"Jangan takut, kita akan menang!" jawab Wira. Dia berbalik untuk menghapus air mata di wajah cantik Dian, lalu menghiburnya dengan lembut."Ya!" kata Dina. Saat jemari Wira menelusuri wajah cantiknya, tubuh gemulai Dian bergetar. Dian mengumpulkan keberanian, lalu berkata, "Tuan, aku ....""Aku tahu kalau kamu takut," ujar Wira. Dia menghela napas, lalu melanjutkan, "Sebenarnya, aku juga takut."Dian terkejut, lalu berkata, "Tuan, kamu juga takut?"Wira mengangkat jarinya ke depan mulut sambil berkata, "Ssst, jangan bicara terlalu keras. Kalau orang lain mendengar kalau aku, sang penasihat militer, juga merasa takut, aku harus taruh ke mana wajahku?"Pfftt!Dian tersenyum dan berkata, "Aku kira Tuan nggak takut pada apa pun.""Aku takut pada banyak hal, kalian saja yang nggak tahu," kata Wira. Kemudian, dia mengubah topik pembicaraan dengan berkata, "Ada yang mau kamu katakan padaku, ya?""Eh ... nggak, nggak ada!" dusta Dian. Dia buru-buru menundukkan kepala. Keberaniannya tadi sudah
"Kita nggak akan kalah dalam pertempuran ini," ujar seseorang.Banyak anggota keluarga pejabat yang belum meninggalkan kota memasang ekspresi cemas. Tidak seperti warga sipil dan prajurit biasa yang mudah percaya pada perkataan orang lain, mereka berwawasan luas dan memiliki pendapat sendiri.....Di balai prefektur Kota Pusat Pemerintahan Jagabu, Sinardi yang mengenakan seragam resmi rapi sedang duduk di aula dengan hati gelisah. Tidak lama kemudian, seorang ajudannya mendekat dengan tergesa-gesa.Sinardi berkata, "Apa semuanya sudah diatur?""Lapor, Pak. Nyonya, Tuan Muda, dan aset keluarga yang Anda kumpulkan selama bertahun-tahun sudah dikirim ke luar kota setengah bulan yang lalu. Sekarang, semuanya sudah tiba dengan selamat di kampung halaman Anda!" jawab si ajudan.Ajudan itu berbisik, "Pak Sinardi, Anda benar-benar tidak ingin pergi?""Pergi? Aku mana bisa pergi?" ujar Sinardi. Sinardi tersenyum pahit, lalu berkata, "Aku adalah prefektur kerajaan ini. Kalau Kota Pusat Pemerint
Di ruang baca kerajaan di ibu kota. Raja Bakir, 2 penasihat, dan 6 menteri terdiam sambil mengerutkan dahi. Peperangan ini akan memengaruhi nasib Kerajaan Nuala selanjutnya.Kalau kalah, bangsa Agrel akan menyerbu wilayah selatan, lalu tiba di Provinsi Jawali dalam waktu kurang dari 1 bulan. Setelah melewati kota provinsi dan menyerang ibu kota kerajaan, perjalanan mereka akan lancar tanpa ada hambatan apa pun.Raja Bakir sedikit menyesal. Seharusnya, dia tidak bertaruh waktu itu, melainkan segera memberi perintah untuk menjaga kota dan tidak boleh berperang.Sekarang sudah terlambat. Namun, Raja Bakir sudah melaksanakan upaya pengamanan dengan mengerahkan pasukan ke kota Provinsi Jawali untuk melakukan pertahanan.....Di tembok kota bagian utara, Wira tampak sangat gagah. Di sampingnya ada Fandi yang memiliki kemampuan memanah paling hebat di antara tentara senior Pasukan Zirah Hitam. Dia juga memakai baju zirah.Selain itu, ada Danu yang membawa Pedang Treksha di pinggangnya dan pem
