Suara senjata yang berbenturan di luar akhirnya menarik perhatian jenderal yang mengantuk."Suara apa itu?""Tuan, gawat! Ada sekelompok ahli bela diri di luar! Sebagian besar prajurit kita sudah tewas!" lapor seorang prajurit sambil berlari masuk dengan sempoyongan. Sekujur tubuhnya berlumuran darah, tetapi dia tidak melupakan tugasnya untuk melapor.Perubahan mendadak ini membuat jenderal yang memimpin terkesiap. Tanpa sempat mengenakan pakaiannya, dia berniat mengambil barang-barangnya dan hendak melarikan diri. Uang-uang ini tidak boleh sampai ketinggalan!Tepat ketika jenderal itu hendak berberes, Wira sudah menerobos masuk. Dia langsung melayangkan tongkat untuk menghabisi prajurit itu, lalu menatap jenderal itu dengan dingin."Pendekar, ampuni aku! Aku nggak pernah melakukan kejahatan apa pun! Aku hanya bekerja di sini, tolong jangan bunuh aku!" pinta jenderal itu sembari berlutut setelah melihat prajurit itu dibunuh begitu saja oleh Wira."Pendekar, aku akan membiarkanmu pergi,
Wira melirik sekilas Danu, Doddy, dan Biantara. Kemudian, dia menyuruh Hasto, Julian, dan Farrel mengikutinya.Setelah mendapatkan kabar kepulangan Wira, ketiga istrinya sudah menunggu di depan karena takut melewatkan sesuatu. Alhasil, mereka melihat Wira pulang."Suamiku, akhirnya kamu pulang. Gimana kondisimu sekarang, Farrel? Apa ada yang sakit? Apa kamu lapar?" tanya Wulan.Fokus Wulan awalnya hanya tertuju pada Wira. Namun, ketika melihat ekspresi Farrel yang kelelahan dan sedih, Wulan sontak merasa tidak tega padanya. Jadi, ketiga istri Wira mengelilingi Farrel untuk memberinya perhatian."Kalian bawa Farrel istirahat dulu. Kak Hasto, Julian, kalian tetap di sini, ada yang ingin kubahas," ujar Wira. Setelah ketiga istrinya membawa Farrel pergi, hanya tersisa mereka bertiga di aula."Wira, kamu mau bahas apa? Apa kamu sudah punya rencana?" tanya Hasto."Kak Hasto, selanjutnya akan terjadi pertempuran sengit. Aku tahu aku terkesan kurang sopan kalau menyuruhmu ikut serta pertempura
"Apa ada pergerakan di Kerajaan Nuala?" tanya Wira."Untuk sementara ini nggak ada, mereka terlihat nggak peduli dengan masalah ini," sahut Biantara.Wira merasa bingung. Jelas-jelas pertempuran sudah akan terjadi, mengapa Kerajaan Nuala tidak membuat persiapan? Sepertinya, ada rahasia yang tidak bisa diselidiki oleh Biantara. Itu berarti, Wira harus menanyakannya pada orang itu."Ya sudah, kamu sudah boleh kembali, aku akan mempertimbangkannya dulu. Setelah membuat keputusan, aku akan memanggilmu lagi," ucap Wira.Wira harus menulis surat untuk Yudha, menanyakan situasi yang sebenarnya terjadi. Makanya, dia menyuruh Biantara pergi.Sesudah Biantara pergi, Wira sendirian di kamar samping. Ketika menulis surat, dia pun merasa agak gelisah karena khawatir akan terjadi masalah baru.Masalah Keluarga Barus belum terselesaikan. Jika sesuatu terjadi pada Kerajaan Nuala, masalah ini akan menjadi makin rumit."Suamiku, apa terjadi masalah? Aku melihatmu gelisah, makanya kemari." Terdengar suar
