Gedung Nomor Satu terletak di bagian utara Kota Limaran. Tempat ini sepi dan terpencil. Namun, setelah Gedung Nomor Satu dibangun, banyak orang yang datang kemari.Dilihat dari kejauhan, banyak penduduk yang berdiri di luar Gedung Nomor Satu sambil berdiskusi. Bagaimanapun, ini pertama kalinya mereka melihat gedung semegah ini.Gedung ini mencakup area yang luas. Hanya dengan berdiri di pintu masuk, seseorang sudah bisa melihat bagian dalamnya. Harus diakui bahwa gedung ini tidak kalah dari istana. Wira saja takjub."Bukannya kalian cuma menghabiskan waktu sebulan? Kenapa bisa semegah ini?" tanya Wira yang menatap Biantara dengan heran.Biantara tersenyum dan menyahut, "Tentu saja karena orang di sampingku ini."Biantara memperkenalkan seseorang kepada Wira. Itu adalah seorang pria berpakaian linen, berkulit hitam, dan tersenyum polos."Dia perajin terhebat di dunia. Kecepatannya membangun sesuatu jauh lebih hebat dari perajin pada umumnya. Di bawah pimpinannya, gedung ini bukan hanya
Setelah berkeliling selama 2 jam, Wira membawa Thalia kembali ke aula utama dan bertanya, "Gimana kalau kita tinggal di sini malam ini?"Kota Limaran tidak jauh dari Dusun Darmadi, tetapi perjalanannya tetap membutuhkan sehari. Wira dan lainnya tentu butuh istirahat setelah menempuh perjalanan panjang.Thalia mengangguk dan menyahut, "Boleh saja! Tempat ini jauh lebih menarik daripada suku utara!"Wira menggeleng dan tersenyum getir. Thalia sudah menjadi istri orang, tetapi masih terlihat begitu kekanak-kanakan."Omong-omong, di mana Agha?" tanya Wira sambil memandang ke sekeliling. Dia tidak melihat Agha sejak tadi.Seingatnya, mereka sama-sama memasuki Gedung Nomor Satu tadi. Lantas, kenapa Agha tiba-tiba menghilang?"Mungkin dia pergi bermain. Biarkan saja dia. Dia masih muda, pasti suka berkeliaran," balas Thalia dengan tidak peduli.Saat ini, pengawal di samping mendekat dan berkata dengan hormat, "Dia bukan pergi bermain, tapi pergi mengikuti kompetisi untuk mendapat gelar nomor
Wira memiliki kepercayaan diri terhadap adiknya ini. Dia sudah melihat kehebatan Agha. Agha memang masih muda, tetapi para pria dewasa bertubuh kekar sekalipun belum tentu bisa sekuat dia.Apalagi, Wira belum tahu batas kekuatan Agha sampai sekarang. Sepertinya kompetisi ini akan sangat seru.Biantara berujar, "Aku nggak yakin. Soalnya orang-orang di samping Agha juga sangat kuat. Ada satu yang datang dari Fraseta. Dia sangat terkenal.""Katanya, dia bisa mengangkat batu besar seberat 100 kilogram dengan satu tangan. Jadi kalau dua tangan, mungkin dia bisa mengangkat beban 250 kilogram."Wira menelan ludah. Apa orang-orang ini bukan makan nasi saat kecil? Bagaimana bisa fisik mereka sekuat ini? Jangankan beban 250 kilogram, Wira saja kesulitan mengangkat beban 125 kilogram."Kita tonton saja dulu. Aku juga penasaran dengan potensi Agha. Suruh dia jangan memaksakan diri. Dia masih muda, punya banyak kesempatan untuk membuktikan diri. Kalau sampai terluka, dia yang bakal rugi," instruksi
Semua ini berkat Najib. Jika Najib tidak membantu, mungkin kakek dan cucu itu masih hidup di tengah-tengah hutan dan Agha tidak akan bertambah kuat.Setelah Agha mengangkat tungku, kontestan lain juga memperlihatkan kemampuan mereka. Sayang sekali, yang berhasil mengangkat tungu hanya Agha dan orang asing dari Fraseta.Tepuk tangan yang meriah pun terdengar dari bawah panggung."Orang ini hebat juga." Wira melipat lengannya menatap orang asing itu, lalu mengaitkan jari untuk memanggil Biantara.Biantara sampai di sisi Wira, tetapi ekspresinya terlihat agak serius. Wira menunjuk ke arah panggung, lalu bertanya, "Itu orang Fraseta yang kamu bilang tadi?"Biantara mengangguk dan mengernyit sambil berujar, "Dia bukan orang sembarang. Aku pernah memberitahumu tentang identitasnya. Namanya Darnel.""Katanya, dia sudah punya tenaga besar sejak kecil. Dia bahkan pernah membunuh harimau dengan satu tinjunya. Kukira ini cuma rumor, tapi sepertinya memang nyata."Darnel yang berhasil mengangkat t
