"Tentu saja punya! Ayo, silakan masuk. Kita mengobrol di dalam!" Ramath merasa agak bingung, tetapi dia tidak berani bersikap lalai terhadap Wira.Segera, ketiga orang itu tiba di ruang tamu. Wira pun mencari alasan untuk menyuruh Ainur pergi. Ramath tidak bodoh, dia juga menyuruh para pelayannya untuk keluar. Dengan begitu, hanya tersisa mereka berdua di ruang tamu yang luas."Tuan Wira, nggak ada siapa pun di sini lagi. Katakan, apa kamu nggak menyukai Ainur? Kalian sudah termasuk suami istri sekarang. Tapi, karena statusmu begitu mulia, aku bersedia membawanya pulang kalau kamu memang nggak menyukainya. Jangan khawatir, aku nggak akan memberi tahu siapa pun tentang ini," ujar Ramath dengan ekspresi serius.Ketika melihat ekspresi Ramath, Wira pun sudah bisa menebak bahwa pria ini memang punya motif lain. Hanya saja, entah apa yang disembunyikannya."Nggak ada yang ingin kamu jelaskan kepadaku?" tanya Wira tiba-tiba.Ramath tampak panik untuk sesaat, bahkan keringat dingin bercucuran
"Jujur saja, ada banyak keluarga besar di belakangku. Kemampuan dan kekuasaan mereka jauh di atasku. Keluarga Birawa bisa memiliki pencapaian sekarang juga berkat bantuan mereka. Tapi, aku terus dikendalikan mereka. Bisa dibilang, aku hanya boneka mereka ...." Ekspresi Ramath tampak tak berdaya.Tanpa diduga, Ramath yang merupakan orang terkaya ternyata hanya boneka yang dikendalikan oleh orang lain? Kalau bukan Ramath sendiri yang mengatakannya, Wira tidak mungkin percaya. Siapa pun yang mendengar ini pasti akan merasa tidak masuk akal.Ketika melihat Wira hanya diam, Ramath meneruskan, "Aku tinggal di Provinsi Sutim karena berharap bisa bekerja sama dengan Jihan. Tapi, dia nggak sanggup membantuku terlepas dari mereka. Aku pun kemari dengan harapan kamu bisa membantuku."Semua ini terdengar masuk akal. Wira sudah memahaminya sekarang. Pantas saja, Ramath bersedia mengorbankan putrinya, bahkan menyuplai begitu banyak besi untuk Wira. Ternyata, pria ini punya motif lain dan telah menyu
"Sampai sekarang belum." Ramath tidak berani berbohong sehingga memberitahukan segalanya kepada Wira."Sepertinya, orang itu nggak tahu kamu datang ke Provinsi Lowala," gumam Wira yang mengetukkan jarinya ke permukaan meja sambil merenungkan sesuatu."Kalau begitu, kita coba pancing mereka keluar dan lihat siapa orang di balik semua ini. Aku juga ingin tahu, sekaya apa keluarga yang sudah terbentuk sejak bertahun-tahun lamanya," lanjut Wira.Ramath seketika membelalakkan mata, bahkan tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Dia menelan ludah, lalu bertanya, "Tuan Wira, kamu nggak bercanda?""Memangnya aku terlihat seperti sedang bercanda?" Wira mengedikkan bahunya, lalu menunjuk ke sekeliling sambil meneruskan, "Meskipun Provinsi Lowala adalah yang paling lemah untuk sekarang, kami tetap memiliki kelebihan sendiri.""Jadi, nggak peduli siapa orang itu, mereka tetap harus menghargaiku kalau menginjakkan kaki di wilayahku. Selain itu, mereka nggak akan berani memusuhiku secara terang
