"Wira memang seorang penasihat yang genius. Kecerdasannya benar-benar nggak bisa dibandingkan dengan orang lain. Kalau dia ikut campur dalam hal ini, masalahnya akan jadi sulit diatasi. Tapi kita juga nggak perlu mengkhawatirkan hal ini. Yudha sudah bergegas ke sini, sementara pasukan bangsa Agrel juga sudah menyerang. Wira pasti akan menghadapi bangsa Agrel dulu."Kemudian, Taufik kembali menambahkan, "Jadi masalah ini biar bangsa Agrel yang mengatasinya saja."Riska langsung tertawa mendengar hal ini. "Kalau Kerajaan Agrel kalah, dengan kepintaran Wira, dia pasti bisa mengatasi mereka dengan mudah, benar begitu?""Benar." Taufik kembali menjawab, "Tapi Wira seharusnya nggak akan turun tangan.""Kenapa?" tanya Riska."Karena Wira adalah orang cerdik, dia pasti sudah bisa menebak bahwa akan terjadi kekacauan." Taufik melanjutkan dengan serius, "Keluarga Juwanto sudah sangat agresif menyerang untuk merebut kekuasaan sekarang. Bisa dibilang mereka nggak pandang bulu dan sangat kejam! Bag
Meski Kerajaan Nuala sedang menghadapi masalah internal dan eksternal, kekuatan mereka tetap tidak bisa diremehkan. Jika peperangan benar-benar pecah, mungkin saja mereka bisa menang, tetapi kerugian yang dialami juga akan sangat besar. Saat itu tiba, meski Kerajaan Nuala sudah musnah, masih ada Kerajaan Monoma yang mengintai.Lebih baik mereka menjalankan rencana seperti sekarang ini, menginvasi Kerajaan Nuala secara perlahan-lahan. Meski agak lambat, cara ini lebih stabil bagi mereka."Kalau kalian berdua juga berpendapat sama, kita jalankan saja. Asalkan pasukan Monoma dan Yudha berperang, kita punya kesempatan untuk menyerang perbatasan dan mengambil satu provinsi!" Setelah mendengar perkataan Senia, Raja Tanuwi seakan-akan teringat dengan sesuatu."Ibu Suri, aku teringat dengan seseorang ...."Mendengar ucapannya, Raja Kresna juga mengernyitkan alis sambil menarik napas. Tentu saja, Senia juga tahu siapa yang dimaksud olehnya. "Maksudmu Raja Uttar, Wira ya ...."Setelah mendengar
Pada saat ini, Gibran berkata, "Ayah, kini Yudha sedang menghadapi Monoma. Kemungkinan besar nggak ada orang yang bisa melawan kita di ibu kota. Bagaimana kalau kita menyerang ke Provinsi Jintar sekarang?" Ide ini memang cukup nekat, tetapi sangat memungkinkan untuk dilaksanakan sekarang. Hanya saja, Kumar langsung menggeleng saat mendengar usul Gibran."Nak, kamu terlalu meremehkan Kerajaan Nuala." Usai mendengar perkataan Kumar, Gibran menjadi ragu-ragu. "Kenapa Ayah bilang begitu? Kalaupun ada pasukan di Provinsi Jintar, tanpa Yudha yang memimpin mereka, mereka tetap saja bukan lawan Ayah!" Gibran tidak mengerti mengapa ayahnya bersikap begitu waspada."Provinsi Jintar adalah provinsi yang paling dijaga di antara semua provinsi. Kota-kota di sekitarnya bahkan lebih luas daripada kedua provinsi milik kita. Setiap kota dijaga oleh setidaknya 5.000 pasukan.""Jadi, pasukan mereka setidaknya ada 40 sampai 50 ribu orang. Pasukan kerajaan di Provinsi Jintar juga ada puluh ribuan orang dan
Dengan tatapan dingin, Kumar menjelaskan lagi, "Apa yang akan dipikirkan rakyat kalau Kerajaan Nuala yang dipimpin oleh Ratu ini selalu mengalami gangguan? Selain itu, Keluarga Juwanto juga masih punya Pangeran Yahya. Lambat laun, hati rakyat pasti akan jadi berpihak pada kita. Bukankah begitu?"Rencana Kumar ini memang sangat bagus. Jika keadaan terus berlanjut seperti ini, rencananya mungkin bisa berhasil."Benar juga, kalau kita terus menyebarkan gosip, sepertinya rakyat dan para pejabat juga akan mulai meragukan kompetensi Ratu.""Begitu kredibilitas Ratu hancur, dia akan berada di ambang kehancuran!" Gibran dan Fahlefi tersenyum mendengar rencana jitu ayahnya."Bagaimanapun, Keluarga Juwanto masih punya reputasi tinggi. Hal ini nggak akan pernah berubah!" seru Kumar dengan percaya diri.Pada saat ini, Biantara pulang ke Dusun Darmadi dengan wajah murung. "Tuan, Monoma sudah mulai bergerak. Ada kabar yang mengatakan bahwa pasukan Agrel juga sudah mulai bergerak di perbatasan ...."
