Agha berbicara dengan kesal karena dia benar-benar tidak suka melihat wajah angkuh dari orang kaya ini.Wanita yang datang itu adalah Fadela. Dia malas untuk memedulikan Agha, melainkan menatap Wira. Saat mata mereka bertemu, dia langsung tertegun sejenak dan bertanya-tanya bukankah ini adalah pria yang bertemu dengannya semalam. Dia tidak menyangka mereka akan bertemu lagi secepat ini dan bahkan di rumahnya sendiri."Nona, aku tahu kakakku sangat tampan, tapi kamu juga nggak perlu terus menatapnya, 'kan? Aku punya beberapa kakak ipar di rumah. Dibandingkan dengan mereka, penampilanmu biasa saja dan nggak mungkin bisa menarik perhatian kakakku," kata Agha dengan kesal. Karena para kakak iparnya tidak ada di sini, dia tentu saja harus melindungi kakak agar tidak ada wanita yang mendekatinya.Uhuk uhuk.Setelah terbatuk-batuk dengan canggung, Wira mengangkat tangan dan menutupi wajah Fadela dari kejauhan sampai hanya tersisa sepasang mata saja. Dalam sekejap, dia tertawa. "Pantas saja ak
"Nona Fadela nggak perlu mengkhawatirkan ini, adikku ini terlahir dengan kekuatan yang luar biasa. Selama senjatanya bagus, seberapa berat pun adikku pasti bisa mengangkatnya. Kalau nggak percaya, kamu bisa ambil senjata apa pun dan biarkan adikku mencobanya. Bagaimana menurutmu?" kata Wira sambil tersenyum dengan ambigu dan menatap Fadela di depannya.Wira ingin membuat Fadela merasa takjub saat melihat sendiri kekuatan Agha dan sekaligus menampar wajah Fadela yang sudah meremehkan Agha.Fadela tertawa terbahak-bahak. Meskipun dia seorang wanita, dia memiliki kepribadian yang sangat ceria. Dia bertepuk tangan dan memerintahkan salah satu pengawalnya, "Aku ingat vila ini baru saja mendapatkan harta bernama Palu Delapan Permata. Benar, 'kan?"Pengawal itu menganggukkan kepala. "Memang benar ada harta ini.""Kalau begitu, bawa Palu Delapan Permata itu ke sini. Aku ingin melihat apa adik kecil ini benar-benar bisa mengangkatnya dan menjadikannya sebagai senjatanya," kata Fadela.Pengawal
Fadela merasa Wira dan Agha hanya ingin pamer saja.Dalam sekejap, Agha sudah berjalan ke depan Palu Delapan Permata. Dia perlahan-lahan membungkuk, lalu mengangkat salah satu palu itu dan mulai memainkannya di tangan. Penampilannya terlihat santai, seolah-olah palu itu sama sekali tidak berat. Benar-benar mengejutkan.Semua orang yang berada di tempat itu juga tercengang dan mata mereka membelalak karena tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Apakah ini benar-benar sesuatu yang bisa dilakukan oleh manusia? Bagaimana bisa ada orang yang mengangkat palu sekitar 150 kg dengan satu tangan?Wira tetap meminum tehnya dengan tenang dan bahkan tetap tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah-olah dia sudah memperkirakan semua ini. Kenyataannya tentu saja memang seperti itu. Saat hendak mendapatkan gelar sebagai pria terkuat di dunia, Agha juga mengangkat tungku yang beratnya sekitar 500 kg. Agha bahkan melakukan hal itu di depan banyak orang.Jangan hanya Palu Delapan Permata ini saja, m
Sudut bibir Fadela berkedut dua kali, jelas hatinya merasa tidak senang. Palu Delapan Permata ini adalah harta yang sangat berharga dan baru saja tiba di Vila Jati. Jika dia menghadiahkannya pada orang lain begitu saja, bagaimana dia menjelaskannya pada Anang?Setelah memikirkan hal itu, Fadela segera berkata, "Nggak boleh! Kamu nggak boleh membawa pergi barang ini!"Ekspresi Wira dan Agha langsung berubah."Nona Fadela, kenapa nggak boleh memberikannya padaku? Tadi kamu berjanji di depan semua orang kalau adikku bisa mengangkat palu ini, kamu akan memberikannya padanya sebagai senjata dan nggak perlu membayar sepeser pun. Sekarang adikku sudah berhasil melakukannya, kamu malah menarik kembali janji itu? Kalau kabar ini tersebar, itu mungkin akan merusak reputasi Vila Jati, 'kan?" kata Wira.Wira tidak mungkin mengembalikan harta yang sudah didapatkannya begitu saja."Aku hanya bilang aku nggak bisa memberikan benda ini padamu, tapi aku bisa menawarkan benda lain yang setara sebagai ga