"Aku pikir sebagai pemimpin pasukan, aku nggak terkalahkan dan nggak ada yang mampu bertarung denganku!" kata Raja Tanuwi dengan sombong.Nada bicara Raja Tanuwi tiba-tiba berubah, lalu dia berucap dengan perasaan kecewa, "Sampai aku bertemu dengan Dirga, aku baru tahu rasanya kalah untuk pertama kali. Dirga yang mengalahkanku sampai aku kabur dengan kondisi menyedihkan!"Giandra merasa ada yang tidak beres. Dia bertanya, "Ayah, kenapa kamu menceritakan semua ini? Sekarang perang sedang dalam masa genting."Raja Tanuwi mengangkat alis sembari mencibir, lalu menjawab, "Karena pendeta pernah bilang aku lahir dan mati di tengah salju, bahkan di medan perang."Giandra mengernyit. Pendeta sebelumnya sudah meninggal, tetapi kabarnya ramalan pendeta itu sangat akurat.Raja Tanuwi memandang langit seraya menjelaskan, "Tapi, Dirga hanya mengalahkanku dan nggak bisa membunuhku! Sekarang, Dirga sudah mati.""Saat ini sedang bersalju dan ini adalah medan perang. Siapa yang bisa membunuhku? Panglim
Wira tidak bisa melihat dengan jelas dalam jarak sekitar 720 meter. Fandi yang merasa tidak puas karena tidak bisa mengembangkan tekniknya mengomel, "Wira, orang bodoh pun bisa menembak dengan akurat kalau memakai teknik bidikan sejajar yang kamu buat.""Raja Tanuwi sudah terpaku di kereta tempur. Busurnya begitu besar, dia pasti sudah mati!" lanjut Fandi.Wira mengembuskan napas panjang, lalu bersandar di tembok kota seraya berteriak, "Prajurit pengirim pesan, Raja Tanuwi sudah mati. Sebarkan ke seluruh pasukan dan kota!"Prajurit pengirim pesan berseru dengan gembira, "Kabar bagus, Tuan Wahyudi sudah menembak mati Raja Tanuwi!"Semua prajurit di seluruh kota seketika bersorak! Raja Tanuwi, dewa perang bangsa Agrel, ditembak mati oleh Wira. Benar-benar sulit percaya! Namun, respons bangsa Agrel membuktikan kepada semua prajurit bahwa ini memang benar!"Terus tembakkan busur dan bidik jenderal bangsa Agrel. Habisi mereka!" perintah Wira. Dia berani menghadapi pertarungan ini karena mis
Setelah melancarkan serangan berturut-turut, prajurit bangsa Agrel akhirnya maju sampai 120 meter. Kemudian, Yudha mengangkat tangannya. Saat berikutnya, 4.000 ahli busur di baris kedua mengangkat busur dan menembak.Kekuatan busur panah ini memang tidak sekuat misil panah, tetapi bisa menembus baju zirah dalam jarak sekitar 100 meter. Empat ribu hujan panah langsung menembak mati prajurit bangsa Agrel yang berada pada jarak 100 meter."Paman Fandi!" seru Wira yang berada di atas tembok kota. Dia menunjuk Giandra sambil memerintah, "Habisi komandan itu!""Gampang!" sahut Fandi yang mengoperasikan misil tiga busur. Dia menyiapkan satu anak panah dan membidik Giandra.Namun, pengawal pribadi yang melihat ini bergegas, lalu menghalangi di depan Giandra dan mengadang tembakan panah."Maju!" seru Giandra yang memacu kudanya untuk bergegas ke depan."Kalian bersepuluh, bidik orang itu dan habisi dia di medan perang!" perintah Wira yang langsung mengerahkan sepertiga misil tiga busur. Dia tah
Setelah menyampaikan perintah, Giandra yang menggendong jasad Raja Tanuwi kembali ke markas dengan memacu kudanya. Dia bukan tidak ingin menyerang, tetapi busur di tembok kota sedang mengincarnya dan terus menembak."Siap!" sahut Raharja yang terpaksa bertarung. Bawahannya adalah infanteri yang bertugas memindahkan logistik militer di bagian belakang sehingga mereka belum masuk ke medan perang.Saat ini, 10.000 prajurit yang mendapatkan komando ketakutan, tetapi tidak sabar ingin bertarung. Sepuluh ribu prajurit melawan 2.000 prajurit. Dengan berbagai macam serangan, Raharja yakin Yudha pasti tidak sanggup menghadapinya.Asalkan membunuh Yudha, Raharja termasuk memberikan kontribusi besar sehingga bisa naik pangkat lagi. "Bunuh!" seru Raharja.Raharja mengambil bendera, lalu mengibarkannya. Sepuluh ribu prajurit di tempat dibagi menjadi 3 tim. Dua tim bertugas mengepung dan satu tim bertugas menyerang. Hal ini menunjukkan kemampuan Raharja dalam menyusun strategi perang."Berpencar!" p
