"Kupikir aku nggak akan pernah melihatmu lagi di kehidupan ini. Kak Wira, apa kamu tahu aku sangat merindukanmu akhir-akhir ini? Kenapa kamu baru kembali sekarang?" ujar Lestari."Ayah sudah dibawa mereka ke penjara. Orang Keluarga Sutedja selalu datang mengancamku setiap hari, para preman ini menggedor pintuku setiap malam. Aku sangat takut dan hampir menyerah. Aku terus bertanya-tanya, kapan kamu akan pulang? Sekarang, kamu sudah pulang, tapi aku nggak sedang bermimpi, 'kan? Huhuhu!" keluh Lestari bertubi-tubi.Rasa tertekan, kesedihan, dan tersiksa yang sudah lama ditanggung Lestari akhirnya bisa dilampiaskannya saat ini. Di dunia ini, dia hanya punya dua kerabat, yakni ayah dan kakak sepupunya. Meskipun Lestari sering mengomel pada Wira, dia selalu menyayangi kakak sepupunya itu."Maaf, aku pulang terlambat. Ini semua salahku, seharusnya aku kembali lebih awal!" ujar Wira.Wira menyampirkan jubah ke tubuh Lestari, lalu menyeka air mata yang terus mengalir di wajah sepupunya yang ma
Terdapat ukiran perunggu monster dalam legenda pada pintu ruang penjara yang tertutup rapat. Ukiran monster itu tampak bengis dan mengintimidasi.Di sel penjara terakhir, Lisun, Hendra, dan perajin gula mengepung Suryadi yang sekujur tubuhnya penuh memar."Kamu nggak akan bisa keluar sebelum menyerahkan resep rahasia gula kristal!" Hendra berkata dengan ekspresi jengkel, "Putrimu sama keras kepalanya denganmu. Anak buahku sudah menyiksanya dengan bermacam cara, tapi dia tetap nggak mau buka mulut! Kuakui, orang Keluarga Saling memang berani!"Suryadi mendongak, air mata mengalir tanpa henti di wajahnya. Saat ini, dia merasa lega tetapi juga sedih saat memikirkan betapa putrinya telah banyak menderita.Hendra tersenyum tipis, lalu berkata, "Tapi, aku menyuruh empat preman tinggal di sana. Mereka akan terus menginterogasi putrimu dengan cara apa pun.""Bajingan, kalau terjadi sesuatu pada Lestari, aku akan menghabisimu!" ancam Suryadi naik pitam. Dia benar-benar ingin membunuh orang di d
Namun, tidak ada satu pun di antara kelompok Wira yang bisa diremehkan. Dilihat dari mata dingin dan aura membunuh mereka, sudah pasti mereka pernah mengotori tangan mereka dengan darah. Orang seperti ini kemungkinan telah berhadapan dengan situasi yang mempertaruhkan hidup dan mati di medan perang atau pernah menjadi bandit pembunuh.Namun, ini di pengadilan daerah, jadi Lisun sama sekali tidak takut. Dia memimpin empat petugas patroli untuk memblokir jalan dengan membawa golok sambil berkata, "Wira, lancang sekali kamu. Berani-beraninya kamu menerobos penjara pengadilan daerah! Apa kamu nggak tahu kalau ini kejahatan serius? Ini perbuatan keji yang akan membuat seluruh kerabatmu dibantai!"Wira bertanya dengan sorot mata muram, "Siapa kamu?""Dia Lisun, kepala petugas patroli!" Lestari menggertakkan gigi dan berkata, "Dialah yang membawa orang-orang ke toko besi, lalu langsung mencari sesuatu di bawah tempat tidur, seolah-olah dia tahu ada sesuatu yang disembunyikan di sana!"Lisun m
Dahi keempat petugas patroli lainnya bercucuran keringat dingin. Wira terlalu kejam. Setelah memotong jari Lisun, dia juga melarang Lisun untuk berteriak.Wira memandang keempat petugas patroli itu sambil bertanya, "Kalian juga terlibat dalam masalah pamanku, 'kan?""Tuan, tolong ampuni kami. Pak Lisun yang menyuruh kami melakukannya. Dia memberi kami 100 ribu!""Benda itu sengaja disembunyikan oleh Pak Lisun. Aku tahu di mana pencurinya!""Jangan bunuh kami. Kami masih punya banyak tanggungan di rumah. Kami juga terpaksa melakukannya!""Kami bersalah, tolong ampuni kami!"Keempat petugas patroli itu bersujud dan mengaku dengan ketakutan. Wira bahkan berani menyerang Lisun dan Husni. Jadi, mana mungkin dia tidak berani menyerang petugas patroli rendahan seperti mereka? Jika jari mereka dipotong dan mereka sudah benar-benar cacat, semuanya sudah terlambat!Wira menoleh pada Lisun, lalu berkata tanpa ekspresi, "Apa ada hal lain yang mau kamu jelaskan?""Pak Radit memberiku 2 juta dan men
