Wira telah membuat rencana. Karena urusan di Kota Limaran sudah hampir beres, dia berniat pulang ke Dusun Darmadi dalam 2 hari ini.Wira sudah bepergian selama setengah tahun. Meskipun Wulan dan lainnya tidak mendesaknya pulang, para wanita itu pasti merindukannya dan ingin menyusul jika memungkinkan. Itu sebabnya, Wira ingin pulang secepat mungkin.Selain itu, dia tidak mungkin melupakan para istrinya yang berada di Dusun Darmadi setelah menemukan cinta yang baru. Dia tentu harus bersikap adil."Tuan, ada masalah penting yang ingin kulaporkan. Aku baru mendapat kabar kalau Bhurek dan Alzam mendirikan tempat yang hampir sama dengan Gedung Nomor Satu. Kini, mereka sedang merekrut orang.""Mereka jelas-jelas ingin melawanmu. Makanya, aku ingin tanya, apa kita perlu melakukan sesuatu untuk melawan mereka?" tanya Biantara.Jika itu dulu, Biantara selalu mengutamakan kestabilan. Dia tidak akan bertindak gegabah. Di situasi seperti ini, dia tidak akan memilih untuk berselisih dengan Bhurek d
Wira bertanya, "Dua hari lagi, kita akan kembali ke Dusun Darmadi. Bukannya semalam aku sudah memberitahumu tentang ini?"Pria itu melanjutkan, "Mereka sudah pergi Dusun Darmadi, jadi kita nggak perlu khawatir dengan urusan di sana. Setelah kembali, kita cuma perlu menjalani kehidupan dengan baik."Wira bukanlah orang yang tidak punya ambisi, tetapi dia juga tidak memiliki cita-cita besar untuk menyelamatkan dunia. Dia hanya ingin menjaga baik-baik keluarga, teman-teman, dan saudara-saudaranya.Apabila bisa membantu orang banyak, itu tentu hal bagus. Namun jika harus mengorbankan sesuatu dari dirinya, Wira mungkin tidak akan melakukannya. Bahkan, pertemuan di Paviliun Kristal sebelumnya hanya untuk mencari stabilitas saja.Thalia menolak, "Nggak ... nggak boleh. Aku nggak mau kembali ke Dusun Darmadi. Aku mau ikut denganmu ke tempat yang lebih sepi. Setelah aku melahirkan anak kita, baru kita kembali saja. Bukankah itu lebih baik?"Thalia sangat pintar. Setelah kembali ke Dusun Darmadi
Melihat beberapa orang itu berekspresi muram, Alzam melambaikan tangan ke arah mereka sembari berucap, "Kalian semua bisa pergi dulu."Seketika, mereka merasa lega dan bergegas pergi. Tadi, mereka bahkan khawatir bahwa Bhurek akan membunuh mereka karena saking emosinya ....Alzam memicingkan matanya. Dia duduk di kursi dan menatap Bhurek dengan tajam seraya berujar, "Jenderal Bhurek, kamu nggak perlu marah. Semua ini sebenarnya bisa dimaklumi."Alzam menambahkan, "Walau nggak punya ahli nomor satu di dunia, reputasi kita memang nggak terlalu baik sejak awal. Jadi, mana mungkin mereka akan tertarik untuk bergabung dengan kita?"Bhurek menelan air liur, lalu bertanya, "Apa kamu punya rencana bagus?"Alzam melanjutkan, "Selama bertahun-tahun, banyak orang yang membenci Kerajaan Beluana. Bahkan, orang-orang mengira akar dari semua kerusuhan di Atrana adalah kita. Itu sebabnya, mereka nggak mau bergabung dengan kita.""Kalau begitu, kita bisa merekrut banyak ahli dari luar untuk memperkuat
"Tampaknya kamu mengenal Darnel dengan baik. Dengar-dengar, dia nggak bermaksud bergabung dengan Gedung Nomor Satu. Dia cuma mau bikin keributan, tapi pada akhirnya dia malah merugikan dirinya sendiri," jelas Alzam.Pria itu menambahkan, "Tapi, orang ini punya kemampuan. Kalau kita bisa merekrutnya ke pihak kita, itu akan sangat membantu tindakan kita di masa depan."Alzam memberi tahu, "Jadi, aku berencana pergi sendiri ke Fraseta untuk mencari orang-orang berbakat seperti Darnel. Dengan cara ini, kita bisa memperkuat diri."Saat ini, semua urusan besar di istana dipercayakan kepada Alzam. Untungnya, dia bukan orang yang hanya pandai bicara. Dia memang memiliki kemampuan luar biasa.Kalau tidak, bagaimana mungkin dia mendapat kepercayaan dari Ciputra? Di posisi itu, Alzam harus menjalankan tugasnya dengan baik. Jadi, dia memang perlu bekerja lebih keras."Kalau begitu, mohon bantuan Tuan Alzam!" ujar Bhurek dengan mata berbinar-binar. Dia melanjutkan, "Kalau Tuan Alzam butuh sesuatu d