Melihat prajuritnya yang makin sedikit, Yudha terus mengejar dan membunuh tanpa henti. Ada pengawal pribadi yang lagi-lagi membujuknya. Pantang mundur! Di tembok kota, misil terus melepaskan tembakan beruntun, sementara Pasukan Zirah Hitam di belakang mengejar dengan ganas. Semangat para prajurit bangsa Agrel benar-benar hancur! Giandra berkata, "Ayah, maafkan aku yang nggak berbakti! Tapi, jangan khawatir, aku pasti akan menghancurkan Kota Pusat Pemerintahan Jagabu. Aku akan membawa pulang jasadmu dan membalaskan dendammu!"Kilatan enggan menyerah melintas di mata Giandra. Pada akhirnya, dia melemparkan jasad yang dipeluknya itu ke atas tubuh seekor kuda di sampingnya. Kemudian, Giandra langsung mengayunkan cambuk!Plak! Kuda yang kesakitan segera melarikan diri sembari membawa jasad Raja Tanuwi! Tatapan Yudha yang menyadari hal tersebut tampak serius. Dia segera memutar arah kudanya, lalu mengambil busur panjang dari punggung kudanya!Terlalu sulit untuk menangkap Giandra hidup-hid
Hayam menganggukkan kepala setelah mendengar Adjie berkata seperti itu, lalu segera berbalik dan memimpin pasukannya mendekati Wira.Saat melihat Agha juga memimpin pasukan untuk datang mengepung, Darsa yang berada di dalam tenda langsung terkejut. Dia selalu mengira bala bantuan dari pihak musuh hanya pasukan kavaleri yang bersembunyi di kegelapan, tetapi ternyata masih ada begitu banyak infanteri.Ekspresi Darsa langsung menjadi muram saat teringat dengan banjir yang tiba-tiba terjadi sebelumnya. Setelah tertegun sesaat, dia akhirnya menyadari semua itu adalah bagian dari jebakan yang sudah direncanakan musuh. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, bantu Zaki untuk mundur, sekarang bukan saatnya untuk menyerang."Ekspresi Joko berubah, lalu menganggukkan kepala dan berkata, "Baik, kita akan segera menerobos keluar."Namun, saat melihat pasukan musuh, seseorang yang berada di samping Joko berkata, "Sialan. Kita benar-benar nggak menyangka hal ini, tapi kekuatan mereka memang lu
Adegan ini benar-benar sama dengan situasi saat pasukan utara disergap sebelumnya, bahkan Zaki sendiri pun tidak menyangka hal ini akan menjadi seperti ini. Setelah terdiam beberapa saat, dia langsung berteriak agar semuanya mundur. Namun, para prajurit di bagian belakang tidak bisa mendengar suaranya, sehingga para kavaleri pun bertabrakan.Melihat adegan itu, Darsa yang merupakan komandan pasukan utara juga tercengang. Dia tidak menyangka para kavaleri yang tiba-tiba muncul ini begitu ganas, pasukan utara jelas tidak bisa menandingi kekuatan mereka. Dia langsung berteriak dengan lantang, "Joko, cepat pergi bantu Zaki, jangan biarkan dia jatuh ke tangan musuh."Joko yang terus mengamati situasi di medan perang pun langsung menyadari ada yang tidak beres dan segera maju ke depan.Melihat pasukan utara dikepung pasukan besar, Wira tersenyum dan langsung berteriak, "Semuanya, cepat serang mereka sekarang juga dan pastikan untuk menghabisi mereka semuanya."Semua orang merasa sangat berse
