“Hahaha .... Kamu jangan sombong anak muda. Dia sudah saya beli dengan harga yang sangat mahal. Jadi kembalikan baik-baik atau saya akan membuatmu tak bisa bicara selamanya,” ucap pria paruh baya yang tak lain adalah Ferdi Adinata dengan lantang.
Marvel tersenyum miring sambil mengeratkan salah satu tangannya yang melindungi gadis itu. “Mungkin Anda yang akan menyesal berurusan dengan saya. Saya akan mengganti 10 kali lipat dari uang yang Anda keluarkan. Dan saya akan melaporkan Anda ke pihak berwajib karena menganiaya seorang perempuan. 1 atau 2 pasal mungkin cukup untuk membuat Anda mendekam ke jeruji besi dalam waktu yang lama,” balas Marvel santai.
“Terlalu banyak omong!!! Kamu tahu berapa uang yang saya keluarkan?” Ferdi menunjukkan seringainya. Pria itu berjalan mendekat ke arah Marvel. “1 Milyar,” tambahnya.
Gadis di dalam pelukan Marvel terkesiap mendengarnya. Ia semakin memeluk erat Marvel seakan meminta perlindungannya.
“Itu masalah kecil,” Marvel tersenyum tipis. “Datanglah ke Dirgantara Group besok pagi. Saya akan mengembalikan uang Anda 10 kali lipat. Dan satu lagi, jangan lagi mendekati gadis ini. Karena dia milikku!” ucap Marvel tegas dengan tatapan dingin yang menusuk.
Seketika Ferdi membulatkan kedua matanya setelah mendengar ‘Dirgantara Group’ disebut oleh laki-laki muda yang kini merebut gadis miliknya.
“D-Dirgantara Group? Apa hubungan ...” seketika Ferdi tak mampu meneruskan perkataannya.
‘Dirgantara Group bukannya yang menjalin kerja sama dengan perusahaanku seminggu yang lalu ya?’
“Jangan mengada-ada kamu anak muda! Kamu pikir saya tidak tahu siapa pemilik Dirgantara Group? Hahaha ....” ucap Ferdi sambil tertawa terbahak-bahak.
“Datanglah besok! Dan kamu akan tahu siapa saya sebenarnya!” Marvel membalikkan badan, beranjak dari sana. Namun ia berhenti sesaat dan kembali berucap. “Satu lagi! Cari namaku ... Marvel Dirgantara!” ucapnya tanpa berbalik.
Seketika Ferdi Adinata membeku di tempatnya berdiri mendengar setiap ucapan Marvel padanya.
‘Matilah aku!!! Batin Ferdi’
~*~
Marvel membawa gadis asing itu menuju mobilnya yang berada tak jauh dari pintu masuk ‘Black Marion Bar’. Laki-laki itu mengurai pelukannya, dan seketika rahangnya mengeras melihat kembali pakaian gadis itu. Ia segera melepas hodie miliknya dan memakaikan pada gadis yang kini menunjukkan wajahnya.
“Ayo aku antar pulang,” ucap Marvel datar.
Namun gadis itu tak bergeming. Dan tak lama kemudian tubuhnya melemas dan langsung di tangkap oleh Marvel. Tanpa berkata apa-apa lagi, Marvel membawa masuk gadis itu ke dalam mobilnya.
Tring .... Tring ....
Marvel meraih ponselnya yang berdering kencang. Ia mengangkat panggilan dari sahabatnya.
“Halo?”
>> “Lo di mana, Vel?”
“Gue di jalan, ada urusan mendadak. Nanti Gue hubungi lagi.”
Setelah memutuskan panggilan secara sepihak, Marvel segera masuk ke mobilnya kembali dan segera keluar dari area kelab tersebut.
Marvel mengetuk-ngetukkan jarinya ke kemudi mobil yang kini sedang melaju membelah jalanan yang tampak lengang. Otaknya sedang berfikir ke mana dirinya membawa gadis yang kini berada di sampingnya.
Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan, Marvel memutuskan membawa ke unit apartemen miliknya.
Gadis yang terlalu lemah dan sedang dalam keadaan syok dengan apa yang dialaminya beberapa saat yang lalu, menurut ketika Marvel menggendongnya ke suatu tempat yang tak pernah ia tahu. Dalam hatinya ia berharap laki-laki yang menolongnya ini adalah dewa yang dikirimkan Tuhan untuk melindunginya.
Klik ...
Pintu unit Marvel terbuka setelah ia memasukkan beberapa kata sandi dengan susah payah. Marvel langsung membawa gadis itu ke dalam kamar satu-satunya di sana, sebelum menanyakan asal-usulnya lebih jauh.
“Istirahatlah sebentar. Aku akan turun membeli beberapa barang di bawah,” ucap Marvel datar. Ketika laki-laki itu akan beranjak, satu tangan mungil itu menghentikan pergerakannya. “Kenapa?”
“Tolong saya,” lirihnya.
“Kamu aman di sini. Aku akan turun membeli beberapa makanan dan pakaian untukmu. Aku akan segera kembali,” ucap Marvel dengan sedikit lembut.
Gadis itu mengangguk.
“Namaku Nana.” Ucapnya lemah.