Karena Fredy terluka, Wira tidak mungkin menyuruh orang-orangnya membawanya pulang secara paksa. Apalagi, Biantara adalah orang yang tegas. Fredy mungkin akan menolak mentah-mentah dan masalah ini akan menjadi makin rumit. Demi memastikan semuanya berjalan lancar, Wira memilih untuk pergi sendiri."Fredy ada di Kota Kayuda." Setelah mendapatkan informasi ini, Wira segera mencari Sekar. Dia juga berpamitan dengan Wulan dan lainnya, lalu membawa Ainur dan Sekar ke Kota Kayuda.Kota Kayuda adalah kota kuno berusia ratusan tahun. Tempat ini dikelilingi oleh banyak bunga persik. Hanya saja, lokasinya terlalu terpencil sehingga yang tinggal di sini hanya orang tua. Hal ini yang menyebabkan Kota Kayuda menjadi terbengkalai dan dilupakan seiring berjalannya waktu.Kalau Biantara tidak menemukan jejak Fredy di kota kuno ini, Wira mungkin tidak akan pernah tahu tempat ini untuk selamanya."Maksudmu, ayahku di Kota Kayuda?" Setelah menelan ludah, Sekar yang berada di kereta kuda pun bertanya. Dia
Wira mengamati sekeliling, lalu menyahut, "Menurut batas geografis, tempat ini sudah di luar Provinsi Lowala, seharusnya termasuk wilayah Provinsi Yonggu. Bisa dibilang, kota ini adalah wilayah Jihan.""Tapi, tempat ini dikelilingi gunung dan transportasinya nggak efisien. Ditambah lagi, nggak ada kota lain di belakang Kota Kayuda ataupun dusun di sekitarnya. Mungkin karena beberapa alasan itu, tempat ini menjadi terbengkalai. Jihan sekalipun malas mengurusnya."Sebelum kemari, anggota jaringan mata-mata telah memberi tahu Wira kondisi Kota Kayuda secara singkat. Tidak ada banyak tenaga kerja di sini, apalagi berbagai fasilitas belum berkembang. Lantas, siapa yang ingin tinggal di kota seperti ini?Mereka bahkan harus membagi pasukan untuk berjaga di sini. Wira sekalipun tidak ingin melakukan bisnis merugikan seperti ini.Jika wilayah seperti ini diserang, bala bantuan pun tidak akan sempat datang untuk membantu. Kalaupun bala bantuan tiba, mungkin pertarungan telah berakhir dan mereka
"Nggak pernah," jawab pria tua itu. Dia jelas-jelas sudah mau mengambil uang Wira, tetapi malah mengurungkan niatnya saat mendengar nama Fredy. Jelas sekali, pria tua ini mengetahui sesuatu!Wira seketika memahami maksud pria tua ini. Dia tersenyum, lalu berucap, "Kamu nggak perlu merahasiakan apa pun dariku, aku tahu apa yang dilakukan Fredy. Aku kemari juga bukan untuk mencari masalah dengannya."Wira menunjuk Sekar, lalu meneruskan sambil tersenyum, "Ini putri Fredy. Ibunya baru meninggal. Kebetulan, aku mendapat informasi tentang Fredy dari ibunya. Aku datang untuk membantunya mencari ayahnya."Pria tua itu termangu. Dia menatap Sekar, lalu menatap Wira lagi dan bertanya dengan hati-hati, "Yang kamu katakan benar?"Wira mengangguk dan membalas, "Tentu saja, silakan tanyakan pada Sekar kalau nggak percaya. Dia masih kecil, nggak mungkin berbohong."Wira merasa gembira melihat situasi ini. Sepertinya, mereka akan berhasil mengorek informasi dari pria tua ini.Seiring memasuki pedalam
