Di hutan lebat di pegunungan."Siapa di luar?" tanya Wira saat sedang duduk di dalam tenda dan mendengar suara langkah mondar-mandir di luar tenda. Dalam sekejap, dia melihat Bobby yang masuk dari luar."Tuan Bobby? Sekarang sudah larut malam dan banyak hal yang terjadi juga malam ini. Kenapa kamu nggak istirahat lebih awal malah datang ke tempatku ini? Apa ada sesuatu yang ingin dibahas denganku?" kata Wira sambil tersenyum dan berdiri, seolah-olah tidak ada yang terjadi. Ekspresinya pun tetap tenang dan santai.Melihat penampilan Wira yang seperti ini, Bobby diam-diam merasa kagum. Wira ini benar-benar hebat dan mereka memang tidak bisa dibandingkan dengan Wira. Baru saja lolos dari bahaya yang hampir merenggut nyawa, tak disangka Wira sudah tenang dengan begitu cepat dan wajah Wira pun terlihat segar. Perubahan suasana hati Wira ini benar-benar berbeda dari orang biasa. Meskipun Wira sengaja menyembunyikan emosinya, penampilannya ini tetap juga sangat mengagumkan."Tuan Wira, aku da
"Jangan meragukan orang yang akan dipekerjakan dan jangan mempekerjakan orang yang dicurigai. Kejadian kali ini mungkin ada hubungannya dengan mereka ...." Kelihatan jelas, Wira sudah mengetahui segalanya, tetapi dia merasa tidak perlu memberi tahu kebenarannya pada Bobby.Bobby juga cerdas, tentu saja tidak berani banyak bertanya. Melihat Wira sudah tidak mencurigai mereka, dia akhirnya merasa lega."Kalau begitu, Tuan beristirahatlah lebih awal. Aku akan pergi dulu agar nggak mengganggu tidur nyenyak Tuan," kata Bobby sambil memberi hormat, lalu segera meninggalkan tenda utama.Wira tetap duduk di kursinya, sepertinya malam ini dia tidak bisa beristirahat dengan baik. Saat tadi sedang berbicara dengan Bobby, dia sudah mendengar suara yang familier dari luar tenda dan sepertinya Biantara sudah datang. Saat ini, dia ingin segera bertemu dengan Biantara dan meminta Biantara untuk menyelidiki kebenaran dari semua kejadian ini agar hatinya bisa tenang."Tuan!"Begitu masuk, Biantara seger
"Oh? Langsung katakan saja," kata Wira sambil tersenyum dan menatap Leli.Apakah pembunuhan diam-diam kali ini berhubungan langsung dengan Kerajaan Nuala dan Leli juga terlibat di dalamnya?Tepat pada saat itu, Wira dan Biantara sudah sepakat. Ada orang yang mengatur semua ini di balik layar dan semua pihak yang harusnya terlibat sudah dikecualikan, berarti kejadian kali ini jelas tidak sederhana. Setelah dipikirkan dengan seksama, jelas hal ini tidak terlepas dari orang-orang Kerajaan Nuala.Namun, Wira tidak menyangka Leli juga terlibat dalam kejadian ini. Ini benar-benar membuatnya kecewa. Dia selalu menganggap Leli sebagai teman dan rekannya, bahkan membuatkan senapan khusus untuk Leli. Ikatan persahabatan mereka sudah sangat erat. Dalam sekejap, dia merasa sedih."Aku sudah memeriksa tubuh dan penampilan beberapa orang itu. Berdasarkan penilaianku, mereka pasti orang dari Kerajaan Nuala. Dengan kata lain, kejadian kali ini mungkin ulah dari Sucipto secara diam-diam. Aku harusnya n