"Kuat sekali!" sorak penonton di bawah. Ketika Wira dan lainnya masih mengobrol, Darnel sudah mengangkat tungku besar seberat 350 kilogram.Kini, hanya tersisa Darnel dan Agha di atas arena. Setelah Darnel mengangkat tungku seberat 350 kilogram, tatapan semua orang pun tertuju pada Agha.Agha adalah satu-satunya harapan seluruh Atrana. Mereka tidak ingin gelar orang terkuat di dunia jatuh ke tangan Fraseta. Hal ini hanya akan membuat mereka malu.Sementara itu, tatapan Wira tertuju pada Darnel. Entah apa yang dipikirkannya. Thalia berkata, "Sepertinya Agha bukan tandingannya. Darnel ini memang kuat. Waktu dia mengangkat tungku tadi, dia bahkan nggak terlihat ragu sedikit pun. Dia pantas mendapat gelar itu."Mereka semua bisa melihat betapa hebatnya Darnel. Sepertinya tidak ada orang yang memiliki kemampuan sehebat Darnel.Wira menggeleng dan menyahut, "Bukannya aku mendukung Agha karena dia adikku. Tapi, coba lihat kondisi Darnel baik-baik dulu. Dia menyembunyikan tangannya di belakang
Karena kompetisi masih panjang, Wira pun tidak menonton lagi. Sepertinya Gedung Nomor Satu akan sangat ramai untuk sebulan ke depan.Wira, Thalia, dan Agha masuk ke kamar. Kompetisi di luar akan diatur oleh Biantara. Begitu masuk, Wira langsung meraih tangan Agha untuk memeriksanya."Tenang saja, Kak. Aku nggak apa-apa kok. Kalaupun kompetisi dilanjutkan tadi, aku masih sanggup mengangkatnya. Aku nggak nyangka orang itu akan menyerah. Bagus juga, aku jadi bisa menghemat tenaga. Tapi, aku nggak begitu yakin bisa mengangkat beban 500 kilogram," ujar Agha.Agha tidak berbohong. Semua orang tahu Agha kuat, tetapi Agha sendiri tidak tahu sampai mana limitnya."Baguslah kalau kamu baik-baik saja. Tapi, lain kali nggak boleh bertindak gegabah seperti ini lagi. Di atas langit masih ada langit, kamu nggak bakal tahu sekuat apa lawanmu. Jadi, jangan memaksakan diri. Paham?" nasihat Wira.Agha masih muda sehingga sangat energik, apalagi sekarang dia memiliki penyokong. Hal ini bisa membuatnya lup
"Dasar kamu ini! Masa cemburunya sama pria? Kalau begitu, aku yang akan menderita setelah kita kembali ke Dusun Darmadi." Wira menggeleng dengan tidak berdaya.Wira punya banyak istri cantik di rumah. Jika Thalia cemburuan seperti ini, Wira khawatir bisa terjadi perselisihan di rumahnya. Apalagi, istri-istrinya itu bukan wanita lemah.Terutama Dewina. Wanita ini bisa dibilang pemarah. Selain Wulan dan beberapa istri Wira, mungkin tidak ada yang bisa menerima sikapnya. Jika Dewina dan Thalia bertemu, entah bagaimana hasilnya. Namun, karena Wira telah menerima keduanya sebagai istri, dia harus menanggung segala konsekuensi yang ada.Tiga hari berlalu dengan cepat. Selama 3 hari ini, Wira terus berada di Gedung Nomor Satu. Sejak gedung ini didirikan, Wira telah merekrut banyak genius.Yang paling menyenangkan adalah Wira tidak perlu repot-repot bekerja. Semuanya diurus oleh Biantara dengan baik. Biantara dan lainnya pun hanya perlu menggunakan nama Wira saat menjalankan tugas.Patut dike
Begitu perang dimulai, Bhurek tentu akan berada di garda terdepan untuk melawan Wira. Bagaimanapun, seluruh pasukan ada di tangannya.Alzam memicingkan mata, lalu berkata dengan nada datar, "Aku tahu apa yang kamu khawatirkan. Aku juga mengkhawatirkan hal yang sama.""Aku sudah melaporkan masalah ini kepada Raja, tapi Raja nggak terlalu peduli. Sekarang dia lebih suka meneliti bubuk mesiu dan beberapa senjata api.""Hanya saja, kalau benar-benar ingin mengembangkan senjata api, seharusnya akan memakan waktu yang lama."Bhurek menghela napas. Dia tentu memahami apa yang dikatakan Alzam. Sayangnya, dia tidak punya cara untuk menjelaskan kepada Raja."Jadi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" tanya Bhurek.Bhurek tidak berwawasan luas. Di situasi seperti ini, dia tentu membutuhkan bantuan Alzam. Mereka mungkin bisa menemukan hasil yang baik dengan berdiskusi bersama.Alzam memicingkan mata. Setelah ragu-ragu sesaat, dia mengetukkan jarinya ke meja dan berkata dengan pelan, "Gimana k