Kedua negara itu sebenarnya hanya ingin mendapatkan sedikit keuntungan. Seluruh tanah Kerajaan Nuala itu tidak bisa diremehkan sama sekali. Jika mereka ingin menginvasi, butuh waktu dan tenaga militer yang sangat besar. Hal itu tidak bisa dipungkiri, kalau tidak, Kerajaan Nuala juga tidak mungkin bisa berdiri selama ini.Hanya saja, meski tidak sedang dalam bahaya besar, cara mereka menggerogoti kekuatan Kerajaan Nuala perlahan-lahan seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Wira berpikir keras untuk mencari cara. Setelah beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Biantara, sebaiknya kita nggak usah ikut campur masalah ini."Mendengar perkataan Wira, Biantara langsung tersentak. "Jangan ikut campur? Kenapa?" Biantara tidak paham dengan keputusan Wira. Jika Wira tidak ingin terjadi kekacauan di negeri ini, lantas mengapa dia tidak mau ikut campur?Wira menarik napas, lalu menjelaskan, "Kalau kita ikut campur, kekuatan kita yang sesungguhnya juga akan langsung ketahuan. Baik dari pih
Di bawah pimpinan Yudha, pasukannya bergegas ke Provinsi Suntra. Setibanya di sana, mereka melihat pasukan Agrel yang berjumlah 50 ribu orang itu telah bersiap-siap menyerang. Pemandangan saat ini benar-benar mencengangkan dan mengintimidasi.Melihat adegan ini, Yudha sangat terkejut dan tertekan. Namun, dia tidak terlalu memperhatikannya karena dia yakin terhadap kemampuan bertempurnya sendiri. Oleh karena itu, Yudha memimpin pasukannya untuk berkemah di tempat ini.Tidak lama kemudian, tenda telah selesai dibangun. Yudha mulai menyusun strategi dan melatih pasukannya. Jumlah pasukannya memang tidak banyak. Dengan memperhitungkan tawanan perang dan bantuan dari Keluarga Barus, totalnya mencapai 45 ribu orang. Ini sudah cukup untuk menghadapi lawan-lawan ini. Semakin Yudha berlatih, kepercayaan dirinya juga semakin meningkat!Yudha terus-menerus memberi semangat kepada para pasukan agar bisa memberikan upaya yang terbaik kepada Ratu dan Kerajaan Nuala. Namun beberapa hari kemudian, kem
"Memang aneh." Yudha sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dilakukan oleh musuhnya."Jangan-jangan, mereka mundur dengan sukarela karena tahu tidak akan bisa menang melawan kita? Demi tidak merusak reputasinya, jadi mereka hanya berlagak untuk menyerang sejenak, lalu pergi begitu saja?" Perkataan Zaabit semakin membuat Yudha curiga.Sorot mata Yudha semakin muram. Apa tujuan mereka sebenarnya melakukan hal ini? Di saat kedua orang itu masih merasa heran, tiba-tiba muncul seorang prajurit sambil berteriak. Wajahnya tampak cemas dan panik. Dia langsung menyampaikan surat yang dibawanya kepada Yudha."Lapor Jenderal, pasukan Monoma mengutus seseorang untuk mengirimkan surat!""Surat dari Monoma?" gumam Yudha sambil menerima surat tersebut. Saat melihat isinya, tebersit kilatan dingin di mata Yudha. Selanjutnya, dia bergumam, "Mereka menantangku bertarung secara langsung.""Apa?" Zaabit tercengang. "Jenderal, jumlah mereka sangat banyak. Kalau benar-benar terjadi pertempuran, kita pas
