"Tenang saja, Kak. Ada Kak Biantara di sini. Apalagi, jarak kita juga nggak terlalu jauh. Aku nggak bakal bikin masalah," ucap Agha.Wira menambahkan, "Oke, ingat kata-katamu hari ini. Kalau nggak menepati janjimu nanti, jangan salahkan aku yang bertindak tegas." Agha segera menyetujuinya.Kemudian, Wira memanggil Biantara dan memberi instruksi, "Meski bilang begitu, dia bisa melupakan semua yang dia katakan hari ini kalau mulai bersikap keras kepala.""Kalau kamu nggak bisa mengendalikannya, segera utus orang untuk menghubungiku. Aku akan datang dari Dusun Darmadi untuk mengurusnya," ucap Wira.Berhubung Wira sudah berkata demikian, Biantara tidak punya pilihan lain selain mengangguk setuju dengan enggan. Tampaknya dia hanya bisa menjaga pembawa sial ini di sisinya. Sekarang, Biantara hanya bisa diam-diam berdoa agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan. Setelah semua urusan selesai, Wira pun membawa Thalia pulang ke Dusun Darmadi. Sore harinya, keduanya tiba di Dusun Darmadi.
"Kamu masih ingat untuk pulang ya?"Wira baru saja selesai berbicara, Dewina segera keluar dari kamarnya dan sudah berada di depan Wira. Setelah memelototi Wira, dia menyilangkan tangannya dan berkata dengan kesal, "Aku pikir kamu sudah melupakan kami semua dan bersenang-senang di luar sana. Nggak disangka, ternyata kamu masih ingat kamu adalah seorang pria yang sudah berkeluarga."Mendengar perkataan Dewina, Wira langsung terdiam.Selama berada di luar sana, Wira sebenarnya selalu memikirkan istri-istrinya yang berada di rumah. Hanya saja ada terlalu banyak urusan yang harus diurus, sehingga dia tidak sempat menghubungi mereka. Namun, hatinya tetap merindukan mereka. Pemikirannya ini tentu saja hanya Thalia yang tahu. Namun, Thalia tidak menjelaskan apa-apa dan hanya berdiri di sampingnya dengan tenang.Thalia adalah seorang wanita yang pintar. Sekarang mereka sudah kembali ke Dusun Darmadi, dia tentu saja harus menjalin hubungan baik dengan istri Wira yang lainnya. Dengan begitu, dia
Wira bertanya-tanya mengapa dia bisa melupakan hal itu. Di rumah masih ada beberapa istrinya ini, tetapi dia hanya memikirkan Thalia dan lupa memberikan hadiah untuk mereka. Apa yang harus dilakukannya sekarang?"Lihat ekspresimu ini, kamu benar-benar tidak membawa hadiah untuk kami, 'kan?" kata Dewina lagi."Kak Wulan, lihatlah, apa aku yang sengaja menyulitkannya? Dia jelas-jelas sudah lupa pada kita. Setelah meninggalkan Dusun Darmadi, dia benar-benar sudah melupakan kita. Dia bahkan nggak memikirkan kita, apalagi mempersiapkan hadiah untuk kita. Kalau begitu, apa gunanya suami ini? Lebih baik kita hidup sendiri saja. Mulai sekarang, jangan biarkan dia masuk ke rumah lagi."Wulan menggelengkan kepala dengan tak berdaya saat melihat Dewina yang benar-benar bertingkah seperti anak kecil."Tuan tentu saja selalu ingat pada nyonya-nyonya. Mana mungkin dia lupa mempersiapkan hadiah untuk istri-istrinya." Saat Wira tidak tahu harus bagaimana membujuk para wanita itu, Biantara tiba-tiba be
