Arifin mengeluarkan sebuah botol porselen dari sakunya dan perlahan-lahan berkata, "Menjalankan amanah, setia pada tugas. Ini adalah pil yang kubuat untuk istrimu. Satu butir setiap hari setelah makan malam, ada tiga puluh butir di dalamnya. Setelah satu bulan, istrimu pasti akan sembuh."Setelah semalam Wira dan yang lainnya kembali, Wira langsung meminta Biantara untuk menyerahkan Bunga Tebing itu pada Arifin. Dia hanya bisa menyerahkan bunga itu, sedangkan kegunaannya sebagai obat semuanya tergantung pada keahlian Arifin. Selain itu, Arifin tidak pernah minum alkohol, sehingga bisa langsung menyelesaikan pil itu dalam waktu semalam."Masih perlu minum obat?" Thalia mendekat dengan ekspresi tak berdaya. Dia melihat botol porselen itu begitu cantik, tetapi dia sama sekali tidak tertarik. Dia masih terluka dan harus minum banyak obat setiap harinya, sehingga dia sudah merasa muak. Namun, kondisinya bukannya membaik, jumlah obatnya malah bertambah. Sungguh menyebalkan!Wira tersenyum da
Jika dipikirkan lebih dalam, sebenarnya tindakan Wira ini juga untuk kesejahteraan rakyat. Sembilan provinsi ini bisa damai karena usahanya. Dia tentu saja ingin terus mempertahankan kedamaian ini, sehingga semua rakyat bisa terus menikmati kedamaian ini."Apa Dokter Arifin mengerti maksudku?" tanya Wira lagi.Melihat tatapan Wira yang penuh harapan, Arifin melambaikan tangan dan berkata, "Kalau ada kesempatan yang begitu bagus, mana mungkin aku nggak bergabung. Aku tentu saja ingin punya posisi di Gedung Nomor Satu ini untuk membuktikan kemampuanku.""Lagi pula, aku tahu kamu terkenal di sembilan provinsi ini dan para rakyat menganggapmu sebagai seorang raja. Bahkan orang-orang di Kerajaan Beluana juga demikian. Gedung Nomor Satu ini juga akan berkembang pesat di bawah kepemimpinanmu, namaku juga akan makin terkenal. Aku nggak mungkin melewatkan kesempatan bagus seperti ini."Wira tidak menyangka ternyata Arifin begitu antusias. Dia langsung merasa sangat senang. "Kalau begitu, terima
Setengah bulan pun berlalu, pembangunan Gedung Nomor Satu cukup cepat karena Biantara telah menemukan banyak tukang yang mahir. Saat ini, bentuk bangunannya mulai terlihat. Diperkirakan dalam waktu setengah bulan lagi, Gedung Nomor Satu akan selesai sepenuhnya.Sementara itu, selama periode ini, kondisi kesehatan Thalia juga perlahan-lahan membaik. Wira juga sudah menghubungi orang-orang di Dusun Darmadi agar mereka tidak perlu khawatir. Sejak Thalia sakit, dia kehilangan semangat dan tidak menghubungi mereka, sehingga Danu dan Doddy merasa sangat cemas.Saat ini, Danu dan Doddy memegang kekuasaan atas Provinsi Lowala dan dibantu oleh Osmaro serta yang lainnya. Namun, mereka tetap lebih mengkhawatirkan keselamatan Wira.Danu dan Doddy memang bukan saudara kandung Wira, tetapi hubungan mereka sudah jauh melampauinya. Meskipun sekarang keduanya memegang kekuasaan besar, tetapi itu sama sekali tidak berarti apa pun bagi mereka. Selama mereka dan Wira bisa berkumpul bersama, mereka rela me
Bagaimana mungkin Thalia tidak marah mendengar ucapan seperti itu?"Hebat sekali ya kamu. Belum setengah tahun kita bersama, tapi kamu sudah mulai mengeluh tentangku? Kalau begitu, aku akan pergi sekarang. Anggap saja kita nggak pernah saling mengenal!" bentak Thalia.Thalia masih sama galaknya seperti dulu. Selesai berbicara, dia pun bangkit dan hendak melompat turun dari kereta kuda.Wira segera meraih lengan Thalia dan meminta maaf dengan tulus, "Aku sudah salah bicara. Tolong maafkan aku. Jangan marah lagi.""Lagian, kenapa memangnya kalau ada bekas luka di tubuhmu? Perasaanku padamu nggak akan berubah! Aku juga tahu kamu bisa terluka karena aku.""Kalau bekas lukanya hilang, aku mungkin akan melupakan kebaikanmu sejak awal. Tapi kalau bekas luka itu terus ada, aku akan selalu mengingat pengorbananmu ini."Thalia mendengus, tetapi merasa jauh lebih baik. Dia tahu Wira bukan orang yang tidak tahu terima kasih. Jika tidak, mana mungkin Thalia bersedia melawan musuh bersama Wira malam
