Setelah ragu sejenak, Wira melanjutkan, "Tentu saja nggak. Dia punya keterampilan seperti ini, tapi cara berpakaiannya sangat sederhana. Ini membuktikan dia hanya punya uang yang cukup untuk dirinya sendiri saja, lebihnya pasti sudah diberikan kepada orang lain. Mungkin juga karena jiwa kesatrianya. Tapi, ini nggak penting, kita harus berpikir lebih keras untuk merekrut orang seperti ini."Biantara juga menganggukkan kepala, memang benar yang dikatakan Wira.Satu jam kemudian, pria itu sudah turun dari ketinggian dan langsung berjalan ke hadapan Wira dan Biantara sambil memegang setangkai Bunga Tebing di tangannya."Jadi, ini adalah Bunga Tebing itu?" Mata Wira langsung bersinar. Saat dia hendak mengambil bunga itu, pria itu menarik kembali tangannya."Teman, sebelumnya kamu berjanji akan memberiku sepuluh juta gabak. Kamu serahkan uangnya dan aku serahkan barangnya, ini baru adil. Kalau aku nggak melihat uangnya, aku nggak bisa menyerahkan barangnya padamu," kata pria itu dengan sanga
"Baiklah. Lagi pula, aku juga nggak ada urusan lain, lebih baik aku minum bersamamu di sini. Bisa dibilang, untuk menjalin persahabatan juga. Aku nggak tahu siapa kamu, tapi kamu sangat kaya. Kalau kelak aku butuh uang, kamu bisa menjadi bantuanku," kata pria itu tanpa sungkan dan ekspresinya terlihat santai.Namun, ekspresi Wira terlihat canggung.Bobby sudah menyiapkan pesta, sehingga semua orang langsung menuju ke rumah Bobby. Wira tidak ingin minum bersama orang-orang suku, dia masih sangat ingat dengan pengalaman sebelumnya dan tidak ingin mengalaminya lagi.Selain itu, malam ini Wira ikut minum karena pria di depannya ini. Pria ini sangat misterius, tetapi memiliki kemampuan yang luar biasa. Dia tentu saja sangat menghargai bakat pria ini. Jika pria ini bisa bergabung dengannya, pasti akan sangat menguntungkan untuk perkembangannya di masa depan."Aku masih belum tahu nama Tuan." Saat semua orang berjalan menuju rumah Bobby, Wira menatap pria itu."Kamu nggak perlu begitu sungkan
Jari Wira mengetuk keningnya dengan lembut, lalu bertanya kepada Biantara.Biantara tersenyum dan berkata dengan ekspresi cuek, "Sangat sederhana. Untuk mendapatkan julukan tak tertandingi di seluruh dunia, seseorang harus mencapai puncak di bidangnya. Meskipun ada dua ahli di bidang yang sama, kita nggak perlu menerima keduanya. Lebih baik biarkan mereka bertarung, kita akan langsung tahu siapa yang lebih unggul. Bagaimana menurut Tuan?"Wira bertepuk tangan dengan semangat, tidak ada alasan untuk menolak usulan itu. Bahkan dia sendiri juga memiliki pemikiran yang sama seperti itu.Jika bisa menarik orang-orang yang tak tertandingi di seluruh dunia ini ke pihaknya, Wira bisa membayangkan betapa hebatnya pemandangan itu. Meskipun kelak dia bukan penguasa Provinsi Lingga lagi, dia juga tetap akan dihormati orang-orang dan menjaga keamanan provinsi itu karena Gedung Nomor Satu ini."Ayo minum!" kata Wira yang merasa sangat senang. Setelah mengambil gelasnya, dia melambaikan tangan pada s
Arifin mengeluarkan sebuah botol porselen dari sakunya dan perlahan-lahan berkata, "Menjalankan amanah, setia pada tugas. Ini adalah pil yang kubuat untuk istrimu. Satu butir setiap hari setelah makan malam, ada tiga puluh butir di dalamnya. Setelah satu bulan, istrimu pasti akan sembuh."Setelah semalam Wira dan yang lainnya kembali, Wira langsung meminta Biantara untuk menyerahkan Bunga Tebing itu pada Arifin. Dia hanya bisa menyerahkan bunga itu, sedangkan kegunaannya sebagai obat semuanya tergantung pada keahlian Arifin. Selain itu, Arifin tidak pernah minum alkohol, sehingga bisa langsung menyelesaikan pil itu dalam waktu semalam."Masih perlu minum obat?" Thalia mendekat dengan ekspresi tak berdaya. Dia melihat botol porselen itu begitu cantik, tetapi dia sama sekali tidak tertarik. Dia masih terluka dan harus minum banyak obat setiap harinya, sehingga dia sudah merasa muak. Namun, kondisinya bukannya membaik, jumlah obatnya malah bertambah. Sungguh menyebalkan!Wira tersenyum da