"Membantu Tuan untuk mengatasi masalah adalah tanggung jawabku. Tuan nggak perlu memikirkan hal ini," kata Biantara sambil memberi hormat."Kita adalah saudara, nggak perlu begitu sungkan. Kalau nggak, berarti kamu sengaja menjauhkan hubungan kita," kata Wira sambil tersenyum.Setelah itu, ekspresi Wira menjadi serius dan melanjutnya, "Agha masih berada di Kota Limaran. Tolong bantu aku memperhatikannya. Kalau anak itu melakukan sesuatu yang keterlaluan, segera beri tahu aku. Dia mungkin nggak mengikuti perintah kalian, tapi dia pasti akan mendengarkan kata-kataku."Biantara menganggukkan kepala.Wira merasa sayang dan juga kesal dengan adiknya ini. Meskipun Agha sangat kuat, Agha masih tidak mengerti harus bagaimana bersikap dan tidak terlalu cerdik juga karena masih muda. Dalam situasi seperti saat ini, Agha pasti akan menjadi korban penindasan. Hatinya merasa tidak tenang jika Agha tidak bersamanya. Untungnya, Biantara bisa diam-diam membantu menjaga Agha.Dalam sekejap, Wira dan ya
Wira menggelengkan kepala dan tersenyum pahit. Selama ini, dia memang belum pernah menghubungi Harraz karena ada banyak urusan yang harus ditanganinya, sehingga tidak memiliki waktu untuk memikirkan kota itu.Selain itu, Harraz bisa ditempatkan di kota kuno di perbatasan ini juga merupakan kehendaknya sendiri. Saat Wira mengatur berita kematian palsu itu, dia sudah menghilang sepenuhnya dari pandangan orang-orang di Kerajaan Beluana. Bahkan Bhurek juga mengira dia sudah mati. Namun, semua itu hanya tipuan Wira.Setelah mempertimbangkannya, Wira memutuskan untuk mengirim Harraz ke Kota Goma dan memberikan wewenang penuh untuk mengurus semua urusan di sana. Jika Dewina tidak mengungkit tentang Kota Goma, dia juga sudah lupa tentang hal ini.Dewina terus mengayun-ayunkan lengan Wira dan bermanja-manja. "Sayang, ayo bawa kami berjalan-jalan ke sana sekali saja. Kamu juga bisa sekalian melihat bagaimana perkembangan di sana sekarang.""Aku sering dengar orang mengungkit tentang Kota Goma. K
Begitu mengatakan itu, Thalia mendekat dari samping. "Kak Wulan, selama ini aku dan suami selalu bersama dan nggak pernah berpisah. Beberapa rencana suami juga tertunda karena aku, jadi nggak bisa kembali ke Dusun Darmadi.""Kalau harus ada yang tinggal di sini, biar aku saja. Kalau ada hal yang harus diurus, aku juga bisa mengurusnya menggantikan kalian. Kak Wulan pergi berlibur bersama suami dan yang lainnya saja agar bisa menyegarkan pikiran juga."Meskipun Dusun Darmadi adalah tempat yang sangat bagus, tidak ada yang bersedia tinggal di sana karena merasa terkurung. Thalia saja merasa seperti itu, apalagi yang lainnya. Wulan memiliki kepribadian yang ramah, tetapi dia berpikir tidak boleh memanfaatkan kepribadian itu dan menyulitkan Wulan. Kehidupan masih panjang, sesama saudari harus menjalin hubungan yang baik.Wira tersenyum puas. Thalia memang baik dan pengertian, tetapi Wulan juga begitu. Kedua wanita ini memang sangat baik, setidaknya jauh lebih pengertian dibandingkan dengan