Begitu para pemanah menghentikan serangan mereka, banyak orang yang terkejut. Beberapa saat kemudian, seseorang berkata, "Jenderal, waktunya sudah hampir tiba."Mendengar ini, Zaki mengangguk dan berseru dengan penuh antusiasme, "Kavaleri, serbu!"Gelombang besar pasukan berkuda langsung melesat ke depan, menyerbu dengan kekuatan penuh. Melihat ini, Wira tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Di sisinya, Nafis dan Arhan tampak agak heran. Menurut mereka, jika kavaleri musuh sudah mulai menyerang, ini adalah waktu terbaik untuk menumpas mereka.Namun, ketika melihat Wira tetap tenang dan tidak segera menurunkan perintah, keduanya sempat tertegun.Beberapa saat kemudian, seolah-olah telah memperhitungkan sesuatu, Wira tersenyum tipis dan berkata dengan suara pelan, "Kalian berdua jangan terburu-buru. Tunggu sebentar lagi. Biarkan mereka mencapai puncak semangat mereka terlebih dahulu."Awalnya, Nafis dan Arhan masih kebingungan. Namun, mereka segera memahami maksud Wira. Tidak heran W
Tak jauh dari Pulau Hulu, Wira bersama pasukannya menunggu dengan sabar. Saat ini, seorang mata-mata yang dikirim sebelumnya berlari kembali dan melaporkan dengan hormat, "Tuan, pasukan utara sedang berkumpul. Sepertinya kali ini mereka akan melakukan serangan kavaleri."Mendengar laporan itu, wajah Wira langsung berseri-seri. Dia mengangguk paham. Akhirnya kavaleri pasukan utara mulai bergerak. Jika mereka sudah mengambil langkah ini, sisanya akan lebih mudah ditangani.Segera, dia melambaikan tangannya dan berseru, "Kavaleri, bersiap!"Di barisan belakang, Arhan dan Nafis langsung mengepalkan tangan mereka sebagai tanda hormat dan merespons dengan lantang.Meskipun Wira membawa pasukan dalam jumlah besar, kavaleri yang dimilikinya sebenarnya tidak terlalu banyak. Selain 3.000 kavaleri dari Pasukan Harimau, dia hanya memiliki 5.000 kavaleri di bawah komando Nafis, sementara sebagian besar adalah pasukan infanteri.Itu sebabnya, Wira begitu menantikan pertempuran ini.Setelah beberapa
Bahkan, ada yang begitu bersemangat hingga berkata, "Kita sendiri pun nggak nyangka kekuatan kita kali ini akan begitu luar biasa. Kalau kita bisa menyelesaikan ini, yang lainnya pun pasti bisa kita atasi juga."Mendengar itu, para prajurit pasukan utara mengangguk setuju. Setelah berhasil menumpas musuh, wajah para bandit yang masih bertahan di garis depan pun berubah drastis, menjadi pucat.Beberapa dari mereka pun mulai bersuara, "Ini benar-benar di luar dugaan! Ternyata pasukan utara sekuat ini!"Ada yang tetap tenang, tetapi ada yang sangat bersemangat. Mereka merasa bahwa kemenangan sudah pasti di tangan pasukan utara.Melihat situasi ini, para prajurit tersenyum. Setelah menyelesaikan gelombang serangan ini, mereka mengangguk puas. Seseorang bahkan berkata dengan penuh semangat, "Ternyata para bandit ini nggak sekuat yang kita kira. Mereka bisa dilenyapkan secepat ini? Lemah sekali!"Di sisi pasukan utara, sorak-sorai kemenangan bergema. Menurut mereka, kekuatan mereka kali ini
Setelah Hayam tiba di bawah, dia segera melihat Adjie yang tengah bertempur sengit. Tanpa ragu, Hayam langsung mendekat.Saat itu, Adjie baru saja menebas seorang lawan, lalu menoleh ke arah Hayam. Karena situasi yang kacau, dia tidak langsung mengenali siapa yang datang. Mengira itu adalah musuh, Adjie pun mengayunkan pedangnya ke arah leher Hayam.Melihat itu, ekspresi Hayam langsung berubah. Dia buru-buru berteriak, "Ini aku! Kawan sendiri!"Mendengar suara itu, Adjie langsung tersadar. Setelah beberapa saat, dia terpikir akan sesuatu dan berkata, "Kenapa kamu kemari? Kalau sampai mereka mengetahui identitas kita, semua usaha yang telah dilakukan oleh Tuan Wira akan sia-sia!"Hayam hanya tersenyum dan berucap, "Tenang saja, situasi sekarang sudah kacau balau. Nggak akan ada yang menyadari apa pun. Lagi pula, lihatlah. Mereka bahkan nggak punya waktu untuk memikirkan hal lain."Setelah bersama-sama menebas beberapa prajurit pasukan utara, Hayam yang berada di samping berkata, "Tuan W