Itu sebabnya, wajar jika Sekar membenci ayahnya. Wira pun tidak berbicara lagi, hanya terus berjalan ke depan.Setelah berjalan sekitar 500 meter, mereka tiba di pedalaman. Ketika melihat ke kejauhan, mereka menemukan sebuah rumah dengan halaman.Setibanya di depan rumah, pria tua itu berucap dengan pelan, "Tuan, aku akan masuk dulu untuk bertanya. Kalau dia setuju, aku baru akan membawa kalian masuk. Gimana?"Wira mengangguk. Dia tentu memahami etiket sehingga tidak akan bersikap lancang. Sementara itu, Sekar mencebik dan mengejek, "Dasar sombong.""Ayah Angkat, gimana kalau kita pulang saja? Tadi aku masih ingin menemuinya, tapi sekarang nggak lagi. Aku jadi makin kesal setelah mendengar omongan kakek itu," ujar Sekar.Sekar awalnya memang ingin menemui Fredy. Bagaimanapun, mereka memiliki hubungan darah dan ibunya sudah meninggal. Meskipun Wira telah menjadi ayah angkatnya, Sekar tetap ingin memiliki keluarga sendiri ....Namun, begitu tiba di Kota Kayuda, Sekar seketika kehilangan
Sesuai dugaan, pria tua itu menunjuk ke dalam sambil berkata, "Ada yang ingin membunuh Fredy! Aku nggak pernah melihat orang yang menendangku keluar tadi! Cepat bantu Fredy!"Ekspresi Wira berubah lagi. Dia segera menyerahkan senapan kepada Ainur dan berpesan, "Kalau ada yang mendekat dan berniat jahat, langsung tarik pelatuknya. Senjata itu jauh lebih kuat dan berguna daripada senjata rahasia apa pun. Itu sudah cukup untuk melindungi kalian!"Setelah menerima senapan itu, Ainur bertanya, "Gimana denganmu?"Sebelum kemari, Ainur sudah mendengar tentang senjata rahasia milik Wira. Itu sebabnya, ahli bela diri sekalipun tidak berani mendekati Wira. Mereka bukan hanya takut pada metode Wira, tetapi juga senjata rahasianya. Sepertinya, senjata mematikan itu tidak lain adalah senapan ini.Wira tersenyum dan membalas, "Aku pernah belajar keterampilan di Sekte Tongkat Sakti, mudah saja bagiku untuk melawan preman. Kamu nggak perlu cemas."Selesai mengatakan itu, Wira langsung menerobos masuk.
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala
Selama mereka bisa menguasai tembok kota, saat fajar tiba dan pasukan Kerajaan Nuala memasuki kota, mereka dapat bergerak menuju tiga gerbang lainnya melalui jalur yang menghubungkan tembok kota.Nafis memberi hormat, lalu segera memimpin 100 orang untuk naik. Begitu mereka mencapai tembok kota, mereka mendapati bahwa para prajurit musuh di sana ternyata tertidur dengan bersandar pada dinding.Wira yang baru saja naik ke tembok juga melihat pemandangan itu dan hanya bisa tersenyum getir. Setelah beberapa saat, dia memberi isyarat untuk tetap diam dan memberi isyarat tangan untuk membunuh mereka.Orang-orang di belakangnya langsung mengerti maksudnya. Dengan hati-hati, mereka berjalan berjongkok menuju para prajurit yang sedang tertidur.Para prajurit dari pasukan utara itu bahkan tidak menyadari bahwa tidur mereka kali ini akan membawa mereka ke akhir hayat.....Sementara itu, di kediaman Kunaf.Meskipun kota dalam keadaan siaga penuh, sebagai tempat kediaman penguasa tertinggi di kot
Setelah pasukan terbagi, Wira memimpin kelompoknya keluar dari hutan lebat.Karena Kunaf telah mengeluarkan perintah untuk menangkap Wira, gerbang kota berada dalam keadaan siaga penuh.Namun, karena Kunaf yakin bahwa Wira telah melarikan diri ke utara, dia lantas menarik kembali setengah dari pasukannya.Melihat jumlah patroli di gerbang kota berkurang, Nafis berbisik, "Tuan, kenapa jumlah prajurit tampak jauh lebih sedikit dibandingkan siang tadi? Jangan-jangan ini jebakan?"Wira tersenyum dan menyahut, "Nggak. Ini pasti karena Latif memberi tahu Kunaf kita kabur ke utara."Mendengar itu, yang lainnya tersenyum kecil. Jika Kunaf benar-benar mempercayai informasi itu,berarti dia benar-benar bodoh.Bagaimana mungkin mereka yang telah melarikan diri dari utara justru kembali ke arah sana? Itu sama saja mencari mati!"Nafis, kamu yang memimpin di depan. Sebarkan pasukan, jangan berkumpul di satu tempat. Habisi prajurit musuh yang menjaga gerbang, lalu kenakan seragam mereka. Lakukan den