Gedung Nomor Satu terletak di bagian utara Kota Limaran. Tempat ini sepi dan terpencil. Namun, setelah Gedung Nomor Satu dibangun, banyak orang yang datang kemari.Dilihat dari kejauhan, banyak penduduk yang berdiri di luar Gedung Nomor Satu sambil berdiskusi. Bagaimanapun, ini pertama kalinya mereka melihat gedung semegah ini.Gedung ini mencakup area yang luas. Hanya dengan berdiri di pintu masuk, seseorang sudah bisa melihat bagian dalamnya. Harus diakui bahwa gedung ini tidak kalah dari istana. Wira saja takjub."Bukannya kalian cuma menghabiskan waktu sebulan? Kenapa bisa semegah ini?" tanya Wira yang menatap Biantara dengan heran.Biantara tersenyum dan menyahut, "Tentu saja karena orang di sampingku ini."Biantara memperkenalkan seseorang kepada Wira. Itu adalah seorang pria berpakaian linen, berkulit hitam, dan tersenyum polos."Dia perajin terhebat di dunia. Kecepatannya membangun sesuatu jauh lebih hebat dari perajin pada umumnya. Di bawah pimpinannya, gedung ini bukan hanya
Setelah berkeliling selama 2 jam, Wira membawa Thalia kembali ke aula utama dan bertanya, "Gimana kalau kita tinggal di sini malam ini?"Kota Limaran tidak jauh dari Dusun Darmadi, tetapi perjalanannya tetap membutuhkan sehari. Wira dan lainnya tentu butuh istirahat setelah menempuh perjalanan panjang.Thalia mengangguk dan menyahut, "Boleh saja! Tempat ini jauh lebih menarik daripada suku utara!"Wira menggeleng dan tersenyum getir. Thalia sudah menjadi istri orang, tetapi masih terlihat begitu kekanak-kanakan."Omong-omong, di mana Agha?" tanya Wira sambil memandang ke sekeliling. Dia tidak melihat Agha sejak tadi.Seingatnya, mereka sama-sama memasuki Gedung Nomor Satu tadi. Lantas, kenapa Agha tiba-tiba menghilang?"Mungkin dia pergi bermain. Biarkan saja dia. Dia masih muda, pasti suka berkeliaran," balas Thalia dengan tidak peduli.Saat ini, pengawal di samping mendekat dan berkata dengan hormat, "Dia bukan pergi bermain, tapi pergi mengikuti kompetisi untuk mendapat gelar nomor
Wira memiliki kepercayaan diri terhadap adiknya ini. Dia sudah melihat kehebatan Agha. Agha memang masih muda, tetapi para pria dewasa bertubuh kekar sekalipun belum tentu bisa sekuat dia.Apalagi, Wira belum tahu batas kekuatan Agha sampai sekarang. Sepertinya kompetisi ini akan sangat seru.Biantara berujar, "Aku nggak yakin. Soalnya orang-orang di samping Agha juga sangat kuat. Ada satu yang datang dari Fraseta. Dia sangat terkenal.""Katanya, dia bisa mengangkat batu besar seberat 100 kilogram dengan satu tangan. Jadi kalau dua tangan, mungkin dia bisa mengangkat beban 250 kilogram."Wira menelan ludah. Apa orang-orang ini bukan makan nasi saat kecil? Bagaimana bisa fisik mereka sekuat ini? Jangankan beban 250 kilogram, Wira saja kesulitan mengangkat beban 125 kilogram."Kita tonton saja dulu. Aku juga penasaran dengan potensi Agha. Suruh dia jangan memaksakan diri. Dia masih muda, punya banyak kesempatan untuk membuktikan diri. Kalau sampai terluka, dia yang bakal rugi," instruksi
Semua ini berkat Najib. Jika Najib tidak membantu, mungkin kakek dan cucu itu masih hidup di tengah-tengah hutan dan Agha tidak akan bertambah kuat.Setelah Agha mengangkat tungku, kontestan lain juga memperlihatkan kemampuan mereka. Sayang sekali, yang berhasil mengangkat tungu hanya Agha dan orang asing dari Fraseta.Tepuk tangan yang meriah pun terdengar dari bawah panggung."Orang ini hebat juga." Wira melipat lengannya menatap orang asing itu, lalu mengaitkan jari untuk memanggil Biantara.Biantara sampai di sisi Wira, tetapi ekspresinya terlihat agak serius. Wira menunjuk ke arah panggung, lalu bertanya, "Itu orang Fraseta yang kamu bilang tadi?"Biantara mengangguk dan mengernyit sambil berujar, "Dia bukan orang sembarang. Aku pernah memberitahumu tentang identitasnya. Namanya Darnel.""Katanya, dia sudah punya tenaga besar sejak kecil. Dia bahkan pernah membunuh harimau dengan satu tinjunya. Kukira ini cuma rumor, tapi sepertinya memang nyata."Darnel yang berhasil mengangkat t