Menerobos penjara sama saja dengan pemberontakan. Asalkan bisa menangkap Wira dan melibatkan Iqbal, Radit bisa menguasai Kabupaten Uswal. Dia juga bisa menjadi pemimpin dan berkuasa seperti 2 tahun yang lalu.Di dalam penjara, Lestari dan Suryadi sangat ketakutan sampai wajah mereka pucat pasi. Saat ini, mereka baru menyadari keseriusan dari menerobos penjara. Sementara itu, Lisun, Hendra, dan 4 petugas patroli tampak senang, seolah-olah melihat seorang penyelamat.Wira yang marah langsung membentak, "Radit, sebagai pejabat penting pemerintahan, seharusnya kamu menegakkan hukum secara adil. Tapi, kamu malah menerima uang dari keluarga kaya kabupaten dan melanggar aturan hukum demi kepentingan pribadi.""Kamu bekerja sama dengan orang lain untuk melakukan kejahatan dan menjebak warga yang nggak bersalah. Uang sogokan sebesar 2 juta gabak cukup untuk membuatmu dipecat," lanjut Wira.Terakhir kali, Radit menerima uang dari Keluarga Silali. Kali ini, dia menerima uang dari Keluarga Sutedja
Wira berani menghajar pejabat penting pemerintahan, apa dia ingin memberontak? Lestari dan Suryadi pun terperangah."Ah, darah!" teriak Radit yang terjatuh ke tanah. Bahkan, hidungnya juga berdarah. Kemudian, dia membentak, "Wira, kamu ... beraninya kamu pukul aku. Kamu mau memberontak .... Ah!""Memberontak? Pukul kamu berarti mau memberontak? Memangnya kamu siapa? Jangankan memukul, sekalipun aku membunuh pejabat koruptor sepertimu, juga nggak salah!" ujar Wira.Wira yang berang terus menendang Radit dan sama sekali tidak berbelaskasihan. Kalau bukan karena dia datang tepat waktu, Suryadi dan Lestari pun belum tentu bisa hidup setelah menyerahkan resep rahasia.Setiap pejabat koruptor seperti ini menerima uang sogokan, pasti ada warga yang meninggal. Jika terus membiarkan Radit tetap menduduki di posisinya saat ini, entah berapa banyak lagi warga yang menderita."Ah, kamu ... jangan pukul lagi ... ah!" teriak Radit sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Dia meringkuk dan teru
Pada saat itu, kertas ini akan dihancurkan sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan bukti untuk membuat Radit mengakui kesalahannya.Sebaliknya, Wira akan ditangkap karena menjadi pemimpin dalam penangkapan orang dan pemberontakan. Kemudian, Radit akan menurunkan Iqbal dari jabatannya. Dengan demikian, dia tetap akan menguasai Kabupaten Uswal.Melihat surat pengakuan yang sangat detail, bahkan dibubuhi cap jari dengan darah, Wira sangat puas. Dia melambaikan tangan seraya memberi perintah, "Tahan dia aula utama!"Tentara pensiun pun membawa Radit, Lisun, dan para petugas patroli masuk ke aula utama. Tak lama kemudian, Fandi membawa petugas patroli untuk menangkap pencuri yang menyimpan liontin giok.Sementara itu, Regan dan beberapa tentara pensiun mengangkat Husni yang cacat, serta baju zirah dan busur panah ke aula utama pengadilan daerah.Wira yang memegang setumpuk surat pengakuan menunggu di depan pintu pengadilan dengan tenang. Di luar pengadilan daerah, banyak warga celingak-ce
Para warga yang berada di luar pengadilan pun bubar dan sekelompok orang memasuki halaman pengadilan daerah. Kaesang berdiri di depan dan Fadil sedikit tertinggal di belakang, lalu ada sekelompok tentara rakyat yang memakai baju zirah dan membawa busur mengikuti mereka. Totalnya sekitar 100 orang.Radit yang merasa gembira menoleh dan berkata, "Tuan Kaesang, Pak Fadil, Iqbal bersekongkol dengan pemberontak. Dia memutarbalikkan fakta dan memfitnah orang jujur. Cepat tangkap mereka dan kembalikan kedamaian di Kabupaten Uswal."Lisun, Husni, Hendra, dan petugas patroli yang terlibat sangat bersemangat. Orang yang menolong Radit sudah datang, situasi akan berbalik.Kaesang memberi hormat dari jauh seraya berucap, "Pak Radit tenang saja. Pak Fadil datang membawa pasukan."Kaesang baru datang ke pengadilan daerah sehingga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kebetulan dia bertemu dengan Fadil. Mereka sangat marah ketika mendengar bahwa Radit ditangkap oleh seorang pemberontak dan dibantu