"Farrel, kamu pasti sangat menderita. Kamu seorang tuan putri, tapi harus tinggal bersama kami."Wulan dan lainnya terus melontarkan pertanyaan kepada Farrel, sampai tidak menyadari Wira sudah datang. Setelah Wira berdeham 2 kali, mereka baru beralih menatap pintu."Farrel akan tinggal beberapa hari di tempat kita, kalian punya banyak waktu untuk mengobrol, jadi nggak usah terburu-buru. Lihat, Farrel sampai malu karena pertanyaan kalian yang bertubi-tubi," ujar Wira."Nggak apa-apa, aku justru senang kalau bersama mereka. Maaf sekali, aku dikurung, makanya nggak bisa menulis surat untuk kalian. Tapi, kita sudah bisa mengobrol setiap hari sekarang!" sahut Farrel yang merasa agak gugup. Kemudian, dia segera melambaikan tangan untuk menyatakan dirinya tidak keberatan.Farrel pun menceritakan semua yang terjadi selama ini. Begitu mendengarnya, Wulan dan lainnya merasa makin tidak tega padanya. Ketiga wanita itu memeluknya, juga mengelus kepalanya.Mereka sudah melewati banyak hal bersama s
"Tenang saja," sahut Wira."Suamiku, perjalanan kali ini pasti sangat berbahaya. Bagaimana kalau Ciputra mengutus orang untuk menyerang kalian? Sebaiknya bawa lebih banyak orang," ujar Wulan. Dia paling mencemaskan hal ini.Wira dan lainnya pasti melewati banyak tempat selama perjalanan ke Kerajaan Nuala. Mereka pasti bermalam di alam liar. Bagaimana kalau mereka diserang saat sedang lengah?Faktanya, kekuatan Wira, Hasto, dan Julian sudah cukup untuk melawan musuh. Meskipun Ciputra mengutus pembunuh, orang-orang itu sudah pasti bukan lawan mereka."Kami punya Biksu Hasto, nggak perlu takut apa pun. Benar begitu, Kak Hasto?" tanya Wira sembari tersenyum dan menatap Hasto.Mungkin karena merasa malu, Hasto pun hanya mengangguk dan tidak berbicara. Bisa dibilang, tidak banyak orang yang sanggup mengalahkan Hasto di dunia persilatan ini. Kalaupun ada pesilat yang sangat hebat, paling-paling kemampuan mereka setara. Jadi, dengan adanya Hasto yang menemani, mereka sudah pasti aman.Wulan pu
"Biksu, tolong tangani masalah ini untukku." Situasi kali ini agak berbeda, jadi Ciputra menyuruh Biksu Jubah Hitam untuk turun tangan.Biksu Jubah Hitam pun menerima perintah tersebut, lalu keluar. Tepat ketika meninggalkan ruangan, sorot matanya tampak sangat kejam.Hanya beberapa bocah ingusan, berani sekali mereka ingin mengacaukan situasi. Biksu Jubah Hitam pun merasa penasaran dengan hasil pertempuran ini.Selain itu, jika berhasil membunuh pemuda itu, mungkin Ciputra akan benar-benar menuruti mereka tanpa memikirkan hal lain lagi.Setelah memikirkan ini, tampak aura membunuh yang kuat terpancar dari tubuh biksu itu. Kemudian, dia menghilang begitu saja.Di sisi lain, Hasto merasakan firasat buruk sejak keberangkatan mereka. Entah apa yang menunggu mereka selanjutnya.Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, mereka akhirnya tiba di Kerajaan Nuala. Tanpa diduga, tidak ada pembunuh yang menyerang, juga tidak ada prajurit yang menangkap mereka."Suamiku, apa kita akan langsung per
Sambil berbicara, Yahya menghampiri Wira dan hendak memeluknya. Melihat ini, Wira pun turun dari kudanya. Wira tidak bisa mengobrol seperti biasa lagi dengan Yahya karena muridnya ini sudah berbeda sekarang."Pangeran, sebaiknya kita mengobrol di dalam saja," ujar Wira. Ketika mendengar nada bicara yang terdengar asing ini, Yahya tertegun sejenak, tetapi segera tersadar kembali."Baiklah, silakan masuk, Guru," sahut Yahya. Dia tidak memperhatikan Julian dan Hasto yang berada di samping karena hanya fokus pada Wira.Waktu itu, Wira telah berjerih payah untuk menyelamatkan Yahya. Alhasil, Yahya malah kembali ke Kerajaan Nuala sekarang.Ketika melihat para prajurit yang terperangah, Wira hanya mendengus sinis dan menyerahkan kuda kepada mereka. Kemudian, dia membawa Julian dan Hasto masuk.Kerajaan Nuala sepertinya sudah berubah, tetapi sepertinya tidak juga. Sesampainya di kamar, Yahya pun mempersilakan Wira dan lainnya untuk duduk. "Guru, duduklah, aku akan menyeduh teh untuk kalian."M