Keduanya saling memuji, tetapi Taufik malah menatap Yudha dengan pandangan berkobar saat berkata, "Jenderal Yudha, pertemuan kita hari ini bisa dibilang sebagai jodoh. Aku nggak ingin saling membunuh denganmu. Kamu tarik saja pasukanmu.""Oh ya?" Yudha merasa kaget mendengar ucapannya. Dia menatap Raja Monoma dengan ragu-ragu, lalu bertanya, "Apa maksud Anda ini? Apa Anda mengira aku akan takut pada kalian?""Hehehe ...." Raja Monoma tertawa sinis. Tatapannya penuh dengan kecuekan dan sindiran. "Perkataan Jenderal kurang tepat. Aku tidak pernah beranggapan kalian akan kalah dari kami. Sebaliknya, reputasimu dalam medan perang sangat terkenal. Siapa yang tidak kenal dengan Jenderal Yudha? Kerajaan Nuala benar-benar beruntung punya jenderal gagah berani sepertimu!"Pujian ini justru membuat Yudha semakin curiga. "Kenapa begitu?""Sederhana sekali," lanjut Taufik. "Sebenarnya kali ini kami tidak serius ingin berperang dengan kalian."Mendengar ucapannya, Yudha semakin tidak mengerti apa y
Mendengar perkataan itu, semua orang tertegun sejenak. Mereka benar-benar tidak tahu masalah apa yang dimaksud Enji.Pada saat itu, Guntur yang duduk di bawah berkata, "Bos, langsung katakan saja."Melihat Guntur berkata seperti itu, Enji tersenyum. Dia menunjuk ke arah Adjie dan berkata sambil tersenyum, "Semuanya, mulai sekarang Adjie ini akan menjadi wakil pertama kita. Jadi, kalau kelak kalian bertemu dengannya, jangan lupa memberi hormat."Begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang duduk di bawah langsung mulai berdiskusi. Mereka benar-benar tidak menyangka Adjie akan menjadi wakil pertama.Namun, dua anak buah yang sebelumnya membawa Adjie ke sini, saling memandang dengan ekspresi gembira. Menurut mereka, kesempatan mereka akhirnya datang juga. Saat ini, mereka berada di posisi terbawah di Desa Riwut ini. Oleh karena itu, mereka merasa sangat senang karena merasa mulai sekarang kehidupan mereka akan menjadi lebih baik.Pada saat itu, salah seorang di antara kerumunan tiba-t
Adjie langsung tertawa dan berkata, "Haha. Kalau kamu begitu suka posisi wakil kedua ini, kamu saja yang ambil. Tapi, aku jelas nggak akan menerimanya."Enji hanya tersenyum melihat pemandangan itu, terlihat jelas dia merasa Adjie adalah sosok yang menarik. Pada saat itu juga, dia maju dan berkata sambil tersenyum, "Saudara, begini saja. Kamu yang jadi wakil pertama, biar dia yang jadi wakil kedua saja. Bagaimana?"Wakil pertama itu hendak membantah saat melihat posisinya tiba-tiba turun menjadi wakil kedua, tetapi Enji langsung membentak, "Tutup mulutmu!"Ekspresi wakil pertama itu langsung berubah dan menjadi diam saat dimarahi kepala itu.Adjie langsung tersenyum dan berkata, "Kamu serius?"Enji menganggukkan kepala dan berkata, "Aku ini bos di sini, mana mungkin bermain-main dengan ucapanku."Adjie langsung menoleh ke arah wakil pertama itu dan mendengus. "Kalau Bos sudah berkata begitu, aku akan mengikuti perintahnya. Bocah, kamu sudah mengerti, 'kan?"Ekspresi wakil pertama itu l
Pada saat itu, wakil pertama pun tersenyum dan berkata, "Nggak disangka, ternyata anak ini bukan orang biasa."Ekspresi wakil kedua langsung berubah saat mendengar perkataan itu, lalu bangkit dengan marah dan menerjang ke arah Adjie.Meskipun gerakan wakil kedua itu cepat, ternyata Adjie lebih cepat lagi. Dalam sekejap, dia sudah berada tepat di depan wakil kedua. Dia langsung mencengkeram leher wakil kedua dan memutarnya dengan kekuatan penuh.Saat mendengar suara patah tulang yang nyaring, ekspresi