Kekuatan Agha memang luar biasa, tetapi Fadela juga tidak takut karena ini adalah Vila Jati dan penuh dengan orang-orang Keluarga Jati. Apalagi mereka semua adalah ahli yang telah dilatih dengan biaya besar, melawan seorang Agha tidak berarti apa-apa. Jika benar-benar terjadi pertarungan, belum tentu mereka yang dirugikan."Kak Wira, kamu istirahat di sini dulu, beri aku waktu 30 menit. Aku akan menghajar semua pecundang ini, lalu kita pergi dari sini," kata Agha sambil langsung mengangkat Palu Delapan Permata.Senjata ilahi itu didapatkan dengan susah payah, Agha tentu saja harus memanfaatkannya. Dia ingin melihat seberapa kuat kekuatan palu itu. Setelah selesai berbicara, Agha langsung menerjang ke arah kerumunan dan menyerang terlebih dahulu.Fadela dan yang lainnya tidak menyangka Agha ternyata begitu nekat. Benar-benar gila!"Maju!" perintah Fadela sambil melambaikan tangan, lalu para bawahan pun segera menyerang Agha.Dalam sekejap, kedua belah pihak saling bertarung. Namun, hany
"Ayah!" Begitu Anang muncul, Fadela segera berlari ke sisinya dan langsung menangis.Fadela menunjuk pada Wira dan berkata, "Ayah, dua orang ini menindasku, kamu harus membalaskan dendamku."Namun, Anang tidak memedulikan Fadela karena tidak ada yang lebih memahami putrinya ini daripada dia. Dia tentu saja tahu bagaimana sikap Fadela sehari-hari. Meskipun langit runtuh, Fadela tidak akan meneteskan air mata. Semua ini jelas hanya sandiwara Fadela untuk mendapatkan simpati dari ayahnya, tetapi dia sudah menyadari trik kecil Fadela sejak awal.Setelah mendorong Fadela ke samping, Anang berjalan ke depan Wira. Setelah mengamati dari atas ke bawah, dia memberi hormat dan berkata, "Adik Tuan memang luar biasa, benar-benar seorang pahlawan sejati! Tadi aku sudah mendengar tentang taruhanmu dan dengan putriku. Adikmu sudah berhasil mengangkat palu ini, jadi aku akan memberikan palu ini padanya.""Sebagai manusia, kita harus memegang janji. Vila Jati juga begitu. Meskipun benda ini sangat berh
Wira mengamati Anang dengan cermat karena merasa tuan rumah Vila Jati ini memang tahu bagaimana menyelesaikan masalah.Fadela terlihat sangat tidak puas, tetapi dia hanya bisa menerima keadaannya dengan diam karena ayahnya sudah berkata seperti itu. Sebenarnya, semua ini terjadi karena sikapnya yang manja dan keras kepala. Pada akhirnya, dia tidak berani banyak berbicara lagi dan hanya berdiri di samping dengan diam.Wira melirik Agha dan berkata, "Karena mereka sudah berkata seperti ini, kita ikuti saja keputusan mereka."Agha menganggukkan kepala dan terlihat tidak berniat untuk melanjutkan pertarungan lagi.Wira melanjutkan, "Baiklah, kami akan segera pamit."Setelah mengatakan itu, Wira dan Agha mulai pergi meninggalkan Vila Jati.Melihat punggung Wira yang menjauh, ekspresi Anang perlahan-lahan menjadi muram dan memerintahkan semua orang di sana, "Kalian semua hanya tahu ikut-ikutan Nona kalian membuat masalah saja. Lihatlah, apa yang sudah kalian lakukan dengan vila ini?"Tidak
Fadela memegang wajahnya, lalu memelototi Anang dan berkata dengan suara yang bergetar, "Sejak kecil sampai sekarang, kamu nggak pernah memukulku. Kali ini kamu malah memukulku? Baiklah. Aku akan pergi sekarang, kelak nggak akan muncul di depanmu lagi dan mengganggu hidupmu."Selama ini, Fadela memang sangat manja dan sombong. Selain Anang, tidak ada seorang pun yang berani menyinggungnya dan mengaturnya. Meskipun begitu, Anang paling-paling hanya memarahinya dan tidak pernah memukulnya. Namun, sekarang Anang malah langsung menamparnya, dia tidak bisa menerima kenyataan ini.Fadela melimpahkan semua dendam ini pada Wira. Jika bukan karena Wira dan Agha, dia tidak akan bertengkar dengan ayahnya sampai seperti ini. Dia juga tidak akan ditampar oleh ayahnya. Saat memikirkan semua ini, dia langsung berjalan menuju ke halaman depan."Berhenti di sana!" teriak Anang. Namun, usahanya malah sia-sia karena Fadela sama sekali tidak memedulikannya dan segera menghilang dari hadapannya.Setelah Fa
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala