Giandra bertanya, "Apa kamu nggak ingin tahu apa yang ayahku katakan padaku sebelum dia meninggal?"Wira berbalik, lalu menjawab, "Maaf, aku benar-benar nggak tertarik dengan kata-kata terakhir seorang penjajah!""Kamu ...." Giandra benar-benar geram. Giandra naik darah. Dia menggertakkan gigi dan berkata dengan cepat, "Ayahku melarangku untuk membalaskan dendamnya. Dia menyuruhku menerobos kota dan segera menangkapmu, bukan untuk membunuhmu, tapi memberikan apa pun yang kamu inginkan. Ayahku berkata, kalau aku memenangkan hatimu, aku bisa menaklukkan dunia! Awalnya, aku sedikit meremehkan kata-kata itu. Tapi, setelah pertempuran ini, aku memercayainya."Sialan! Wira mengumpat dalam hati. Raja Tanuwi sialan ini membuat masalah untuknya. Sebelum mati masih saja bicara omong kosong! Jika kata-katanya tersebar, itu akan jadi masalah besar.Bagas yang sedari tadi diam di samping pun berkata dengan suara rendah, "Panglima Yudha, Tuan Wahyudi, kalian tahu jelas tentang situasi Kerajaan Nual
Wira bertanya dengan heran, "Masalah apa?"Dian menjawab dengan alis berkerut, "Para keluarga bangsawan dan keluarga besar hanya bersedia membayar tiga kali lipat harga untuk membeli kembali apa yang mereka jual!" Wira mendengkus dingin mendengarnya, tetapi tidak berkata apa-apa.Saat itu, keluarga bangsawan dan keluarga besar menjual properti mereka dengan harga seperempat hingga seperlima dari harga aslinya. Mereka semua mengira bangsa Agrel pasti akan menghancurkan kota. Jika properti tidak terjual, mereka tidak akan mendapatkan apa-apa. Jadi, mereka berbondong-bondong menjual properti mereka dengan harga murah dan prosedur lengkap.Kini, setelah bangsa Agrel dikalahkan, Kota Pusat Pemerintahan Jagabu sudah aman dan harga properti telah kembali normal. Jika orang-orang itu ingin membeli properti mereka kembali dengan harga murah, itu hanyalah mimpi di siang bolong.Ada begitu banyak tentara yang berjuang keras dengan menumpahkan darah dan mengorbankan nyawa mereka demi mempertahanka
Ketika pengetahuan para dokter militer ini sudah matang, mereka akan pergi ke berbagai tempat di Kerajaan Nuala. Kemudian, ilmu bedah akan meningkat secara bertahap.Junaidi menyela, "Tuan Wahyudi, apa itu saraf?"Wira tertegun mendengar pertanyaan itu. Setelah berpikir sejenak, dia baru menjawab, "Tubuh mampu merasakan sesuatu karena mengandalkan saraf. Kalian bisa mempelajarinya lebih lanjut nanti, aku juga nggak terlalu paham.""Tuan Wahyudi, kamu terlalu rendah hati. Keterampilan medismu benar-benar luar biasa!"Para dokter militer itu tampak kagum. Bahkan, Junaidi yang paling tidak puas dengan Wira beberapa hari lalu, sekarang tampak benar-benar memercayai Wira."Aku benar-benar nggak mengerti," ujar Wira.Wira terlihat sedikit tidak berdaya, lalu dia menunjuk ke pembuluh darah dan berkata, "Ini adalah pembuluh darah, saluran tempat darah mengalir. Ada beberapa golongan darah pada manusia. Golongan darah yang sama bisa ditransfusikan, tapi dibutuhkan alat khusus. Aku akan melihat
Namun, Wira yang luar biasa ini tidak meremehkan para dokter. Dia menemani mereka membedah jenazah, mengajari mereka cara mengobati luka, dan bahkan sangat menghormati mereka. Penghargaan yang belum pernah mereka rasakan ini membuat suatu perasaan aneh muncul di hati mereka.Wira menarik keenam orang itu berdiri, lalu berkata, "Kalian semua orang dewasa, kenapa menangis begini? Setelah aku pergi, aku akan memberi tahu para jenderal untuk bekerja sama dengan penelitian kalian dan memberi kalian fasilitas terbaik. Jika kalian menemui masalah yang nggak bisa kalian selesaikan, kalian juga bisa mengirim surat ke Dusun Darmadi dari Desa Pimola di Kabupaten Uswal. Setelah pulang nanti, aku akan membuat beberapa alat bedah yang baik. Kalau sudah jadi, aku akan meminta seseorang mengirimkannya pada kalian."Junaidi dan rekan-rekannya kembali menitikkan air mata. Wira melanjutkan, "Dalam pembedahan, disinfeksi, menjahit luka, menyambung tendon yang putus, dan memotong usus buntu adalah hal yang
