"Baiklah ...." Melihat sikap Wira yang tegas, Bobby juga tidak banyak berbicara lagi dan akhirnya pergi.Wira duduk di samping dan mulai memeriksa peta dengan teliti.Di dalam kamar. Melihat Agha kembali, Thalia langsung bangkit dan segera mendekati Agha. Setelah itu, dia terus memeriksa barang-barang yang dibawa Agha."Pekerjaanmu kali ini benar-benar bagus. Kamu sudah membawa begitu banyak barang bagus untukku, kelak kamu yang akan urus hal seperti ini," kata Thalia sambil tersenyum dan mengelus kepala Agha.Ekspresi Agha terlihat canggung karena Thalia jelas memperlakukannya seperti anak kecil, padahal dia sudah dewasa. Benar-benar menyebalkan! Namun, kakak ipar ini tidak mudah untuk dihadapi, dia pun hanya bisa menahan dirinya. Jika orang lain berani mengelus kepalanya, jelas mencari masalah dengannya."Oh ya, kakakmu di mana? Tadi dia keluar bersama Bobby. Sudah begitu lama pun masih belum kembali. Jangan-jangan terjadi sesuatu lagi?" tanya Thalia sambil makan.Agha menunjuk ke lu
Thalia tentu saja mengerti semua maksud Wira. Sebelumnya, dia bisa berbicara seperti itu pada Agha karena dia sudah menganggap Agha sebagai adik kandungnya. Jika itu adalah orang lain, sikapnya tentu akan berbeda. Setelah ribut beberapa saat, dia akhirnya tertidur lebih awal karena merasa lelah.Setelah selesai makan, malam itu Wira diam-diam pergi. Beberapa jam kemudian dan tepat pada tengah malam, dia sudah berdiri di depan tebing dari pegunungan utara itu. Dia tidak bisa melihat ujung dari tebing karena gelapnya malam, sehingga dia merasa sangat tertekan. Dia berdiri sambil menyilangkan kedua tangan pada bahu, lalu tersenyum dengan penuh percaya diri dan anggun."Apa yang belum pernah kulihat sebelumnya? Situasi apa yang belum pernah kualami? Hanya sekedar tebing saja, mana mungkin bisa menghentikan langkahku. Sungguh konyol!"Setelah mengatakan itu, Wira pun langsung berdiri. Saat bersiap untuk memanjat tebing, dia mendengar suara berisik dari belakangnya. Dia secara refleks menole
Saat Wira dan Biantara sedang berbicara, terdengar suara asing lainnya. "Yang dia katakan benar. Kalau terjatuh dari puncak ini, seluruh tubuhmu pasti hancur berkeping-keping. Pada saat itu, pasti akan terlihat sangat mengerikan."Wira dan Biantara langsung menjadi cemas dan segera menoleh ke arah suara itu berasal. Sebelumnya, mereka malah tidak menyadari ternyata masih ada orang lain di kegelapan."Kalian nggak perlu begitu cemas, aku nggak punya niat jahat terhadap kalian," kata orang itu sambil perlahan-lahan keluar dari kegelapan. Dia mengenakan jubah linen dan usianya sama dengan Wira. Di bawah cahaya bulan, wajahnya terlihat selalu tersenyum."Siapa kamu? Kenapa kamu ada di sini pada waktu seperti ini?"Pegunungan utara terletak di tempat terpencil dan tidak ada rumah di sekitarnya, bahkan jarak desa terdekat pun sejauh ratusan mil. Jika tidak, Wira juga tidak akan menghabiskan waktu beberapa jam di perjalanan. Namun, bisa bertemu dengan orang asing di tempat seperti itu, bagaim
Sayangnya, untuk mendapatkan Bunga Tebing itu, orang itu harus memiliki kemampuan yang nyata."Kamu tahu tentang Bunga Tebing?" tanya Wira secara refleks."Tentu saja. Bukankah kamu ingin tahu kenapa aku datang ke sini? Jawabannya sangat sederhana, aku datang demi Bunga Tebing ini," kata pria itu sambil menyilangkan tangannya di bahu dan penuh percaya diri."Kamu butuh Bunga Tebing ini untuk apa?" tanya Wira dengan segera."Tentu saja untuk menukarkannya dengan uang. Bunga Tebing adalah obat yang berharga, hidupku bergantung padanya. Setangkai Bunga Tebing bisa dijual seharga ratusan ribu gabak, cukup untuk biaya hidupku selama sebulan."Wira tertegun sejenak karena harga Bunga Tebing hanya ratusan ribu gabak saja."Kalau begitu, kenapa sulit untuk mendapatkannya di pasar?"Jika bisa membeli Bunga Tebing ini dengan uang, Wira tidak akan bersusah payah untuk datang ke sini lagi. Sore tadi, dia sudah diam-diam menyelidikinya, tetapi sama sekali tidak ada Bunga Tebing di wilayah suku. Dia
