"Farrel, kamu pasti sangat menderita. Kamu seorang tuan putri, tapi harus tinggal bersama kami."Wulan dan lainnya terus melontarkan pertanyaan kepada Farrel, sampai tidak menyadari Wira sudah datang. Setelah Wira berdeham 2 kali, mereka baru beralih menatap pintu."Farrel akan tinggal beberapa hari di tempat kita, kalian punya banyak waktu untuk mengobrol, jadi nggak usah terburu-buru. Lihat, Farrel sampai malu karena pertanyaan kalian yang bertubi-tubi," ujar Wira."Nggak apa-apa, aku justru senang kalau bersama mereka. Maaf sekali, aku dikurung, makanya nggak bisa menulis surat untuk kalian. Tapi, kita sudah bisa mengobrol setiap hari sekarang!" sahut Farrel yang merasa agak gugup. Kemudian, dia segera melambaikan tangan untuk menyatakan dirinya tidak keberatan.Farrel pun menceritakan semua yang terjadi selama ini. Begitu mendengarnya, Wulan dan lainnya merasa makin tidak tega padanya. Ketiga wanita itu memeluknya, juga mengelus kepalanya.Mereka sudah melewati banyak hal bersama s
"Tenang saja," sahut Wira."Suamiku, perjalanan kali ini pasti sangat berbahaya. Bagaimana kalau Ciputra mengutus orang untuk menyerang kalian? Sebaiknya bawa lebih banyak orang," ujar Wulan. Dia paling mencemaskan hal ini.Wira dan lainnya pasti melewati banyak tempat selama perjalanan ke Kerajaan Nuala. Mereka pasti bermalam di alam liar. Bagaimana kalau mereka diserang saat sedang lengah?Faktanya, kekuatan Wira, Hasto, dan Julian sudah cukup untuk melawan musuh. Meskipun Ciputra mengutus pembunuh, orang-orang itu sudah pasti bukan lawan mereka."Kami punya Biksu Hasto, nggak perlu takut apa pun. Benar begitu, Kak Hasto?" tanya Wira sembari tersenyum dan menatap Hasto.Mungkin karena merasa malu, Hasto pun hanya mengangguk dan tidak berbicara. Bisa dibilang, tidak banyak orang yang sanggup mengalahkan Hasto di dunia persilatan ini. Kalaupun ada pesilat yang sangat hebat, paling-paling kemampuan mereka setara. Jadi, dengan adanya Hasto yang menemani, mereka sudah pasti aman.Wulan pu
"Biksu, tolong tangani masalah ini untukku." Situasi kali ini agak berbeda, jadi Ciputra menyuruh Biksu Jubah Hitam untuk turun tangan.Biksu Jubah Hitam pun menerima perintah tersebut, lalu keluar. Tepat ketika meninggalkan ruangan, sorot matanya tampak sangat kejam.Hanya beberapa bocah ingusan, berani sekali mereka ingin mengacaukan situasi. Biksu Jubah Hitam pun merasa penasaran dengan hasil pertempuran ini.Selain itu, jika berhasil membunuh pemuda itu, mungkin Ciputra akan benar-benar menuruti mereka tanpa memikirkan hal lain lagi.Setelah memikirkan ini, tampak aura membunuh yang kuat terpancar dari tubuh biksu itu. Kemudian, dia menghilang begitu saja.Di sisi lain, Hasto merasakan firasat buruk sejak keberangkatan mereka. Entah apa yang menunggu mereka selanjutnya.Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, mereka akhirnya tiba di Kerajaan Nuala. Tanpa diduga, tidak ada pembunuh yang menyerang, juga tidak ada prajurit yang menangkap mereka."Suamiku, apa kita akan langsung per
Sambil berbicara, Yahya menghampiri Wira dan hendak memeluknya. Melihat ini, Wira pun turun dari kudanya. Wira tidak bisa mengobrol seperti biasa lagi dengan Yahya karena muridnya ini sudah berbeda sekarang."Pangeran, sebaiknya kita mengobrol di dalam saja," ujar Wira. Ketika mendengar nada bicara yang terdengar asing ini, Yahya tertegun sejenak, tetapi segera tersadar kembali."Baiklah, silakan masuk, Guru," sahut Yahya. Dia tidak memperhatikan Julian dan Hasto yang berada di samping karena hanya fokus pada Wira.Waktu itu, Wira telah berjerih payah untuk menyelamatkan Yahya. Alhasil, Yahya malah kembali ke Kerajaan Nuala sekarang.Ketika melihat para prajurit yang terperangah, Wira hanya mendengus sinis dan menyerahkan kuda kepada mereka. Kemudian, dia membawa Julian dan Hasto masuk.Kerajaan Nuala sepertinya sudah berubah, tetapi sepertinya tidak juga. Sesampainya di kamar, Yahya pun mempersilakan Wira dan lainnya untuk duduk. "Guru, duduklah, aku akan menyeduh teh untuk kalian."M