"Tuan Izhar dan Tuan Sucipto tentu saja mau Pangeran Kecil yang naik takhta. Dengan demikian, mereka bisa mengendalikan Pangeran Kecil. Pangeran Besar memang bijaksana. Kalau dia yang naik takhta, rakyat pasti akan hidup bahagia.""Tapi, sekarang dia sudah remaja. Dia sudah punya pemikiran sendiri, nggak bisa dikendalikan oleh kedua orang itu. Sebelumnya aku sudah mencari tahu. Kedua orang itu sudah berkali-kali mencari Kaisar dan memintanya untuk mewarisi takhta kepada Pangeran Kecil.""Untung saja Kaisar sakit dan nggak sempat mengurus urusan ini. Kalau nggak, harapan keduanya mungkin sudah terkabulkan. Mereka sangat ambisius dan berbahaya!" jelas Leli.Setelah mendengarnya, Wira makin memahami keadaan internal Kerajaan Nuala. Kerajaan Nuala terlihat damai dan memiliki jenderal berbakat, tetapi ternyata tidak sesederhana yang Wira pikirkan."Kalau begitu, kamu butuh bantuan apa dariku?" tanya Wira.Keadaan internal Kerajaan Nuala cukup buruk, bahkan mungkin akan terjadi perubahan bes
Karena semuanya sudah jelas, Wira dan Biantara tidak memiliki kecemasan apa pun lagi. Mereka kembali ke kamar masing-masing untuk tidur. Malam ini, mereka akhirnya bisa tidur nyenyak.Setelah langit terang, Wira, Bobby, dan lainnya berpisah. "Tuan, kami akan kembali ke suku dulu dan menunggu kabar darimu. Kelak asalkan pembangunan suku makin bagus, kami pasti akan menepati janji dan selalu mengikutimu."Bobby menangkupkan tangan dengan penuh semangat. Setelah berita ini disampaikan, semua orang tentu akan menuruti perintah mereka. Bagaimanapun, ini adalah hal yang sangat bermanfaat bagi semua orang.Meskipun menjadi pisau orang lain, mereka harus memenuhi syarat untuk itu. Kalau tidak memiliki nilai di mata orang lain, mereka baru termasuk benar-benar menyedihkan."Oke, tapi kamu harus memberiku peta. Kemudian, beri tahu aku jumlah dan data penduduk," ucap Wira sambil menepuk bahu Bobby.Bobby tertegun. Wira terkekeh-kekeh dan meneruskan, "Kenapa? Kalian takut aku mencelakai kalian ya?
"Kamu bawa anggota jaringan mata-mata melakukan penyelidikan menyeluruh di sini. Kalau ada perubahan mendadak, langsung kabari aku. Ingat, jangan terlalu jauh dariku. Kalau terjadi sesuatu, takutnya aku nggak sempat menolongmu," pesan Wira.Biantara mengiakan, lalu pergi ke seberang. Sementara itu, Wira mengganti pakaian sederhana dan sengaja mengotori wajahnya. Kemudian, dia menghampiri Leli dan bertanya sembari tersenyum, "Coba lihat penampilanku, sudah mirip pelayanmu belum?""Eee ...." Leli menggeleng dengan tidak berdaya. Dia menatap wajah Wira yang kotor, lalu berkata, "Nggak ada pelayanku yang sekotor ini.""Aku memang sengaja." Wira tertawa dan tidak mengatakan apa pun lagi. Bagaimanapun, dia harus menyamar supaya tidak ada yang mengenalinya.Kalau Sucipto dan Izhar tahu Wira masih berada di ibu kota Kerajaan Nuala, keduanya pasti akan mencurigainya. Wira hanya akan repot nantinya.Sambil mengobrol, mereka menuju ke arah gerbang kota. Begitu sampai di gerbang kota, mereka melih
Ketika Wira dan Leli masih takjub dengan kemampuan pemuda itu, terdengar suara langkah kaki yang terburu-buru dari kejauhan. Sesaat kemudian, seorang prajurit maju untuk mengadang pemuda itu.Prajurit itu mengangkat tombaknya sambil membentak dengan galak, "Bocah! Berani sekali kamu menyerang penjaga kota! Kamu cari mati ya! Menyerah dan ikut kami ke penjara! Asalkan bersikap baik, nyawamu mungkin bisa diselamatkan! Tapi kalau terus bersikap keras kepala, jangan salahkan kami membunuhmu di sini!"Pemuda itu menepuk-nepuk debu di tangannya dengan ekspresi tidak acuh. Kemudian, dia tergelak sebelum menyahut, "Berhenti menakut-nakutiku. Aku cuma mau beli obat untuk kakekku. Kakekku memang menyuruhku menahan diri dan jangan membuat masalah di kota, tapi kalian semua terlalu mendesakku. Jadi, jangan salahkan aku bertindak lancang."Pemuda itu memutar lehernya dengan santai. Ketika melihat sikapnya yang begitu angkuh, penjaga kota sontak maju untuk menyerang. Pemuda itu sama sekali tidak men