"Konon, saat malam tiba, Kota Goma ini akan dipenuhi dengan cahaya lampu, seolah-olah masih siang hari. Sepertinya, apa yang dikatakan orang memang benar. Tuan Harraz, selama ini kamu benar-benar sudah bekerja keras. Menempatkanmu di sini sepertinya agak meremehkan kemampuanmu," kata Wira dengan kagum.Saat Harraz bergabung ke kubunya, Wira tahu dia sudah mendapatkan satu bantuan tambahan lagi. Namun, dia tidak menyangka Harraz memiliki bakat yang sebesar ini. Kota kecil di perbatasan ini malah dikembangkan Harraz dengan begitu baik.Saat dahulu Wira datang ke Kota Goma ini, sebagian besar penduduknya adalah orang tua yang lemah dan sakit. Tidak ada banyak pemuda seperti saat ini, apalagi suasana yang meriah seperti ini. Dalam waktu kurang dari setengah tahun, Harraz sudah mengubah Kota Goma menjadi seperti ini sampai dia pun tidak mengenali kota ini lagi. Ini membuktikan Harraz sudah berusaha sangat keras.Harraz tersenyum dan berkata sambil melambaikan tangannya, "Ini semua karena Tu
Saat Wira sedang memeriksa lingkungan sekitar, terdengar Harraz yang segera menjelaskan, "Tuan Wira, mohon jangan keberatan. Aku nggak memindahkan pengawal di sekitar sini, tapi menyuruh mereka bersembunyi di kegelapan. Ini juga untuk memastikan keamananmu dan para istrimu. Kalau Tuan Wira merasa nggak nyaman, aku akan menyuruh mereka mundur."Wira sudah berada di medan perang begitu lama, trik kecil ini tentu saja tidak bisa menipunya. Dia melambaikan tangan dan berkata, "Nggak perlu begitu cemas, aku tahu niatmu. Pertahanan di sini memang bagus. Meskipun keluargamu sudah pindah ke sini, tetap harus waspada terhadap Bhurek.""Orang ini benar-benar seorang pengecut. Aku sudah berurusan dengannya beberapa kali. Menurutku, cepat atau lambat dia akan terkena masalah. Terlalu mencolok dan nggak bisa menerima orang lain adalah hal yang paling dihindari. Saat Ciputra merasa dia tidak berharga lagi, pada saat itu dia pasti akan langsung menghilang."Wira memiliki wawasan yang luas dan sangat
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa
"Kak." Shafa memanggil dan berkata dengan hati-hati, "Kehidupan kita pasti akan makin membaik. Kita nggak boleh membiarkan orang tua kita khawatir. Kamu nggak usah cemas. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri sendiri."Wira merasa agak terharu melihat betapa dekatnya kedua bersaudara ini. Namun, dia tidak mengatakan apa pun untuk merusak suasana.Beberapa saat kemudian, suasana hati kedua bersaudara ini mulai membaik. Ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.Saat berikutnya, sejumlah besar pria kekar muncul di hadapan mereka. Beberapa dari mereka memegang golok. Tatapan mereka tertuju pada Wira dan lainnya lekat-lekat.Yang berdiri di barisan paling depan adalah seorang pria berwajah tirus. Dia berkata, "Kak, kulihat pakaian orang ini lumayan bagus. Sepertinya dia bukan orang biasa. Sepertinya kita bakal untung besar kali ini!"Seseorang yang berada di belakang kerumunan berjalan maju. Pria ini memakai kulit harimau. Dia mengamati Wir
"Oke. Lagian, aku bosan sendirian. Kalau kalian ikut, pasti lebih seru. Kita bisa ngobrol sepanjang perjalanan."Setelah membuat keputusan, ketiga orang itu pun sama-sama berangkat. Setelah melewati lereng bukit, terlihat desa pegunungan yang hancur di kejauhan. Karena terletak di dataran yang agak rendah, banyak air tergenang di sana. Rumah-rumah di dalamnya pun telah hancur.Wira tak kuasa menghela napas. "Bencana alam ini menyebabkan banyak kerugian. Entah sudah berapa desa yang hancur ...."Wira merasa sedih. Cintanya terhadap rakyat tidak perlu diragukan lagi. Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot membuat kesepakatan dengan keempat kelompok besar. Tanpa inisiatif Wira, perang pasti masih terjadi sampai sekarang.Sayangnya, jalur perairan yang dibangunnya dengan tujuan mengembangkan kehidupan para rakyat, malah membawa kerugian sebesar ini sekarang. Kini, para rakyat tidak punya tempat tinggal dan kesulitan untuk melanjutkan hidup. Wira merasa dirinya adalah pendosa besar.Semen