Mendengar laporan itu, Kunaf langsung berseri-seri dan segera menyuruh para penari untuk pergi.Setelah aula menjadi kosong, Kunaf menatap Latif dengan penuh antusiasme. Dia bahkan lupa menyuruhnya berdiri.Kunaf sangat memahami perintah dari Bimala. Tidak peduli apa pun caranya, Wira harus ditangkap. Jika berhasil, Kunaf bisa meninggalkan tempat ini.Latif perlahan-lahan berdiri, lalu menangkupkan tangannya sambil berujar dengan tenang, "Lapor, Jenderal. Kami telah mencari di dalam hutan untuk waktu yang lama, tapi nggak menemukan jejak musuh. Aku menduga mereka sudah meninggalkan area ini.""Nggak ada jejak?" Ekspresi Kunaf yang tadinya bersemangat langsung berubah. Dia lantas terdiam beberapa saat sebelum mengerutkan kening dan bertanya, "Kalau begitu, apa ada informasi dari penjaga gerbang?"Latif bertugas di benteng utama, jadi pertanyaan itu masih berada dalam ranah tanggung jawabnya. Dia segera menjawab, "Saat kembali, aku sudah menanyakan kepada penjaga gerbang. Hingga saat ini
Mengingat semua hal besar yang telah dilakukan oleh Wira, Latif merasa sangat bersemangat. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Wira.Latif segera menangkupkan tangan dan berkata, "Aku sudah lama mengetahui nama besar Tuan Wira. Hari ini, aku akhirnya bisa bertemu langsung denganmu. Ini benar-benar suatu kehormatan bagiku. Aku Latif, mohon ampuni nyawaku."Wira terkekeh-kekeh dan membalas, "Haha. Dengan cara pencarian seperti ini, kamu nggak takut Kunaf mengetahuinya dan memenggal kepalamu?"Saat berbicara, Wira menunjuk ke arah para prajurit yang masih memegang obor di kejauhan. Kini, dia sudah bisa menebak maksud Latif. Rupanya, dia sedang berusaha membantu Wira sebagai tanda persahabatan.Latif hanya bisa tertawa canggung dan berkata dengan suara rendah, "Jujur saja, aku nggak terlalu menyukai Kunaf. Lagian, dia nggak ada di sini. Dia nggak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi.""Hari ini, ketika aku melihat Tuan berada dalam situasi sulit, aku ingin membantu sebi
Tak lama kemudian, obor mulai dinyalakan satu per satu.Di dalam hutan, Wira melihat cahaya obor yang menyala di kejauhan dan langsung tertegun."Apa yang dilakukan jenderal musuh ini? Kenapa dia menyalakan obor pada saat seperti ini?"Meskipun hari sudah gelap, cara terbaik untuk menangkap mereka seharusnya adalah dengan bersembunyi dalam kegelapan. Namun, musuh malah menyalakan obor, seolah-olah sengaja membocorkan posisi mereka sendiri.Adjie juga terkejut melihat tindakan aneh musuh ini. Setelah memastikan orang-orangnya sudah bersembunyi di tempat yang aman, dia mendekati Wira dan bertanya, "Tuan, apa yang dilakukan mereka? Menyalakan obor di saat seperti ini? Apa jenderal mereka nggak waras?"Wira tertawa kecil. Dia sendiri tidak menyangka musuh akan bertindak seperti ini. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Haha ... jenderal mereka benar-benar menarik. Menyalakan obor di saat seperti ini, apa dia khawatir pasukannya mati terlalu lambat?"Namun, ada pepatah yang mengatakan ba