"Untuk apa?" tanya Wira."Guru, kamu bisa membantuku. Kita sama-sama memerintah dunia ini, ya? Aku tetap akan menjadi muridmu setelah menjadi penguasa!" sahut Yahya.Wira perlahan-lahan memejamkan mata saat mendengar omong kosong ini. Kenapa bisa menjadi seperti ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang menghasutnya?Wira tidak ingin berlama-lama di sini. Dia tidak ingin melihat Yahya yang dulunya polos berubah menjadi sekejam ini."Nggak perlu. Lagian, kamu sudah sangat berbeda sekarang, nggak seperti muridku yang dulu lagi," jelas Wira. Kemudian, dia berbalik, membawa Julian dan Hasto meninggalkan kamar tersebut.Sesudah meninggalkan istana, Wira memejamkan matanya, merasakan angin sepoi-sepoi. Amarah dalam hatinya masih belum mereda.Julian berjalan ke sisi Wira, menepuk punggungnya 2 kali sebagai isyarat untuk menenangkan. Tidak ada yang ingin masalah seperti ini terjadi.Setelah mengambil kuda mereka, Wira membawa Julian dan Hasto ke tempat Jihan. Begitu melihat Jihan, Wira pun
Namun, auranya sangat berbeda. Apa mungkin karena sudah lama tidak bertemu, jadi terasa agak asing?"Bukannya aku nggak ingin pulang, hanya saja ada urusan penting yang harus diselesaikan. Mana mungkin aku nggak merindukan kalian? Selama aku pergi, aku selalu memikirkan kalian!" sahut Wira buru-buru.Wulan yang berdiri di samping tetap memasang ekspresi dingin. "Dasar pembohong! Kalau kamu benaran merindukan kami, kamu nggak akan pergi selama itu! Semua pria memang sama saja. Kalian egois dan cuma memikirkan diri sendiri!""Sudahlah, aku malas berdebat denganmu. Sebaiknya kamu segera berkemas dan pulang untuk melihat kami!"Wira menatap Wulan untuk waktu yang cukup lama. Tiba-tiba, tatapannya menjadi dingin. Dia segera menghampiri Wulan dan mencengkeram pergelangan tangannya."Sakit," ucap Wulan secara spontan.Doddy yang melihatnya pun terkejut. Apa yang terjadi? Wira terkenal sangat menyayangi istrinya, selalu memperlakukan mereka dengan sangat baik. Kenapa tiba-tiba menjadi sekasar
Setelah beberapa orang itu pergi, Doddy tetap tinggal di aula. Dia berjalan ke pintu, memastikan orang-orang sudah menjauh. Kemudian, dia kembali ke sisi Wira dengan dahi berkerut dan bertanya, "Kak, sebenarnya apa maksud mereka?""Sejak mereka datang, setiap hari cuma bahas soal uang. Kami nggak diperbolehkan melakukan apa pun. Aku rasa mereka sengaja menyulitkanmu. Apa mereka takut kita kalah perang, lalu mereka akan kehilangan kehidupan nyaman seperti sekarang ini?"Doddy menggertakkan giginya dengan kesal. Dia sungguh tidak mengerti mengapa Osmaro dan lainnya tidak mendukung gagasan memulai perang. Bukankah bagus jika mereka bisa mendamaikan sembilan provinsi secepat mungkin? Ini adalah hasil yang diinginkan semua orang, 'kan?Wira menghela napas dan menyahut dengan pelan, "Kamu tentu nggak ngerti apa yang mereka pikirkan. Sebenarnya mereka cuma pikirin kita. Aku percaya mereka nggak punya niat buruk.""Mereka bersikap seperti ini karena nggak ingin para rakyat mengalami penderitaa