Jika dipikirkan lebih dalam, sebenarnya tindakan Wira ini juga untuk kesejahteraan rakyat. Sembilan provinsi ini bisa damai karena usahanya. Dia tentu saja ingin terus mempertahankan kedamaian ini, sehingga semua rakyat bisa terus menikmati kedamaian ini."Apa Dokter Arifin mengerti maksudku?" tanya Wira lagi.Melihat tatapan Wira yang penuh harapan, Arifin melambaikan tangan dan berkata, "Kalau ada kesempatan yang begitu bagus, mana mungkin aku nggak bergabung. Aku tentu saja ingin punya posisi di Gedung Nomor Satu ini untuk membuktikan kemampuanku.""Lagi pula, aku tahu kamu terkenal di sembilan provinsi ini dan para rakyat menganggapmu sebagai seorang raja. Bahkan orang-orang di Kerajaan Beluana juga demikian. Gedung Nomor Satu ini juga akan berkembang pesat di bawah kepemimpinanmu, namaku juga akan makin terkenal. Aku nggak mungkin melewatkan kesempatan bagus seperti ini."Wira tidak menyangka ternyata Arifin begitu antusias. Dia langsung merasa sangat senang. "Kalau begitu, terima
Setengah bulan pun berlalu, pembangunan Gedung Nomor Satu cukup cepat karena Biantara telah menemukan banyak tukang yang mahir. Saat ini, bentuk bangunannya mulai terlihat. Diperkirakan dalam waktu setengah bulan lagi, Gedung Nomor Satu akan selesai sepenuhnya.Sementara itu, selama periode ini, kondisi kesehatan Thalia juga perlahan-lahan membaik. Wira juga sudah menghubungi orang-orang di Dusun Darmadi agar mereka tidak perlu khawatir. Sejak Thalia sakit, dia kehilangan semangat dan tidak menghubungi mereka, sehingga Danu dan Doddy merasa sangat cemas.Saat ini, Danu dan Doddy memegang kekuasaan atas Provinsi Lowala dan dibantu oleh Osmaro serta yang lainnya. Namun, mereka tetap lebih mengkhawatirkan keselamatan Wira.Danu dan Doddy memang bukan saudara kandung Wira, tetapi hubungan mereka sudah jauh melampauinya. Meskipun sekarang keduanya memegang kekuasaan besar, tetapi itu sama sekali tidak berarti apa pun bagi mereka. Selama mereka dan Wira bisa berkumpul bersama, mereka rela me
Bagaimana mungkin Thalia tidak marah mendengar ucapan seperti itu?"Hebat sekali ya kamu. Belum setengah tahun kita bersama, tapi kamu sudah mulai mengeluh tentangku? Kalau begitu, aku akan pergi sekarang. Anggap saja kita nggak pernah saling mengenal!" bentak Thalia.Thalia masih sama galaknya seperti dulu. Selesai berbicara, dia pun bangkit dan hendak melompat turun dari kereta kuda.Wira segera meraih lengan Thalia dan meminta maaf dengan tulus, "Aku sudah salah bicara. Tolong maafkan aku. Jangan marah lagi.""Lagian, kenapa memangnya kalau ada bekas luka di tubuhmu? Perasaanku padamu nggak akan berubah! Aku juga tahu kamu bisa terluka karena aku.""Kalau bekas lukanya hilang, aku mungkin akan melupakan kebaikanmu sejak awal. Tapi kalau bekas luka itu terus ada, aku akan selalu mengingat pengorbananmu ini."Thalia mendengus, tetapi merasa jauh lebih baik. Dia tahu Wira bukan orang yang tidak tahu terima kasih. Jika tidak, mana mungkin Thalia bersedia melawan musuh bersama Wira malam
Gedung Nomor Satu terletak di bagian utara Kota Limaran. Tempat ini sepi dan terpencil. Namun, setelah Gedung Nomor Satu dibangun, banyak orang yang datang kemari.Dilihat dari kejauhan, banyak penduduk yang berdiri di luar Gedung Nomor Satu sambil berdiskusi. Bagaimanapun, ini pertama kalinya mereka melihat gedung semegah ini.Gedung ini mencakup area yang luas. Hanya dengan berdiri di pintu masuk, seseorang sudah bisa melihat bagian dalamnya. Harus diakui bahwa gedung ini tidak kalah dari istana. Wira saja takjub."Bukannya kalian cuma menghabiskan waktu sebulan? Kenapa bisa semegah ini?" tanya Wira yang menatap Biantara dengan heran.Biantara tersenyum dan menyahut, "Tentu saja karena orang di sampingku ini."Biantara memperkenalkan seseorang kepada Wira. Itu adalah seorang pria berpakaian linen, berkulit hitam, dan tersenyum polos."Dia perajin terhebat di dunia. Kecepatannya membangun sesuatu jauh lebih hebat dari perajin pada umumnya. Di bawah pimpinannya, gedung ini bukan hanya