Prajurit yang sebelumnya melaporkan berita itu segera berkata, "Jumlah mereka nggak banyak, kira-kira hanya sekitar 1.000 orang. Mereka datang dari arah timur, selatan, dan utara. Tapi yang aneh, pakaian mereka bukan seperti pasukan kavaleri biasa!"Mendengar hal itu, Zaki tertegun sejenak, lalu langsung berjalan keluar. Begitu melihat pasukan yang menyerbu masuk, dia tertawa dingin dan berkata, "Sungguh di luar dugaan! Aku nggak nyangka mereka akan seberani ini.""Sialan, segerombolan bandit saja berani menyerang kita pada saat seperti ini? Mereka memang sudah bosan hidup!"Joko dan Darsa yang berdiri di sebelahnya juga tampak terkejut. Bahkan, beberapa orang di belakang mereka tampak tertegun. Mereka tidak menyangka bahwa hanya dengan 1.000 orang, para bandit itu berani menyerang pasukan utara yang jumlahnya jauh lebih besar.Saat ini, Darsa segera memberi perintah, "Joko, bawa pasukanmu dan hadapi mereka di garis depan! Jangan biarkan mereka bergerak lebih jauh!"Mendengar perintah
Saat ini, pasukan utara belum menyadari bahwa para bandit dari Desa Riwut telah mengepung mereka. Setelah mengatur semuanya, Adjie segera memimpin anak buahnya untuk menyerbu ke depan. Dalam pandangan mereka, kali ini benar-benar adalah kesempatan emas.Saat ini, seseorang berujar, "Sebelumnya aku nggak nyangka melawan pasukan utara bisa semudah ini!"Begitu ucapan itu dilontarkan, suara sorakan dari belakang semakin menggema. Detik berikutnya, pasukan utara yang berada di bawah langsung tersapu oleh arus air yang deras. Melihat kejadian ini, banyak orang tersenyum puas, merasa bahwa serangan ini telah melampaui ekspektasi mereka.Para prajurit yang berjaga di kamp pasukan utara terkejut bukan main. Mereka sama sekali tidak menyangka situasi bisa berubah secepat ini.Ketika mereka melihat air bah tiba-tiba menerjang, salah satu penjaga berseru panik, "Banjir! Banjir datang!"Teriakan itu segera membangkitkan kepanikan di seluruh kamp. Banyak orang tidak bisa memahami bagaimana hal ini
Semua orang mengangguk setuju. Setelah urusan ini diselesaikan, langkah selanjutnya adalah menghadapi pasukan utara.....Di sisi lain, Adjie masih menunggu kabar dari Wira. Setelah beberapa kali menenangkan bawahannya agar tetap bersabar, tiba-tiba terdengar suara kucing mengeong dari luar. Itu adalah tanda yang telah disepakati sebelumnya.Mendengar suara itu, Adjie langsung bersemangat. Dia segera keluar dari tenda karena tahu bahwa utusannya pasti telah kembali, yang berarti perintah dari Wira juga sudah sampai.Saat melihat sosok yang berdiri di luar, Adjie langsung maju dan bertanya dengan penuh antusiasme, "Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?"Orang yang datang itu bergegas memberi hormat dan menjawab, "Jenderal Adjie, perintah dari Tuan sudah datang. Kita bisa mulai menyerang!""Apa?" Adjie menyeringai mendengar kabar itu. Tanpa membuang waktu, dia langsung berjalan ke arah saluran air di mana para anak buahnya sudah menunggu dengan gelisah. Mereka sudah lama menunggu perin