Wira tertegun, matanya membelalak lebar. Tidak disangka, selama dia tidak ada, mereka telah melakukan begitu banyak hal, bahkan berhasil mengumpulkan begitu banyak persediaan uang dan bahan pangan untuknya."Bagus, benar-benar bagus! Dengan jawaban Tuan Harraz ini, aku nggak punya kecemasan apa pun lagi." Wira tertawa terbahak-bahak.Namun, Huben masih tampak cemas. "Gimana kalau perang belum selesai dalam 3 sampai 5 tahun?"Sembilan provinsi kembali terjerumus dalam kekacauan. Ini bukan perang yang bisa selesai hanya dalam beberapa tahun. Begitu kembali ke dalam kobaran perang, tidak ada seorang pun yang tahu akan seperti apa hasilnya.Fransco juga mengangguk setuju. "Benar. Kalau perang besar terus berlanjut, rakyat di dua provinsi kita pasti akan menghadapi beban yang belum pernah terjadi sebelumnya.""Kepercayaan dan dukungan rakyat yang susah payah dikumpulkan, kemungkinan besar akan hancur dalam sekejap. Segala upaya yang telah dilakukan sebelumnya akan menjadi sia-sia.""Selain
"Aku juga dengar, orang itu menguasai beberapa ilmu sihir dan ahli dalam formasi perang. Dia punya keahlian yang luar biasa!""Dia bahkan menjadi orang kepercayaan utama dari Senia.""Kalau orang seperti itu berhasil disingkirkan, tekanan kita pasti akan berkurang."Mendengar ucapan semua orang, Wira mengangguk setuju dan tidak menyembunyikan apa pun. "Yang kalian katakan benar, Panji memang punya kemampuan seperti itu. Makanya, dia harus disingkirkan. Kali ini, aku telah menghadapi banyak kesulitan untuk menyingkirkannya."Semua orang menarik napas panjang. Ternyata, selama ini Wira tidak berdiam diri saja. Mereka sudah salah paham terhadap Wira!Wira melanjutkan, "Oh ya, ada satu hal lagi. Setelah menyingkirkan Panji, Kerajaan Agrel tetap menjadi ancaman bagi kita. Aku baru saja menerima informasi terpercaya bahwa Senia telah menghubungi Kerajaan Beluana dan siap untuk menyerang kita.""Tapi, aku nggak akan tinggal diam. Aku juga sudah membuat kesepakatan dengan Osman. Kalau perang b
"Tuanku, akhirnya kamu pulang. Kami pikir kamu sudah nggak peduli dengan kedua provinsi ini lagi," ucap Huben terlebih dahulu dengan nada tidak puas.Bagi Wira, menjadi seorang pemimpin yang hanya memberi perintah memang mudah. Namun, semua beban dan tanggung jawab akhirnya ditanggung oleh bawahan. Siapa yang bisa merasa senang dengan itu?Apalagi, selama ini mereka tidak bisa menghubungi Wira dan hanya bisa bertahan dengan segala kemampuan yang ada.Pada hari-hari biasa, mungkin semua masih berjalan lancar tanpa banyak kendala. Namun, sejak bencana banjir melanda sembilan provinsi, masalah menjadi semakin banyak. Terlebih lagi saat membuat keputusan besar tanpa Wira sebagai pendukung utama, langkah mereka terasa begitu berat.Untungnya, semua bisa dilalui dengan baik. Namun, melihat Wira kembali, mereka tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan keluh kesah mereka. Mereka ingin Wira tahu betapa besar usaha dan pengorbanan mereka."Semuanya, sudah lama nggak ketemu. Aku bukan sengaja
Bagaimanapun, jika ada yang menyapanya, Wira harus membalas dengan sopan. Dalam proses itu, banyak waktu akan terbuang dan situasi seperti itu sangat merepotkan.Sebagai seseorang yang selalu rendah hati, Wira tidak suka melakukan sesuatu dengan cara yang mencolok."Tuan Wira, kapan kamu kembali?"Saat Wira sedang berjalan santai di pinggir jalan, dia mendengar seseorang memanggilnya. Dia pun menoleh, lalu menatap sosok yang mendekat.Namun, Wira hanya merasa familier dengan pria itu. Dia tidak langsung mengingat identitasnya.Melihat keraguan di mata Wira, pria itu tersenyum dan berkata, "Kamu benaran lupa padaku? Aku Sarman. Selama ini aku yang membantumu membuat senjata. Sudah ingat belum?"Mendengar itu, Wira langsung menyadari siapa pria itu dan mengangguk pelan. Sarman diterima di Dusun Darmandi karena memiliki sejumlah besar besi dingin berusia ribuan tahun.Karena besi dingin itu, Sarman meninggalkan tempat asalnya dan pergi ke Provinsi Lowala. Saat itu juga, Wira mengambil sel