wakil pertama dan Enji langsung berubah. Mereka benar-benar tidak menyangka pemuda yang baru datang ini begitu ganas.Kedua anak buah yang berdiri di bawah langsung bengong. Mereka juga tidak menyangka pemuda ini begitu masuk langsung membunuh wakil kedua. Setelah tersadar kembali, mereka langsung berlutut dan memohon ampun, "Bos, kami pantas mati. Kami nggak tahu kemampuan orang ini begitu hebat."Ekspresi wakil pertama menjadi sangat muram, lalu langsung menunjuk kedua orang itu dan bert
Melihat pria yang duduk di tengah itu, Adjie tertegun sejenak. Kedua pria yang duduk di sebelah kiri dan kanan juga terlihat sangat garang, sepertinya kedudukan mereka tinggi.Pria yang mengajak Adjie masuk segera maju dan berkata, "Ini adalah Bos Enji kami. Yang di sebelah ini adalah wakil pertama dan ini wakil kedua."Setelah memperkenalkan ketiga pria di bawah patung, pria itu menoleh pada Enji dan berkata, "Bos, aku menemukan orang ini di luar. Dia mengaku dia adalah pengungsi yang melarikan diri dari utara, jadi aku langsung membawanya menghadapmu."Mendengar perkataan itu, Enji tertegun sejenak. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Pengungsi? Mendekatlah, biar aku lihat dulu."Adjie menganggukkan kepala dan melangkah maju. Saat melihat wajah Enji dengan jelas, dia sempat terkejut. Ternyata Enji memiliki bekas luka yang panjang dari kening sampai ke sudut mata. Dilihat dari bekas luka yang mengerikan ini, jelas bos ini adalah orang yang sangat garang.Meskipun awalnya sempat
Adjie menyipitkan matanya saat melihat nyala obor itu, lalu melangkah maju. "Siapa kalian?"Salah satu pria itu tiba-tiba mencabut goloknya dan meletakkannya di leher Adjie, lalu tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Kamu sedang bercanda ya? Pengungsi? Mana mungkin seorang pengungsi bisa berlari sampai ke sini. Kamu pikir aku bodoh ya? Semua pengungsi berada di selatan."Ternyata situasinya memang seperti dugaan Adjie. Dia langsung tersenyum sinis dan berkata, "Hehe. Siapa yang bilang semua pengungsi ada di selatan? Dasar bodoh!"Melihat Adjie masih berani membantahnya, ekspresi pria itu menjadi panik dan langsung mengayunkan goloknya.Namun, Adjie langsung menghindari serangan itu dan merebut golok dari tangan pria itu, lalu langsung mengarahkannya ke leher pria itu. "Hehe. Maaf, ternyata kemampuanmu hanya begitu saja. Kalau bukan karena aku sudah membunuh seseorang dan dikejar orang-orang itu, aku juga nggak sudi datang ke tempat ini."Mendengar perkataan itu, pria lainnya di samping y
Adjie tertegun sejenak saat mendengar pertanyaan itu, lalu tersenyum dan berkata, "Hehe. Tuan, ini nggak perlu. Kalau aku membawa orang lain, justru akan lebih merepotkan. Lagi pula, kalau hanya aku sendirian saja, aku bisa bergerak dengan lebih fleksibel."Wira pun menganggukkan kepala. Setelah selesai mengatur semuanya, dia menepuk bahu Adjie dan berkata, "Baiklah, sekarang kamu pergi bersiap-siap dulu. Nanti baru temui aku lagi.""Baik," jawab Adjie, lalu segera keluar.Setelah Adjie pergi, Wira menatap peta di depannya dan menghela napas. Ini mungkin bisa berhasil jika semuanya berjalan sesuai rencananya, tetapi dia masih ragu apakah Adjie bisa merebut Desa Riwut ini. Meskipun dia tidak begitu paham dengan situasi di sana, kabarnya para perampok di sana sangat kejam. Dia juga tidak yakin apakah para perampok itu berani menghadapi pasukan utara.Saat Wira masih tenggelam dalam pemikirannya, waktu sudah berlalu sekitar setengah jam. Saat tirai tenda kembali terbuka, dia langsung terk