Keduanya langsung mengiakan, lalu membawa perlengkapan mereka dan pergi.Setelah mereka pergi, Adjie berbisik, "Tuan, 500 orang melawan 1.000. Kalau kita bisa menanganinya dengan baik, kita pasti bisa membasmi mereka semua di sini."Wira tersenyum. Sebelumnya, dia masih memikirkan bagaimana cara menyerang gerbang kota saat fajar. Sekarang, setelah mendengar kabar bahwa musuh telah menyusup, dia akhirnya menemukan jawabannya.Beberapa saat kemudian, Wira bertanya, "Adjie, kamu tahu strategi menangkap pemimpin untuk mengalahkan pasukan, 'kan?"Mendengar ini, Adjie tertegun sejenak. Tentu saja dia tahu strategi tersebut. Dia seperti menyadari sesuatu. Matanya berbinar saat membalas, "Tuan ingin menangkap pemimpin mereka? Kalau itu berhasil, pasukan mereka pasti akan kehilangan arah dan hancur dengan sendirinya!"Wira tersenyum dan mengangguk, lalu berucap dengan suara pelan, "Atur 100 orang dan sembunyikan mereka di kegelapan. Aku sendiri akan memancing mereka. Kalau kalian menemukan pemi
Setelah mendengar perkataan Adjie, Nafis dan Agha langsung menoleh ke arah Wira. Meskipun rencana Adjie terdengar cukup baik, keputusan akhir tetap harus dibuat oleh Wira.Wira menatap peta, lalu tersenyum dan mengangguk sambil berkata, "Rencana ini cukup bagus, persis dengan yang kupikirkan. Apa sudah ada informasi tentang jenderal besar yang menjaga kota?"Nafis mengangguk dan menjawab, "Sudah kami selidiki. Namanya Kunaf. Kabarnya, dia diangkat langsung oleh Bimala. Sekarang setelah suku utara dikuasai oleh Baris dan kelompoknya, kemungkinan besar semua urusan juga ditangani oleh Bimala."Mendengar ini, Wira tetap mempertahankan ekspresi datarnya. Saat ini, dia belum bisa memastikan apakah Bobby masih hidup atau tidak. Hanya saja, kalaupun Bobby masih hidup, situasinya pasti sangat berbahaya.Namun, ini bukan saatnya untuk memikirkan hal itu. Wira menggeleng, lalu menatap peta dan berkata dengan perlahan, "Kita akan membagi pasukan menjadi 2. Saat menjelang fajar, Nafis akan ikut de
Sambil berbicara, Agha tiba-tiba mengeluarkan seekor merpati dari pelukannya. Di kakinya, terikat sepotong bambu kecil berisi pesan tertulis.Wira merasa lebih tenang dan memerintahkan dengan suara rendah, "Bacakan!"Sama seperti mereka, Wira juga diliputi kekhawatiran. Namun, sebagai pemimpin tertinggi, semua orang boleh panik, kecuali dirinya. Jika dia kehilangan ketenangannya, seluruh pasukan akan jatuh dalam kekacauan.Agha mengangguk, segera menarik kertas dari bambu itu dan mulai membacanya."Salam kepada Tuan Wira, Hayam akan melapor. Aku telah berhasil meminta bala bantuan dari Kerajaan Nuala sebanyak 200.000 pasukan. Saat ini, mereka sedang dalam perjalanan bersama Jenderal Trenggi menuju perbatasan. Diperkirakan akan tiba dalam 2 hari!"Dua ratus ribu pasukan, dua hari perjalanan. Kecepatan ini tidak bisa dianggap lambat.Wira tersenyum dan segera berdiri. "Bawa peta ke sini!"Mendengar ini, Nafis terlihat bersemangat dan segera mengambil peta, lalu membentangkannya di tanah.