Wira terkekeh-kekeh. Dia merasakan bahwa Gina benar-benar merasa senang. Hubungan antara Gina dan Kresna serupa dengan hubungan Wira dengan Lucy, atau bahkan lebih erat lagi.Bagaimanapun, Gina dan Kresna sudah menjalin hubungan yang lebih intim. Ini adalah fakta yang tidak dapat disangkal. Sementara itu, Wira dan Lucy tidak memiliki hubungan seperti itu."Terima kasih banyak, Tuan. Aku harap aku juga bisa ikut serta saat perang dimulai. Percayalah, aku nggak akan menjadi beban bagimu.""Selain itu, aku cukup mengenal medan di Kerajaan Agrel. Aku yakin aku dapat memberi bantuan kepadamu." Gina berbicara sambil menangkupkan tangan dengan penuh hormat.Wira mengangguk sambil membalas, "Ya, aku pegang ucapanmu ini."Setelah semua diatur dengan baik, Wira segera pergi. Segalanya sudah siap. Kini, mereka tinggal menunggu waktu yang tepat.Tugas berikutnya adalah memastikan Lucy menyusupkan orang-orangnya ke Kerajaan Agrel, lalu menjalin kontak dengan kedua raja itu.Sepanjang malam, Gina ti
Di halaman belakang kediaman jenderal.Di bawah panduan Lucy, Wira segera tiba di depan sebuah ruangan.Setelah pintu diketuk, tidak lama kemudian seorang wanita keluar dari dalam ruangan. Dia adalah Gina yang sudah lama tidak terlihat.Melihat Wira, Gina segera memberi hormat kepadanya. "Salam untuk Tuan Wira."Wira tersenyum sambil mengangguk. Sambil melangkah masuk ke ruangan, dia berucap, "Nggak perlu terlalu formal.""Aku memperlakukan orang-orang di sekitar dengan cara yang sama. Aku nggak menyukai tata krama berlebihan dan nggak membutuhkan penghormatan seperti ini.""Kelak, kamu nggak perlu bersikap terlalu sopan. Anggap saja kita ini teman."Gina mengangguk, meskipun dalam hati kecilnya, dia tidak berani benar-benar bertindak seperti itu.Sebagai penguasa dua wilayah, Wira memiliki kedudukan yang setara dengan Senia, bahkan lebih tinggi dari Kresna. Bagaimana mungkin Gina berani bersikap sembrono terhadapnya?Lucy terus mengikuti di belakang Wira, berdiri diam di sisi ruangan.
Wira kembali berbicara, "Dari semua orang yang berada di sekitarku, pekerjaanmu adalah yang paling berbahaya. Mengikutimu berarti menghadapi risiko terbesar pula.""Ayahnya sudah meninggal, kita nggak bisa membiarkan anaknya menderita karena kita. Menurut pendapatku, lebih baik kirim dia ke Dusun Darmadi untuk belajar. Mungkin suatu hari nanti, dia bisa meraih gelar kehormatan. Itu adalah jalan yang lebih baik."Lucy mengangguk. "Baik, akan kulaksanakan.""Oh ya." Wira mengubah topik pembicaraan. "Apa orang-orang kita masih belum bisa menyusup ke Kerajaan Agrel?"Dalam benak Wira, terlintas bayangan Kresna. Saat ini, dia telah mencapai kesepakatan dengan Kresna dan Ararya. Jika ketiganya bersatu, mereka akan menjadi tak terkalahkan. Hari kehancuran Senia akan segera tiba.Meskipun enggan bertempur dengan Senia dalam kondisi seperti ini, semua itu dilakukan demi rakyat. Hanya dengan menghancurkan Senia, rakyat di sembilan provinsi dapat hidup damai tanpa harus kembali merasakan peperang