Mendengar hal itu, Adjie menganggukkan kepala. Setelah semuanya sudah diputuskan, langkah selanjutnya akan lebih mudah. Namun, sekarang mereka tetap harus menyusun rencananya secara menyeluruh sebelum menjalankannya.Pada saat itu, Adjie yang masih menatap lokasi Desa Riwut pun berkata, "Sebelumnya aku nggak memperhatikan tempat ini. Tapi, setelah melihatnya lagi, tempat ini memang cukup strategis."Keduanya pun menganggukkan kepala karena lokasi Desa Riwut ini menang strategis. Jika mereka bisa menguasai tempat ini, berarti mereka sudah menguasai jalur utama musuh. Selain itu, jika musuh ingin menguasai kota-kota di sekitar, musuh mereka juga harus melewati Desa Riwut ini terlebih dahulu.Setelah berpikir sejenak, Adjie memberi hormat dan berkata, "Kalau ini perintah Tuan, aku akan mengikutinya. Tapi, kapan aku harus berangkat?"Wira langsung menjawab, "Malam ini adalah waktu terbaik dan menguntungkan kalian juga. Tapi, sebelum pergi, kamu harus mengubah identitasmu dulu."Adjie yang
Setelah berpikir sejenak, Adjie berkata dengan pelan, "Kalau begitu, aku rasa boleh mencobanya. Tempat ini punya celah yang begitu besar, jadi ini benar-benar peluang yang bagus."Wira menganggukkan kepala karena dia juga merasa strategi ini cukup bagus karena Pulau Hulu ini memiliki tiga celah yang terbuka. Jika bisa menguasai celah ini, mereka bisa menjebak musuh di dalamnya. Meskipun pasukan utara bisa memiliki kemampuan untuk bergerak cepat, mereka tetap akan kesulitan untuk melarikan diri.Setelah mengamati jalur di sekitar Pulau Hulu, Wira menggerakkan jarinya ke atas peta dan berkata sambil menunjuk pada sebuah lokasi di bagian selatan Pulau Hulu, "Kamu lihat tempat ini."Adjie tertegun sejenak. Setelah melihat lokasi yang ditunjukkan Wira, dia berkata dengan pelan, "Tempat ini adalah Desa Riwut, markas besar sekelompok perampok besar. Tapi, apa hubungannya tempat ini dengan pasukan utara?"Wira tersenyum. Desa Riwut ini memang tidak memiliki hubungan dengan pasukan utara. Namun
Setelah memikirkannya, Wira berkata dengan pelan, "Soal urusan ini, nggak ada yang perlu dikatakan lagi. Kali ini kalian sudah menyelesaikan tugas dengan sangat baik, kamu ingin hadiah apa?"Mendengar pertanyaan itu, Latif segera berkata, "Semuanya terserah Tuan saja."Setelah berpikir, Wira perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, aku akan mengangkatmu sebagai letnan jenderal dari ketiga tim pasukan itu. Mulai sekarang, kamu akan selalu berada di sisiku. Bagaimana?"Begitu mendengar perkataan itu, Adjie merasa sangat gembira. Dia tahu masa depannya lebih prospektif jika mengikuti Wira daripada memimpin pasukan di medan perang. Lagi pula, jika saat ini mereka bisa menangani situasi ini dengan baik, pasti akan mendapatkan pencapaian yang besar. Menurutnya, berada di sisi Wira adalah pilihan terbaik.Tanpa ragu, Adjie langsung memberi hormat dan berkata, "Terima kasih, Tuan."Wira langsung tersenyum dan berkata, "Hehe. Baiklah. Kalau begitu, sekarang kamu bisa langsung membuktikan dirimu.