Wira terkekeh-kekeh dan berkata lagi, "Kalau aku nggak pantas bicara di sini, biar majikanku saja yang bicara dengan kalian."Wira tentu tidak boleh mengungkapkan identitasnya agar tidak terjadi masalah. Namun, dia punya seseorang yang bisa membantunya membereskan masalah ini.Saat berikutnya, terlihat Leli berjalan keluar dari kerumunan. Hanya dengan melihat sekilas, mereka sudah tahu identitas Leli. Semua orang mundur, bahkan prajurit yang memimpin itu membungkuk memberi hormat sambil menyapa, "Nona Leli."Rakyat di sekitar turut memberi salam. Wira membatin, 'Ternyata Leli punya prestise sebesar ini. Luar biasa.'Setelah maju, Leli menunjuk pemuda itu sambil berkata, "Dia memang orangku. Tolong maafkan dia dan lupakan masalah hari ini ya?"Para prajurit bergegas mengangguk. Mana mungkin mereka berani membantah ucapan Leli? Patut diketahui bahwa Leli memiliki status tinggi, bahkan merupakan orang kepercayaan Kaisar.Apabila menyinggung Leli, mereka sama saja dengan mencari mati. Mere
Dengan kemampuan para menteri hebat ini, mereka pasti bisa meyakinkan para rakyat. Itu sebabnya, tidak ada keributan yang terjadi."Kak, rupanya kamu orang Provinsi Lowala. Dari aksenmu, aku nggak bisa menilai asal-usulmu," ucap Shafa sambil menatap Wira."Aku bukan dari Provinsi Lowala. Aku cuma tinggal lebih lama di sini. Makanya, aku nggak punya aksen seperti mereka," sahut Wira.Sebenarnya tidak ada perbedaan besar pada aksen para penduduk di sembilan provinsi, kecuali yang berasal dari etnis minoritas. Sementara itu, Wira bukan berasal dari dunia ini sehingga aksennya tentu berbeda. Bagaimana mungkin mereka bisa menebak asal usulnya?Shafa bertanya, "Kalau begitu, kamu dari mana?""Rumahku sangat jauh dari sini. Sepertinya aku nggak bakal pernah bisa pulang lagi." Wira menggeleng sambil menghela napas.Wira sendiri sudah lupa dirinya sudah berapa lama dirinya berada di sini. Selain itu, dia tidak pernah menemukan jalan pulang.Namun, harus diakui bahwa kehidupan di sini sangat bai
Kaffa tidak menyahut. Dia tidak percaya pada omongan para perampok ini. Penjahat selamanya adalah penjahat!Ini sama seperti orang baik. Tidak peduli apa yang terjadi, mereka tidak akan pernah tunduk pada kejahatan, apalagi mencelakai orang.Namun, karena Wira telah berbicara demikian, Kaffa tidak berani membantah lagi. Hanya saja, dia masih merasa agak enggan.Nyawa mereka semua ada di tangan Wira. Kaffa merasa agak takut setelah melihat Wira membunuh Jaguar tadi. Jika menyinggung Wira, nasibnya mungkin akan sama dengan Jaguar.Apalagi, Kaffa masih punya adik. Apa pun yang terjadi, dia harus memastikan keselamatan Shafa. Sekalipun nyawa taruhannya, dia tetap harus melindungi Shafa."Siapa namamu? Kulihat kamu sangat pintar bicara dan pintar menilai situasi," tanya Wira kepada pria berwajah tirus itu.Pria itu bergegas menghampiri Wira, lalu menyeka keringat dinginnya sambil memperkenalkan diri, "Namaku Sahim.""Sahim? Oke, aku sudah ingat." Wira mengangguk.Ketika melihat Wira berinis
Tidak ada yang gratis di dunia ini. Kini, seseorang yang begitu kuat dan punya kuasa tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Hal ini tentu membuat mereka merasa curiga."Letakkan senjata kalian sekarang juga! Kalau ada yang berani macam-macam, jangan salahkan aku mengambil tindakan," ancam Wira dengan dingin.Semua orang bertatapan. Tidak ada yang berani ragu sedikit pun. Mereka buru-buru melempar golok mereka ke samping.Di mana mereka, Wira tidak ada bedanya dengan malaikat maut. Jika terus berbasa-basi dengan Wira, takutnya mereka semua akan mati di sini. Tidak ada yang ingin mati!Sekalipun profesi mereka adalah perampok, mereka melakukannya hanya untuk bertahan hidup.Saat berikutnya, para perampok itu berlutut. Pria berwajah tirus itu berkata, "Kak Jaguar sudah mati. Mulai sekarang, kami akan mengikutimu! Kamu adalah bos kami! Kami nggak akan menentang perintahmu, sekalipun nyawa taruhannya!"Semua orang buru-buru menyatakan sikap mereka. Wira tersenyum dingin, lalu berujar, "Kalau b
"Kamu yakin besi di tanganmu itu bisa membunuhku? Kamu kira kami bakal takut?" Jaguar menatap Wira dengan tidak acuh. Orang-orang di belakangnya sontak tertawa, merasa nyali Wira terlalu besar.Jumlah mereka terlalu banyak. Sekalipun Wira dan kedua anak itu bernyawa sembilan, mereka tetap tidak akan bisa melawan. Sepertinya, Wira ketakutan hingga menjadi bodoh."Tuan muda kaya yang dimanjakan sejak kecil memang begini. Mereka nggak bisa menilai situasi dengan baik. Kalau begitu, gimana kalau kita bunuh saja mereka?" usul pria berwajah tirus itu."Kulihat kedua anak di belakangnya itu bukan dari keluarga kaya. Kita bunuh saja mereka supaya tuan muda ini tahu semenakutkan apa kematian. Dengan begini, dia nggak bakal berani bersikap sombong lagi."Kaffa dan Shafa sontak terkesiap. Jika mereka dibawa ke markas perampok, setidaknya mereka bisa mencari kesempatan untuk kabur. Namun, jika mati di sini, bukankah usaha mereka untuk bertahan hidup akan sia-sia? Mereka tidak ingin mati!""Gadis i
Begitu ucapan ini dilontarkan, orang-orang segera bersorak untuk menyetujuinya. Semua orang memaki Wira, membuat Wira terdengar seperti pendosa besar.Wira merasa kecewa. Dia mengusahakan yang terbaik untuk para rakyat, tetapi kebaikannya tidak diterima dan orang-orang bahkan menghinanya.Sebelum Wira bersuara, Kaffa tiba-tiba maju dan berkata dengan lantang, "Omong kosong apa yang kalian bicarakan? Tuan Wira sangat baik pada kita! Jalur perairan sangat menguntungkan bagi para rakyat. Semuanya mendapat keuntungan.""Bencana ini bisa terjadi juga karena ada orang yang melakukan korupsi. Orang-orang itu pasti memakai bahan yang murah. Ini bukan salah Tuan Wira!""Memangnya kalian nggak merasa bersalah menghinanya seperti ini? Jangan lupa. Kalau Tuan Wira nggak membuat kesepakatan dengan kerajaan lain, kita nggak bakal melewati kehidupan damai sekarang!"Wira cukup terkejut melihat keberanian Kaffa. Pemuda ini makin menarik saja. Dia tidak melupakan kebaikan orang lain. Sepertinya, Kaffa
"Kak." Shafa memanggil dan berkata dengan hati-hati, "Kehidupan kita pasti akan makin membaik. Kita nggak boleh membiarkan orang tua kita khawatir. Kamu nggak usah cemas. Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa jaga diri sendiri."Wira merasa agak terharu melihat betapa dekatnya kedua bersaudara ini. Namun, dia tidak mengatakan apa pun untuk merusak suasana.Beberapa saat kemudian, suasana hati kedua bersaudara ini mulai membaik. Ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.Saat berikutnya, sejumlah besar pria kekar muncul di hadapan mereka. Beberapa dari mereka memegang golok. Tatapan mereka tertuju pada Wira dan lainnya lekat-lekat.Yang berdiri di barisan paling depan adalah seorang pria berwajah tirus. Dia berkata, "Kak, kulihat pakaian orang ini lumayan bagus. Sepertinya dia bukan orang biasa. Sepertinya kita bakal untung besar kali ini!"Seseorang yang berada di belakang kerumunan berjalan maju. Pria ini memakai kulit harimau. Dia mengamati Wir