"Untuk apa?" tanya Wira."Guru, kamu bisa membantuku. Kita sama-sama memerintah dunia ini, ya? Aku tetap akan menjadi muridmu setelah menjadi penguasa!" sahut Yahya.Wira perlahan-lahan memejamkan mata saat mendengar omong kosong ini. Kenapa bisa menjadi seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang menghasutnya?Wira tidak ingin berlama-lama di sini. Dia tidak ingin melihat Yahya yang dulunya polos berubah menjadi sekejam ini."Nggak perlu. Lagian, kamu sudah sangat berbeda sekarang, nggak seperti muridku yang dulu lagi," jelas Wira. Kemudian, dia berbalik, membawa Julian dan Hasto meninggalkan kamar tersebut.Sesudah meninggalkan istana, Wira memejamkan matanya, merasakan angin sepoi-sepoi. Amarah dalam hatinya masih belum mereda.Julian berjalan ke sisi Wira, menepuk punggungnya 2 kali sebagai isyarat untuk menenangkan. Tidak ada yang ingin masalah seperti ini terjadi.Setelah mengambil kuda mereka, Wira membawa Julian dan Hasto ke tempat Jihan. Begitu melihat Jihan, Wira pun
Setelah meninggalkan kediaman Jihan, wajah Wira tampak sangat murung. Melihat ini, Julian pun merasa cemas. Perang akan segera dimulai, siapa yang akan dibantu oleh Wira?"Apa rencanamu sekarang?" tanya Hasto.Wira merenung sesaat, lalu mengernyit sambil membalas, "Belum ada, rencanaku jadi kacau karena perubahan mendadak ini. Aku harus menyusun rencana ulang."Mendengar ini, Hasto menepuk bahu Wira untuk menghiburnya. Tidak ada yang ingin situasi seperti ini terjadi. Selain itu, bukan hanya Wira yang merasa sedih atas situasi ini.Jam makan telah tiba. Mereka datang ke sebuah penginapan. Bukan hanya makan, mereka juga bisa mendapat informasi di sini."Eh, kalian sudah dengar belum? Kerajaan Beluana sepertinya sudah mengirim pasukan ke Kerajaan Nuala!""Bukannya mereka baru ganti penguasa? Kenapa terburu-buru menyerang Kerajaan Nuala? Benar-benar sombong!""Ya, entah apa yang mereka pikirkan. Parahnya, Kerajaan Nuala juga sedang kacau. Semua pangeran ingin menjadi raja baru, pangeran y
Wira mengangguk menyetujui. Keduanya sangat kuat minum sehingga menghabiskan sekendi arak itu.Julian merasa agak cemas, jadi terus berdiri di samping Wira. Kalau Wira merasa pusing, dia bisa langsung menangkapnya. Siapa sangka, Wira bukan hanya berdiri dengan tegak, tetapi juga berbicara dengan sangat jelas.Setelah selesai makan, mereka bertiga pun bersiap-siap untuk kembali ke Dusun Darmadi. Masing-masing memikirkan hal yang berbeda selama perjalanan.Wira berpikir kepada siapa dirinya harus berpihak dan jalan apa yang harus diambilnya. Julian hanya mengkhawatirkan kondisi Wira. Sementara itu, yang dipikirkan Hasto adalah Sekte Langit dan Sekte Gunung.Sekte Gunung adalah pihak pertama yang melanggar kesepakatan. Mereka mulai ikut campur dalam urusan istana pasti karena memiliki ambisi. Jadi, Sekte Langit tidak boleh berpangku tangan!Bagaimanapun, mereka semua adalah orang dunia persilatan. Kemampuan kedua belah pihak juga bisa dibilang setara. Sekte Langit tidak boleh membiarkan S
Hasto mendengus. Julian juga segera berdiri di samping Wira dan Hasto. "Ini orang dari Sekte Gunung ya?" bisik Julian di telinga Wira dengan hati-hati.Wira menganggukkan kepalanya. Biksu Jubah Hitam di depannya memiliki aura membunuh yang sangat besar dan kultivasinya terasa kuat sehingga membuat orang merasa sangat tertekan.Melihat pria tua di depan, Julian mengernyitkan alisnya. Dia merasa sangat familier, tetapi tidak bisa mengingat di mana dia pernah bertemu dengan Biksu Jubah Hitam. Sekarang mereka sudah tahu pria tua itu adalah orang dari Sekte Gunung, sehingga tidak masalah bagi mereka untuk bertarung karena Sekte Gunung yang terlebih dahulu melanggar kesepakatan."Malah bertemu dengan Gadis Suci dari Sekte Langit di sini. Sepertinya kalian sudah berniat ingin ikut campur dengan urusan kerajaan, hanya belum tertangkap kita saja!"Setelah melihat Julian, Biksu Jubah Hitam itu langsung berbicara dengan nada sinis.Wira mengerti Biksu Jubah Hitam berniat untuk menyalahkan mereka.