Tiga hari kemudian, beberapa kereta kuda indah berhenti di depan Kediaman Keluarga Wilianto. Melihat papan nama di depan kereta, orang-orang yang lewat sontak ketakutan.Keluarga Yumandi yang menjalankan bisnis garam, Keluarga Suwanto yang menjual pangan, Keluarga Jambali yang menjual gula secara grosir, Keluarga Wilianto yang menjual teh, dan Keluarga Cipto yang menjual kain. Lima keluarga bangsawan di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu itu juga merupakan lima keluarga dengan perekonomian dan kekuasaan paling berpengaruh di kota tersebut.Sekarang, kelima keluarga itu sedang marah. Setelah bangsa Agrel menerobos Perbatasan Loko, mereka menjual properti mereka dengan harga murah, memecat pelayan mereka, dan pindah ke selatan.Belum tiba di kota provinsi, mereka sudah menerima kabar bahwa Raja Tanuwi mati tertembak. Kemudian, saat mereka hendak kembali ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu, mereka menerima kabar bahwa bangsa Agrel menghancurkan kota. Dengan ketakutan, mereka kembali melarikan d
Kepala Keluarga Wilianto memang ingin menekan Wira. Namun, dia meminta orang untuk mencari tahu tentang situasi militer terlebih dahulu karena takut menyinggung Panglima Yudha.Panglima Yudha sangat menghormati Wira. Jadi, Kepala Keluarga Wilianto tidak berani mengambil risiko. Bagaimanapun, Yudha adalah perwira garang yang telah membunuh banyak prajurit bangsa Agrel. Entah apa yang bisa dilakukan Yudha jika membuatnya kesal.Kepala Keluarga Cipto, Jambali, dan Suwanto mengernyit. Mereka juga mengkhawatirkan hal ini. Akan tetapi, keluarga mereka sudah bekerja sama sejak lama. Mereka baru datang bersama-sama hari ini karena dipanggil Banyu.Banyu mendengkus, lalu berkata, "Aku tahu kalian semua mengkhawatirkan Panglima Yudha, tapi apa kalian tahu tentang posisi Panglima Yudha yang canggung di pemerintahan?"Keempat kepala keluarga mendesak, "Banyu, nggak perlu bertele-tele lagi!"Banyu berujar dengan sinis, "Terakhir kali, setelah Yudha membunuh Raja Tanuwi dan mengalahkan bangsa Agrel,
Dian mengerutkan dahi. Dia benar-benar tidak mengerti kenapa keluarga bangsawan ini begitu sombong."Aku mau lihat kalian berani berbuat apa padaku!" kata Wira. Dia berjalan masuk ke ruang tamu, lalu melirik kelima kepala keluarga bangsawan itu. Wajahnya tampak garang.Pada saat berperang, pemerintah mengeluarkan uang. Para pria dari kalangan rakyat biasa mengorbankan dirinya untuk berpartisipasi dalam perang. Sementara itu, keluarga bangsawan ini kabur pada saat-saat genting.Setelah perbatasan tenang, keluarga-keluarga bangsawan ini ingin kembali berbisnis. Namun, mereka tidak bersedia mengeluarkan uang.Keluarga bangsawan ini ingin menguasai semua keuntungan, tetapi tidak mau berkorban. Ini adalah sifat para pebisnis. Mereka hanya mementingkan keuntungan dan tidak peduli dengan keadilan.Keempat kepala keluarga menatap Wira. Pandangan mereka penuh dengan amarah dan penghinaan. Seorang pecundang seperti Wira berani mempermainkan lima keluarga bangsawan. Wira sama sekali tidak menghar
Alhasil, sekarang sepertinya ada yang tidak beres. Wira menyipitkan matanya seraya berkata dengan dingin, "Kalau sudah selesai, cepat pulang. Kalian harus makan dan minum sepuasnya!"Raut wajah Banyu tampak muram. Dia berujar, "Apa maksudmu? Kamu jangan nggak tahu diri! Asalkan kami mengeluarkan uang, Panglima Yudha dan Farhan akan dipindahtugaskan.""Semua pejabat di kota sudah kamu singgung karena masalah properti. Kamu nggak bisa tinggal di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu lagi. Asalkan kami memberi perintah, kamu pasti akan diusir," lanjut Banyu.Keempat kepala keluarga tampak galak. Kenapa Wira masih belum menyetujuinya padahal Banyu sudah mengatakannya dengan sangat jelas?Wira membalas dengan ekspresi muram, "Mengusirku? Sepertinya, kalian belum tahu situasinya. Pengawal, tangkap mereka semua dan serahkan pada Letnan Jenderal Herdian di markas militer."Sekelompok tentara senior Pasukan Zirah Hitam bergegas masuk, lalu memelintir lengan kelima orang itu dan hendak membawa mereka k