang tidak berniat untuk turun tangan, tetapi dia menyerahkan tugas berat ini pada beberapa wakil di belakangnya. Mereka biasanya sangat berkuasa dam sudah diam-diam melakukan banyak hal di belakangnya. Namun, dia hanya mengawasi dan tidak terlalu memedulikan urusan kecil itu karena dia sendiri juga sering melakukan hal buru
Krak!Saka mengepalkan tinjunya dengan sangat erat dan tatapannya juga terlihat sangat dingin. Dia sudah memberikan tawaran yang bagus, orang lain pasti tidak akan bisa menahan godaan seperti itu jika berada di posisi Agha.Selain itu, Saka merasa orang yang berada di pihaknya bukan hanya hidup mewah, mereka juga bisa memperluas wilayah. Ini adalah masa depan yang diinginkan seorang perwira militer, tetapi Agha malah menolak tawarannya.Saat memikirkan hal itu, Saka kembali berteriak dengan marah, "Jadi, kamu bersikeras ingin melawanku?""Kalau begitu, kenapa? Kalian sendiri yang berkali-kali mencari masalah dengan kami. Dilihat dari sikapmu, sepertinya kamu ingin membantaiku ya? Kalau begitu, ayo ke sini," teriak Agha yang juga tidak mau kalah.Selain Wira, Agha sama sekali tidak peduli pada siapa pun di dunia ini dan kata-kata orang lain juga dianggapnya hanya angin lewat saja. Saat masih berada di Provinsi Yonggu, bahkan Danu pun tidak bisa memerintahnya. Apalagi sekarang, apa artin
"Terima kasih, Nona Wendi. Kamu ini memang sangat hebat. Kalau obat penyembuh luka ini dijual, pasti akan ada banyak orang dari wilayah barat sampai ke Provinsi Yonggu yang ingin membelinya," kata Dwija dengan segera.Sebelum bergabung dengan Gedung Nomor Satu, Dwija selalu berkelana di dunia persilatan dan sudah melihat banyak obat yang luar biasa. Namun, ini pertama kalinya dia merasakan obat yang memiliki efek yang begitu luar biasa. Sungguh luar biasa!Namun, Wendi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengiakan perkataan Dwija dengan tenang dan terus mengamati Agha yang sedang bertarung.Saat Wira dan yang lainnya sedang berbicara, Agha tetap terus bertarung dengan Saka. Mereka saling menyerang dan bertahan dengan sengit. Untungnya, dia juga bukan orang biasa, kekuatannya tentu saja tidak boleh diremehkan. Meskipun senjatanya tidak begitu cocok, dia tetap melawan musuhnya dengan luar biasa.Sebaliknya, Saka memang masih bisa menahan serangan Agha, tetapi dia tahu jelas kekuatannya m