"Oke. Lagian, aku bosan sendirian. Kalau kalian ikut, pasti lebih seru. Kita bisa ngobrol sepanjang perjalanan."Setelah membuat keputusan, ketiga orang itu pun sama-sama berangkat. Setelah melewati lereng bukit, terlihat desa pegunungan yang hancur di kejauhan. Karena terletak di dataran yang agak rendah, banyak air tergenang di sana. Rumah-rumah di dalamnya pun telah hancur.Wira tak kuasa menghela napas. "Bencana alam ini menyebabkan banyak kerugian. Entah sudah berapa desa yang hancur ...."Wira merasa sedih. Cintanya terhadap rakyat tidak perlu diragukan lagi. Jika tidak, mana mungkin dia repot-repot membuat kesepakatan dengan keempat kelompok besar. Tanpa inisiatif Wira, perang pasti masih terjadi sampai sekarang.Sayangnya, jalur perairan yang dibangunnya dengan tujuan mengembangkan kehidupan para rakyat, malah membawa kerugian sebesar ini sekarang. Kini, para rakyat tidak punya tempat tinggal dan kesulitan untuk melanjutkan hidup. Wira merasa dirinya adalah pendosa besar.Semen
Kaffa telah menghabiskan rotinya. Setelah minum beberapa teguk air, rona wajahnya menjadi jauh lebih baik. Energinya juga sudah pulih.Shafa makan lebih lambat. Beberapa saat kemudian, dia baru menghabiskan makanannya. Bibirnya masih terlihat agak pucat, tetapi dia sudah lebih berenergi.Semua ini berkat Wira. Tanpa roti dan air yang diberikan Wira, mungkin mereka berdua akan mati malam ini. Selain itu, sangat berbahaya untuk melewati hutan di situasi seperti ini.Sejak terjadi banjir besar, banyak binatang buas yang bermunculan karena tidak ada pembatas. Jika tidak berhati-hati, mereka mungkin bisa menjadi makanan para binatang buas.Tiba-tiba, Kaffa menghampiri Wira dan berlutut di depannya. Wira hendak memapahnya, tetapi Kaffa menolak. Wira pun bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"Shafa juga ikut berlutut. Ketika melihat ini, Wira hanya bisa menggeleng. "Aku membantu kalian cuma karena kita kebetulan bertemu. Aku nggak mungkin membiarkan kalian mati di depanku, 'kan?""Lagian, yang ku
Usai mengatakan itu, gadis itu mengalihkan tatapannya kepada kakaknya dan menjelaskan, "Kak, kamu sudah salah paham. Nggak ada racun kok. Aku cuma tersedak karena makan terlalu cepat."Pemuda itu hanya bisa menunduk dan terdiam saat menyadari dirinya telah salah paham terhadap Wira. Dia tahu dirinya terlalu picik.Wira berdeham untuk memecah keheningan. "Kalau aku benaran taruh racun di makanan kalian, yang keracunan bukan cuma adikmu saja, tapi kamu juga.""Selain itu, kalau ingin macam-macam dengan kalian, targetku pasti kamu. Nggak mungkin adikmu, 'kan?"Pemuda itu seketika memahami maksud Wira. Adiknya sudah sekarat. Jika Wira memang berniat jahat pada adiknya, adiknya tidak mungkin punya kemampuan untuk melawan. Hal ini berlaku juga untuk dirinya. Dia sudah tidak makan tiga hari tiga malam, jadi tidak mungkin bisa melawan Wira.Jadi, kalaupun Wira benar-benar menaruh racun di makanan mereka, Wira pasti akan menargetkannya dan bukan adiknya. Sepertinya, dia memang sudah salah paham