Di Gedung Nomor Satu, Wira dan Thalia telah selesai berkemas. Sekarang, mereka berdiri di depan pintu utama Gedung Nomor Satu.Wira berucap sambil tersenyum, "Biantara, aku serahkan semua urusan di sini padamu. Aku dan Thalia akan kembali ke Dusun Darmadi. Kami sudah pergi cukup lama. Mungkin keluarga di rumah sudah merindukan kami. Kalau tinggal lebih lama di sini, aku akan sulit menjelaskannya nanti."Biantara memahaminya. Dia segera menanggapi, "Jangan khawatir. Sekarang, Gedung Nomor Satu sudah mulai berjalan dengan baik. Ditambah ada banyak orang kita di sini, semuanya akan berjalan lancar. Kalau ada masalah, aku akan memberitahumu."Wira pun mengangguk. Dia sangat memercayai kemampuan Biantara sehingga merasa tenang meninggalkan segala urusan padanya. Mengenai kesetiaan Biantara, dia sama sekali tidak perlu khawatir."Oh ya, apa kamu mau ikut aku kembali?" tanya Wira yang melihat ke arah Agha.Tidak membawa Agha bersamanya membuatnya sedikit khawatir. Di dunia ini, hampir tidak a
"Tenang saja, Kak. Ada Kak Biantara di sini. Apalagi, jarak kita juga nggak terlalu jauh. Aku nggak bakal bikin masalah," ucap Agha.Wira menambahkan, "Oke, ingat kata-katamu hari ini. Kalau nggak menepati janjimu nanti, jangan salahkan aku yang bertindak tegas." Agha segera menyetujuinya.Kemudian, Wira memanggil Biantara dan memberi instruksi, "Meski bilang begitu, dia bisa melupakan semua yang dia katakan hari ini kalau mulai bersikap keras kepala.""Kalau kamu nggak bisa mengendalikannya, segera utus orang untuk menghubungiku. Aku akan datang dari Dusun Darmadi untuk mengurusnya," ucap Wira.Berhubung Wira sudah berkata demikian, Biantara tidak punya pilihan lain selain mengangguk setuju dengan enggan. Tampaknya dia hanya bisa menjaga pembawa sial ini di sisinya. Sekarang, Biantara hanya bisa diam-diam berdoa agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan. Setelah semua urusan selesai, Wira pun membawa Thalia pulang ke Dusun Darmadi. Sore harinya, keduanya tiba di Dusun Darmadi.
"Kamu masih ingat untuk pulang ya?"Wira baru saja selesai berbicara, Dewina segera keluar dari kamarnya dan sudah berada di depan Wira. Setelah memelototi Wira, dia menyilangkan tangannya dan berkata dengan kesal, "Aku pikir kamu sudah melupakan kami semua dan bersenang-senang di luar sana. Nggak disangka, ternyata kamu masih ingat kamu adalah seorang pria yang sudah berkeluarga."Mendengar perkataan Dewina, Wira langsung terdiam.Selama berada di luar sana, Wira sebenarnya selalu memikirkan istri-istrinya yang berada di rumah. Hanya saja ada terlalu banyak urusan yang harus diurus, sehingga dia tidak sempat menghubungi mereka. Namun, hatinya tetap merindukan mereka. Pemikirannya ini tentu saja hanya Thalia yang tahu. Namun, Thalia tidak menjelaskan apa-apa dan hanya berdiri di sampingnya dengan tenang.Thalia adalah seorang wanita yang pintar. Sekarang mereka sudah kembali ke Dusun Darmadi, dia tentu saja harus menjalin hubungan baik dengan istri Wira yang lainnya. Dengan begitu, dia
Wira bertanya-tanya mengapa dia bisa melupakan hal itu. Di rumah masih ada beberapa istrinya ini, tetapi dia hanya memikirkan Thalia dan lupa memberikan hadiah untuk mereka. Apa yang harus dilakukannya sekarang?"Lihat ekspresimu ini, kamu benar-benar tidak membawa hadiah untuk kami, 'kan?" kata Dewina lagi."Kak Wulan, lihatlah, apa aku yang sengaja menyulitkannya? Dia jelas-jelas sudah lupa pada kita. Setelah meninggalkan Dusun Darmadi, dia benar-benar sudah melupakan kita. Dia bahkan nggak memikirkan kita, apalagi mempersiapkan hadiah untuk kita. Kalau begitu, apa gunanya suami ini? Lebih baik kita hidup sendiri saja. Mulai sekarang, jangan biarkan dia masuk ke rumah lagi."Wulan menggelengkan kepala dengan tak berdaya saat melihat Dewina yang benar-benar bertingkah seperti anak kecil."Tuan tentu saja selalu ingat pada nyonya-nyonya. Mana mungkin dia lupa mempersiapkan hadiah untuk istri-istrinya." Saat Wira tidak tahu harus bagaimana membujuk para wanita itu, Biantara tiba-tiba be