Kaffa telah menghabiskan rotinya. Setelah minum beberapa teguk air, rona wajahnya menjadi jauh lebih baik. Energinya juga sudah pulih.Shafa makan lebih lambat. Beberapa saat kemudian, dia baru menghabiskan makanannya. Bibirnya masih terlihat agak pucat, tetapi dia sudah lebih berenergi.Semua ini berkat Wira. Tanpa roti dan air yang diberikan Wira, mungkin mereka berdua akan mati malam ini. Selain itu, sangat berbahaya untuk melewati hutan di situasi seperti ini.Sejak terjadi banjir besar, banyak binatang buas yang bermunculan karena tidak ada pembatas. Jika tidak berhati-hati, mereka mungkin bisa menjadi makanan para binatang buas.Tiba-tiba, Kaffa menghampiri Wira dan berlutut di depannya. Wira hendak memapahnya, tetapi Kaffa menolak. Wira pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Shafa juga ikut berlutut. Ketika melihat ini, Wira hanya bisa menggeleng. "Aku membantu kalian cuma karena kita kebetulan bertemu. Aku nggak mungkin membiarkan kalian mati di depanku, 'kan?""Lagian, yang ku
Usai mengatakan itu, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada kakaknya dan menjelaskan, "Kak, kamu sudah salah paham. Nggak ada racun kok. Aku cuma tersedak karena makan terlalu cepat."Pemuda itu hanya bisa menunduk dan terdiam saat menyadari dirinya telah salah paham terhadap Wira. Dia tahu dirinya terlalu picik.Wira berdeham untuk memecah keheningan. "Kalau aku benaran taruh racun di makanan kalian, yang keracunan bukan cuma adikmu saja, tapi kamu juga.""Selain itu, kalau ingin macam-macam dengan kalian, targetku pasti kamu. Nggak mungkin adikmu, 'kan?"Pemuda itu seketika memahami maksud Wira. Adiknya sudah sekarat. Jika Wira memang berniat jahat pada adiknya, adiknya tidak mungkin punya kemampuan untuk melawan. Hal ini berlaku juga untuk dirinya. Dia sudah tidak makan tiga hari tiga malam, jadi tidak mungkin bisa melawan Wira.Jadi, kalaupun Wira benar-benar menaruh racun di makanan mereka, Wira pasti akan menargetkannya dan bukan adiknya. Sepertinya, dia memang sudah salah paham
Pemuda itu menatap Wira dengan terkejut. Untuk sesaat, dia tidak berani menjulurkan tangannya untuk menerima roti pemberian Wira."Kini, situasi sedang kacau. Semua rakyat kesusahan untuk makan. Banjir yang terjadi juga menyebabkan banyak wabah bermunculan. Itu sebabnya, tidak ada yang berani sembarangan makan.Namun, Wira malah menawarkan mereka roti di saat seperti ini? SIapa sebenarnya pria ini? Pemuda itu menatap Wira sesaat, lalu bertanya, "Siapa namamu?""Aku lebih tua darimu. Panggil saja aku kakak," timpal Wira sambil tersenyum. Wajahnya berseri-seri, seperti tetangga yang baik hati.Setelah ragu-ragu sejenak, pemuda itu akhirnya menerima roti pemberian Wira. Dia memberikan salah satunya kepada adiknya. "Ayo makan. Kita nggak bakal mati kelaparan lagi."Bukan hanya sang adik yang kelelahan, tetapi sang kakak juga. Pemuda ini sudah tidak makan tiga hari tiga malam. Selama tiga hari tiga malam ini, dia terus menjaga adiknya. Ketika adiknya tidak bisa berjalan lagi, dia yang harus
Ini adalah cara Senia melindungi putranya.Di sisi lain, Wira dan Lucy telah berpisah. Saat ini, Wira menuju ke Dusun Darmadi sendirian. Karena telah memasuki wilayah Provinsi Lowala, lingkungan di sekitar tidak asing lagi. Tempat ini dipenuhi pepohonan."Senang rasanya bisa pulang! Soalnya Provinsi Yonggu bukan wilayahku. Provinsi Lowala memang terbaik. Kalau bukan karena mereka kewalahan menstabilkan situasi di Provinsi Yonggu, aku pasti sudah pulang sejak awal. Entah gimana kabar istri-istriku sekarang," gumam Wira.Dengan wajah berseri-seri, Wira menuju ke Dusun Darmadi. Menurut rutenya ini, dia hanya butuh waktu sehari untuk sampai.Sebenarnya Wira bukan ingin menikmati pemandangan di sini, melainkan ingin mengamati dampak dari banjir yang terjadi. Bukan hanya Provinsi Yonggu, tetapi Provinsi Lowala juga berdampak.Wira jarang menampakkan diri di Provinsi Lowala sehingga kurang tahu dengan keadaan di sekitar. Mumpung punya waktu sekarang, dia bisa melakukan pengamatan sekarang."K
Di Provinsi Yonggu, kediaman jenderal."Wira masih belum pulang?" Setelah menunggu semalaman, Delon sungguh gelisah. Dia mondar-mandir sejak tadi. Para prajurit yang berjaga di luar juga tidak kuat lagi.Kresna berjalan masuk dengan santai. Setelah duduk di samping, dia berkata, "Aku sudah menyuruh orang menyelidiki jejak Wira. Tapi, tempat ini wilayah Wira. Kita harus hati-hati. Seharusnya nggak semudah itu untuk menemukannya. Tenang saja, aku pasti bisa menemukan lokasi Wira."Delon mengembuskan napas. "Ya, sepertinya cuma bisa begini. Tugas ini berat sekali. Kalau tahu semerepotkan ini, aku nggak bakal mau datang. Entah gimana nasib ayam-ayamku itu."Kresna hanya bisa menggeleng mendengar ucapan Delon. Senia adalah pemimpin hebat. Kenapa anaknya malah seperti ini? Memalukan sekali.Padahal, Delon adalah kandidat terbaik. Dia adalah putra sulung Senia. Statusnya sangat tinggi. Jika pangeran lain yang datang, itu berarti mereka tidak menghargai Wira. Hal ini hanya akan membuat Wira ma
Wira memang berkemampuan! Pantas saja, ada begitu banyak orang yang ingin mengikutinya dan begitu setia padanya. Hal ini tentu berlalu juga untuk Lucy."Tapi, terus bersembunyi juga bukan cara yang tepat. Begini saja, kamu cepat cari Huben. Minta pendapat darinya. Setidaknya, kita harus menstabilkan para rakyat dulu," ujar Wira sambil memijat pelipisnya. Senyumannya berangsur hilang.Tadi, yang bekerumun bukan hanya pria paruh baya, tetapi juga ada anak kecil yang bertubuh lemah. Dia merasa tidak tega melihatnya. Apa pun alasannya, Wira tidak ingin melihat mereka menderita.Lucy mengangguk dan menyahut, "Tenang saja, Tuan. Aku pasti akan mengatasi masalah ini dengan baik. Sekarang kamu mau ke mana?"Mereka baru keluar untuk mengadakan inspeksi, tetapi hasilnya sudah seperti ini. Takutnya, ke mana pun Wira pergi, dia akan dikeremuni para rakyat.Lucy tidak ingin melihat situasi seperti itu lagi. Namun, Raja Kresna sedang berada di kediaman jenderal. Jika mereka pulang, hasilnya akan leb