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak
Setelah mengatakan itu, Wira menatap Kaffa yang berdiri di belakangnya. Dia mengeluarkan sebuah liontin giok dan diam-diam menyerahkannya ke tangan Kaffa, lalu berbisik, "Kamu ambil liontin giok ini dan pergi mencari orang yang bernama Danu di dalam kota. Danu sangat terkenal di sana, jadi kamu hanya perlu bertanya pada orang-orang di sana saja. Kamu pasti akan menemukannya.""Aku akan menjaga adikmu dan nggak akan membiarkan sesuatu terjadi padanya."Kaffa mengenakan pakaian biasa dan terlihat seperti pengemis. Ditambah lagi, situasi di sekitar sedang kacau dan jaraknya yang lebih jauh dari Wira, sehingga orang-orang sulit untuk mengenalinya. Situasi ini justru menguntungkan, setidaknya dia bisa memanfaatkan situasinya untuk mencari celah dan pergi meminta bantuan dari Danu.Setelah ragu sejenak dan melihat Shafa yang menganggukkan kepala, Kaffa menggertakkan giginya dan berkata, "Kalau begitu, maaf merepotkan Kak Wira."Setelah mengatakan itu, Kaffa diam-diam pergi dari sana.Sementa
Wira bertanya-tanya apakah Lucy sudah memberi tahu orang-orang di Provinsi Lowala tentang situasinya, sehingga para prajurit ini datang untuk menjemputnya."Tuan Ruben, akhirnya kamu datang juga. Aku dengar kamu menghadapi beberapa masalah di sini, jadi aku sengaja datang ke sini untuk melihatnya. Kelihatannya situasimu memang seperti yang mereka katakan, benar-benar ada orang nggak tahu diri yang berani mencari masalah denganmu," kata pria yang menunggang kuda dengan nada dingin sambil menatap Wira."Siapa kamu ini? Kamu tahu siapa pria yang berdiri di depanmu ini? Dia adalah Tuan Ruben yang sangat terkenal. Lihatlah dirimu ini, masih berani melawan Tuan Ruben? Cepat tangkap preman ini," lanjut pria itu.Seiring perintah dari pria yang menunggang kuda itu, para prajurit langsung maju dan segera mengepung Wira dan yang lainnya.Sahim langsung ketakutan sampai kakinya lemas. Sejak zaman dahulu, rakyat takut pada prajurit sudah menjadi situasi yang wajar. Saat teringat dengan semua tinda
"Baiklah. Aku percaya perkataan Tuan ini, jadi aku akan ikut dia ke kota dan melihatnya sendiri," kata pria paruh baya itu lagi dan menjadi orang pertama yang mendukung Wira.Melihat ada yang mulai goyah, yang lainnya juga segera mendukung Wira. Dalam sekejap, banyak orang yang sudah berdiri di belakang Wira.Sementara itu, hanya tersisa sebagian korban bencana yang berdiri di pihak pria gemuk itu, selain beberapa pengawalnya. Namun, hanya dengan orang-orang ini saja, jelas tidak akan cukup untuk mengangkat semua makanan dan hartanya ke dalam kota."Sialan, kamu ini sengaja membuat keributan, 'kan?" kata pria gemuk itu dengan nada dingin dan menatap Wira sambil mengernyitkan alis. Semua rencananya sudah matang, hanya tinggal menyelesaikannya saja. Namun, Wira yang tidak tahu diri ini tiba-tiba muncul dan mengacaukan segalanya. Siapa pun yang menghadapi situasi seperti ini pasti akan marah.Wira malah tersenyum. "Semua yang kukatakan ini benaran, kenapa kamu begitu marah?""Dasar bereng
Penampilan Kaffa dan Shafa memang membuat orang sulit untuk percaya Wira bisa memberikan orang-orang itu cukup uang untuk membeli beras.Wira melanjutkan, "Kalian semua mungkin masih belum tahu, ada kantin umum yang khusus untuk para korban bencana dia Provinsi Lowala. Asalkan kalian pergi makan di sana setiap harinya, setidaknya masalah makanan kalian bisa terselesaikan. Meskipun aku benar-benar nggak bisa memberi kalian makanan, kalian juga nggak akan mati kelaparan begitu kalian masuk ke Provinsi Lowala.""Soal tempat tinggal, aku yakin kelak itu juga akan perlahan-lahan terselesaikan. Kehidupan kalian pasti akan membaik."Sebelum datang ke sini, Wira sudah mendengar dari Lucy bahwa situasi di Provinsi Lowala tidak separah yang dibayangkannya.Osmaro dan yang lainnya bisa mengendalikan situasinya dalam waktu singkat dan bahkan mencegah pemberontakan karena mereka menyediakan cukup banyak persediaan makanan dan tempat perlindungan bagi para korban bencana juga. Kebutuhan makanan dan