Seperti yang dikatakan oleh pria di depan Wira dan Biantara, tebing itu memang sangat mengerikan.Meskipun keterampilan Biantara luar biasa dan sering berlatih, dia juga tidak bisa memanjat tebing itu. Dia memang berencana untuk mencobanya dengan sekuat tenaga mendapatkan Bunga Tebing itu. Jika berhasil, tentu itu adalah yang terbaik. Namun, jika gagal, dia juga hanya bisa kehilangan nyawanya saja.Saat Biantara hampir melewati area yang paling sulit, pria itu sudah berada di sampingnya dan mengikat pinggangnya dengan tanaman merambat, lalu menurunkannya kembali ke tanah. Ketika dia hampir bergerak untuk melewati area yang paling sulit, tiba-tiba pria itu sudah ada di sampingnya, menggunakan tali dari tanaman merambat untuk mengikat pinggangnya dan membawanya kembali ke tanah. Semuanya terasa seperti mimpi, sehingga dia tidak percaya dengan kenyataan di depannya.Setelah menyelamatkan Biantara, pria itu tidak banyak berbicara dengan Wira dan Biantara dan langsung menuju ke tebing lagi
Setelah ragu sejenak, Wira melanjutkan, "Tentu saja nggak. Dia punya keterampilan seperti ini, tapi cara berpakaiannya sangat sederhana. Ini membuktikan dia hanya punya uang yang cukup untuk dirinya sendiri saja, lebihnya pasti sudah diberikan kepada orang lain. Mungkin juga karena jiwa kesatrianya. Tapi, ini nggak penting, kita harus berpikir lebih keras untuk merekrut orang seperti ini."Biantara juga menganggukkan kepala, memang benar yang dikatakan Wira.Satu jam kemudian, pria itu sudah turun dari ketinggian dan langsung berjalan ke hadapan Wira dan Biantara sambil memegang setangkai Bunga Tebing di tangannya."Jadi, ini adalah Bunga Tebing itu?" Mata Wira langsung bersinar. Saat dia hendak mengambil bunga itu, pria itu menarik kembali tangannya."Teman, sebelumnya kamu berjanji akan memberiku sepuluh juta gabak. Kamu serahkan uangnya dan aku serahkan barangnya, ini baru adil. Kalau aku nggak melihat uangnya, aku nggak bisa menyerahkan barangnya padamu," kata pria itu dengan sanga
"Baiklah. Lagi pula, aku juga nggak ada urusan lain, lebih baik aku minum bersamamu di sini. Bisa dibilang, untuk menjalin persahabatan juga. Aku nggak tahu siapa kamu, tapi kamu sangat kaya. Kalau kelak aku butuh uang, kamu bisa menjadi bantuanku," kata pria itu tanpa sungkan dan ekspresinya terlihat santai.Namun, ekspresi Wira terlihat canggung.Bobby sudah menyiapkan pesta, sehingga semua orang langsung menuju ke rumah Bobby. Wira tidak ingin minum bersama orang-orang suku, dia masih sangat ingat dengan pengalaman sebelumnya dan tidak ingin mengalaminya lagi.Selain itu, malam ini Wira ikut minum karena pria di depannya ini. Pria ini sangat misterius, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa. Dia tentu saja sangat menghargai bakat pria ini. Jika pria ini bisa bergabung dengannya, pasti akan sangat menguntungkan untuk perkembangannya di masa depan."Aku masih belum tahu nama Tuan." Saat semua orang berjalan menuju rumah Bobby, Wira menatap pria itu."Kamu nggak perlu begitu sungkan
Jari Wira mengetuk keningnya dengan lembut, lalu bertanya kepada Biantara.Biantara tersenyum dan berkata dengan ekspresi cuek, "Sangat sederhana. Untuk mendapatkan julukan tak tertandingi di seluruh dunia, seseorang harus mencapai puncak di bidangnya. Meskipun ada dua ahli di bidang yang sama, kita nggak perlu menerima keduanya. Lebih baik biarkan mereka bertarung, kita akan langsung tahu siapa yang lebih unggul. Bagaimana menurut Tuan?"Wira bertepuk tangan dengan semangat, tidak ada alasan untuk menolak usulan itu. Bahkan dia sendiri juga memiliki pemikiran yang sama seperti itu.Jika bisa menarik orang-orang yang tak tertandingi di seluruh dunia ini ke pihaknya, Wira bisa membayangkan betapa hebatnya pemandangan itu. Meskipun kelak dia bukan penguasa Provinsi Lingga lagi, dia juga tetap akan dihormati orang-orang dan menjaga keamanan provinsi itu karena Gedung Nomor Satu ini."Ayo minum!" kata Wira yang merasa sangat senang. Setelah mengambil gelasnya, dia melambaikan tangan pada s