Dalam sejarah, para jenderal perang yang menggunakan trisula sangatlah langka. Ini karena satu trisula setidaknya memiliki berat sekitar 90 kilogram. Orang yang mampu mengayunkan senjata semacam ini sudah pasti sangat ganas dan kuat.Di bawah komando Wira, selain Agha yang menggunakan palu berat dengan kedua tangan, tak ada orang lain yang mampu menggunakan senjata berat semacam ini.Dari sini pula bisa dilihat bahwa Zaki, yang disebut sebagai salah satu tangan kanan Bimala, jelas bukan seseorang yang hanya memiliki nama besar tanpa kekuatan nyata.Wakil jenderal yang mengikuti Zaki tersenyum tipis setelah mendengar kabar itu. Dia menangkupkan tangan dan berkata, "Jenderal, aku nggak setuju. Bertempur seperti ini jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Kita nggak bisa terus bersembunyi di dalam suku sambil bermain intrik dengan mereka yang bermuka dua."Zaki mendengus dingin dan berkata, "Siapa pun yang berani bermain intrik denganku akan langsung kusingkirkan dengan t
"Apa?" Wira langsung terkejut dan berpikir mengapa bisa muncul masalah merepotkan seperti ini pada saat krisis ini. Jika para pengungsi ini benar-benar nekat, kekuatan mereka tidak akan jauh berbeda dengan orang biasa. Namun, saat ini mereka sedang bersiap melawan pasukan utara, kehadiran orang-orang ini bisa menjadi faktor yang sangat tidak stabil.Setelah berpikir sejenak, Wira pun memerintah tanpa ragu, "Tutup gerbang kota dan jangan membiarkan para pengungsi itu keluar dulu. Selain itu, buka gudang persediaan dan bagikan makanannya, sebisa mungkin menenangkan para pengungsi itu. Pada saat seperti ini, kita nggak boleh menghadapi masalah seperti ini."Wira berkata dengan ekspresi muram setelah berhenti sejenak, seolah-olah merasa tidak tenang, "Kalau masih ada yang nggak tahu diri, beri tahu Jenderal Trenggi bahwa dia berhak menentukan hidup dan mati mereka. Tapi, itu hanya untuk menakut-nakuti saja, jangan sampai terlalu kejam.""Baik," jawab mata-mata itu.....Di sekitar Dataran
Setelah terdiam cukup lama, Nafis mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau mereka melewati jalur cabang ini, mereka akan berputar jauh. Dengan begitu, mereka akan menghindari Dataran Haloam dan laju mereka akan menjadi sangat lambat."Wira juga menganggukkan kepala karena memang ini yang dikhawatirkannya.Beberapa saat kemudian, Arhan memberi hormat dan berkata, "Tuan Wira, aku punya ide, tapi aku nggak tahu apa ini bisa berhasil."Wira tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu matanya bersinar sebagai isyarat agar Arhan melanjutkan perkataannya. Sejak Arhan memimpin pasukannya untuk mengikutinya, Arhan tidak banyak berbicara. Sekarang kesempatan itu sudah datang, dia tentu saja ingin mendengar lebih banyak pemikiran Arhan.Setelah memberi hormat, Arhan menunjuk pada peta dan berkata, "Tuan, coba lihat di sini. Kalau mereka melalui jalur cabang dari Dataran Haloam, mereka akan melewati gunung berbatu. Aku berniat untuk menempatkan pasukan kecil di sini untuk memaksa mereka meng
Sekelompok pasukan keluarga dari gerbang utara dengan sangat bersemangat dan langsung menuju Dataran Haloam dan Hutan Bambu Mayu.Begitu tiba di Hutan Bambu Mayu, Wira segera mulai membagi pasukannya sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Hutan ini sangat lebat, sehingga orang yang berjalan di luar tidak akan mengetahui ada orang yang bersembunyi di dalamnya.Selain itu, celah-celah di dalam Hutan Bambu Mayu ini juga cukup lebar dan daerah penyangga yang luasnya beberapa mil. Jangankan tiga ribu Pasukan Harimau yang dipimpin Wira sekarang, mereka juga tetap bisa bersembunyi sepenuhnya jika ditambah dua ribu Pasukan Harimau lagi.Saat Agha dan Latif bersiap untuk memimpin sepuluh ribu prajurit itu berangkat, Latif maju dan berkata, "Tuan, apa perlu kami meninggalkan beberapa prajurit untuk kalian?"Setelah berpikir sejenak, Wira perlahan-lahan berkata, "Nggak perlu, ingat untuk menggunakan mata-mata sebaik mungkin. Kamu dan Agha harus membagi tugas, jangan terus berkumpul bersama. Pas
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi