Di Gedung Nomor Satu, Wira dan Thalia telah selesai berkemas. Sekarang, mereka berdiri di depan pintu utama Gedung Nomor Satu.Wira berucap sambil tersenyum, "Biantara, aku serahkan semua urusan di sini padamu. Aku dan Thalia akan kembali ke Dusun Darmadi. Kami sudah pergi cukup lama. Mungkin keluarga di rumah sudah merindukan kami. Kalau tinggal lebih lama di sini, aku akan sulit menjelaskannya nanti."Biantara memahaminya. Dia segera menanggapi, "Jangan khawatir. Sekarang, Gedung Nomor Satu sudah mulai berjalan dengan baik. Ditambah ada banyak orang kita di sini, semuanya akan berjalan lancar. Kalau ada masalah, aku akan memberitahumu."Wira pun mengangguk. Dia sangat memercayai kemampuan Biantara sehingga merasa tenang meninggalkan segala urusan padanya. Mengenai kesetiaan Biantara, dia sama sekali tidak perlu khawatir."Oh ya, apa kamu mau ikut aku kembali?" tanya Wira yang melihat ke arah Agha.Tidak membawa Agha bersamanya membuatnya sedikit khawatir. Di dunia ini, hampir tidak a
"Tenang saja, Kak. Ada Kak Biantara di sini. Apalagi, jarak kita juga nggak terlalu jauh. Aku nggak bakal bikin masalah," ucap Agha.Wira menambahkan, "Oke, ingat kata-katamu hari ini. Kalau nggak menepati janjimu nanti, jangan salahkan aku yang bertindak tegas." Agha segera menyetujuinya.Kemudian, Wira memanggil Biantara dan memberi instruksi, "Meski bilang begitu, dia bisa melupakan semua yang dia katakan hari ini kalau mulai bersikap keras kepala.""Kalau kamu nggak bisa mengendalikannya, segera utus orang untuk menghubungiku. Aku akan datang dari Dusun Darmadi untuk mengurusnya," ucap Wira.Berhubung Wira sudah berkata demikian, Biantara tidak punya pilihan lain selain mengangguk setuju dengan enggan. Tampaknya dia hanya bisa menjaga pembawa sial ini di sisinya. Sekarang, Biantara hanya bisa diam-diam berdoa agar tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan. Setelah semua urusan selesai, Wira pun membawa Thalia pulang ke Dusun Darmadi. Sore harinya, keduanya tiba di Dusun Darmadi.
"Kamu masih ingat untuk pulang ya?"Wira baru saja selesai berbicara, Dewina segera keluar dari kamarnya dan sudah berada di depan Wira. Setelah memelototi Wira, dia menyilangkan tangannya dan berkata dengan kesal, "Aku pikir kamu sudah melupakan kami semua dan bersenang-senang di luar sana. Nggak disangka, ternyata kamu masih ingat kamu adalah seorang pria yang sudah berkeluarga."Mendengar perkataan Dewina, Wira langsung terdiam.Selama berada di luar sana, Wira sebenarnya selalu memikirkan istri-istrinya yang berada di rumah. Hanya saja ada terlalu banyak urusan yang harus diurus, sehingga dia tidak sempat menghubungi mereka. Namun, hatinya tetap merindukan mereka. Pemikirannya ini tentu saja hanya Thalia yang tahu. Namun, Thalia tidak menjelaskan apa-apa dan hanya berdiri di sampingnya dengan tenang.Thalia adalah seorang wanita yang pintar. Sekarang mereka sudah kembali ke Dusun Darmadi, dia tentu saja harus menjalin hubungan baik dengan istri Wira yang lainnya. Dengan begitu, dia
Wira bertanya-tanya mengapa dia bisa melupakan hal itu. Di rumah masih ada beberapa istrinya ini, tetapi dia hanya memikirkan Thalia dan lupa memberikan hadiah untuk mereka. Apa yang harus dilakukannya sekarang?"Lihat ekspresimu ini, kamu benar-benar tidak membawa hadiah untuk kami, 'kan?" kata Dewina lagi."Kak Wulan, lihatlah, apa aku yang sengaja menyulitkannya? Dia jelas-jelas sudah lupa pada kita. Setelah meninggalkan Dusun Darmadi, dia benar-benar sudah melupakan kita. Dia bahkan nggak memikirkan kita, apalagi mempersiapkan hadiah untuk kita. Kalau begitu, apa gunanya suami ini? Lebih baik kita hidup sendiri saja. Mulai sekarang, jangan biarkan dia masuk ke rumah lagi."Wulan menggelengkan kepala dengan tak berdaya saat melihat Dewina yang benar-benar bertingkah seperti anak kecil."Tuan tentu saja selalu ingat pada nyonya-nyonya. Mana mungkin dia lupa mempersiapkan hadiah untuk istri-istrinya." Saat Wira tidak tahu harus bagaimana membujuk para wanita itu, Biantara tiba-tiba be
"Membantu Tuan untuk mengatasi masalah adalah tanggung jawabku. Tuan nggak perlu memikirkan hal ini," kata Biantara sambil memberi hormat."Kita adalah saudara, nggak perlu begitu sungkan. Kalau nggak, berarti kamu sengaja menjauhkan hubungan kita," kata Wira sambil tersenyum.Setelah itu, ekspresi Wira menjadi serius dan melanjutnya, "Agha masih berada di Kota Limaran. Tolong bantu aku memperhatikannya. Kalau anak itu melakukan sesuatu yang keterlaluan, segera beri tahu aku. Dia mungkin nggak mengikuti perintah kalian, tapi dia pasti akan mendengarkan kata-kataku."Biantara menganggukkan kepala.Wira merasa sayang dan juga kesal dengan adiknya ini. Meskipun Agha sangat kuat, Agha masih tidak mengerti harus bagaimana bersikap dan tidak terlalu cerdik juga karena masih muda. Dalam situasi seperti saat ini, Agha pasti akan menjadi korban penindasan. Hatinya merasa tidak tenang jika Agha tidak bersamanya. Untungnya, Biantara bisa diam-diam membantu menjaga Agha.Dalam sekejap, Wira dan ya
Wira menggelengkan kepala dan tersenyum pahit. Selama ini, dia memang belum pernah menghubungi Harraz karena ada banyak urusan yang harus ditanganinya, sehingga tidak memiliki waktu untuk memikirkan kota itu.Selain itu, Harraz bisa ditempatkan di kota kuno di perbatasan ini juga merupakan kehendaknya sendiri. Saat Wira mengatur berita kematian palsu itu, dia sudah menghilang sepenuhnya dari pandangan orang-orang di Kerajaan Beluana. Bahkan Bhurek juga mengira dia sudah mati. Namun, semua itu hanya tipuan Wira.Setelah mempertimbangkannya, Wira memutuskan untuk mengirim Harraz ke Kota Goma dan memberikan wewenang penuh untuk mengurus semua urusan di sana. Jika Dewina tidak mengungkit tentang Kota Goma, dia juga sudah lupa tentang hal ini.Dewina terus mengayun-ayunkan lengan Wira dan bermanja-manja. "Sayang, ayo bawa kami berjalan-jalan ke sana sekali saja. Kamu juga bisa sekalian melihat bagaimana perkembangan di sana sekarang.""Aku sering dengar orang mengungkit tentang Kota Goma. K
Begitu mengatakan itu, Thalia mendekat dari samping. "Kak Wulan, selama ini aku dan suami selalu bersama dan nggak pernah berpisah. Beberapa rencana suami juga tertunda karena aku, jadi nggak bisa kembali ke Dusun Darmadi.""Kalau harus ada yang tinggal di sini, biar aku saja. Kalau ada hal yang harus diurus, aku juga bisa mengurusnya menggantikan kalian. Kak Wulan pergi berlibur bersama suami dan yang lainnya saja agar bisa menyegarkan pikiran juga."Meskipun Dusun Darmadi adalah tempat yang sangat bagus, tidak ada yang bersedia tinggal di sana karena merasa terkurung. Thalia saja merasa seperti itu, apalagi yang lainnya. Wulan memiliki kepribadian yang ramah, tetapi dia berpikir tidak boleh memanfaatkan kepribadian itu dan menyulitkan Wulan. Kehidupan masih panjang, sesama saudari harus menjalin hubungan yang baik.Wira tersenyum puas. Thalia memang baik dan pengertian, tetapi Wulan juga begitu. Kedua wanita ini memang sangat baik, setidaknya jauh lebih pengertian dibandingkan dengan
"Konon, saat malam tiba, Kota Goma ini akan dipenuhi dengan cahaya lampu, seolah-olah masih siang hari. Sepertinya, apa yang dikatakan orang memang benar. Tuan Harraz, selama ini kamu benar-benar sudah bekerja keras. Menempatkanmu di sini sepertinya agak meremehkan kemampuanmu," kata Wira dengan kagum.Saat Harraz bergabung ke kubunya, Wira tahu dia sudah mendapatkan satu bantuan tambahan lagi. Namun, dia tidak menyangka Harraz memiliki bakat yang sebesar ini. Kota kecil di perbatasan ini malah dikembangkan Harraz dengan begitu baik.Saat dahulu Wira datang ke Kota Goma ini, sebagian besar penduduknya adalah orang tua yang lemah dan sakit. Tidak ada banyak pemuda seperti saat ini, apalagi suasana yang meriah seperti ini. Dalam waktu kurang dari setengah tahun, Harraz sudah mengubah Kota Goma menjadi seperti ini sampai dia pun tidak mengenali kota ini lagi. Ini membuktikan Harraz sudah berusaha sangat keras.Harraz tersenyum dan berkata sambil melambaikan tangannya, "Ini semua karena Tu