Marvel menarik kedua sudut bibirnya. “Tunggulah di sini,”
Nana mengangguk patuh.
Setelah kepergian Marvel, Nana kembali menangis, meratapi nasibnya selama ini. Apalagi kejadian yang baru saja dialaminya, membuat luka tersendiri di dalam hatinya.
“Kenapa bibi tega memperlakukan Nana seperti ini?” gumam Nana di sela isak tangisnya.
Satu jam kemudian, Marvel kembali ke unitnya dengan membawa beberapa paper bag di kedua tangannya. Laki-laki itu segera masuk ke kamar dan menghampiri Nana yang masih menutup wajahnya.
“Kamu mau mandi?” tanya Marvel kemudian. Laki-laki itu bingung mau bertanya apa. Sehingga hanya kata sederhana yang mampu keluar dari mulutnya.
Perlahan Nana membuka kedua tangannya. Wajahnya yang sembab dan basah karena air mata membuat hati Marvel berdenyut seketika.
“Mandi ya? Terus makan. Aku udah pesenin beberapa menu makanan. Bentar lagi datang kok,” bujuk Marvel.
Nana memandang wajah Marvel sesaat dan mengangguk.
“Di sana ada pakaian dan beberapa perlengkapan untuk kamu. Aku tunggu di luar,” ucap Marvel lagi seraya beranjak.
“Terima kasih, Tuan. Anda baik sekali,” ucap Nana lirih.
Marvel menyunggingkan senyumannya. “Sama-sama. Jangan lama-lama ya?”
Setelah mengucapkan itu, Marvel keluar dari kamar. Ia harus segera menyelamatkan jantungnya yang berdetak tak karuan.
‘Kenapa perasaan ini lagi? Gumam Marvel dalam hati.’
Di dalam kamar, Nana membuka satu per satu paper bag yang dibawa Marvel padanya. Saat mendapati isi dari salah satu paper bag di sana, seketika ia membulatkan matanya tak percaya. Sungguh! Ia tak pernah mendapati laki-laki membelikan pakaian dalam wanita.
‘Dia tidak seperti om-om tadi kan? Gumam Nana dalam hati.’
Kini Nana tampak lebih segar setelah membersihkan diri dan keramas. Pakaian yang dibelikan Marvel untuknya sangat nyaman dipakai. Nana tak henti-hentinya bercermin sejak di dalam kamar mandi.
Dengan langkah teratur, Nana menghampiri Marvel yang duduk di meja pantri.
“T-Tuan,” sapa Nana lirih.
Marvel tersentak dalam lamunannya. Ia menoleh ke arah Nana yang kini menakutkan kedua tangannya. Lagi-lagi dada Marvel berdetak kencang.
“T-Tuan,” panggil Nana lagi karena Marvel hanya menatapnya tanpa mengeluarkan satu kata apa pun.
“Ya?”
“S-Saya .... ehm, lapar,” ucap Nana lirih. Sebenarnya bukan itu yang Nana rasakan. Namun tatapan Marvel yang seakan memindainya membuat Nana takut.
“Ah, ya ... duduklah di sini,” ucap Marvel salah tingkah. Lalu ia beranjak mengambil segelas air putih hangat untuk Nana. “Minum air hangatnya, lalu kamu bisa makan. Aku akan menunggu di ruang menonton,” ucap Marvel sebelum beranjak.
“T-Tuan,”
Marvel menghentikan langkahnya, “Ada apa?” tanyanya tanpa membalikkan badan.
“Anda tidak makan?”
“Aku sudah kenyang. Kamu makan saja mana yang kamu suka,” jawab Marvel seraya berjalan menuju ruang menonton.
Nana seketika termenung. Kilasan kejadian tadi tiba-tiba melintas, membuatnya terisak.
Marvel yang ingin kembali ke pantri, menghentikan langkahnya ketika melihat Nana terisak. Hatinya kembali berdenyut. Laki-laki itu memilih untuk pergi dari sana.
Satu jam berlalu Marvel duduk di ruang menonton dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Sesekali ia melirik ke arah pintu.
‘Kenapa lama sekali? Dia bukan yang ...’
Marvel langsung beranjak dan buru-buru menuju pantri dapur. Namun ia menghentikan langkahnya ketika melihat Nana menyimpan beberapa makanan ke dalam lemari pendingin dan mencuci beberapa peralatan makan. Laki-laki itu menarik kedua sudut bibirnya.
“T-Tuan?” panggil Nana yang sudah berada di depan Marvel.
Marvel tersentak, lagi-lagi dia melamun.
“Kenapa?”
“Ehm, saya .... saya ...” tatapan Marvel membuat Nana gugup dan takut. Gadis itu menundukkan wajah dan memilin kedua jarinya.
“Aku antar kamu pulang! Rumah kamu di mana?”
Nana mendongak dengan kedua mata berkaca-kaca. Menatap Marvel dengan segala kerapuhan yang ia miliki.
“Kenapa kamu menangis?” tanya Marvel heran.
Marvel semakin mengernyit heran ketika Nana jalan mundur ke belakang. Isakan dari bibir mungilnya pun mulai terdengar seiring pergerakan kakinya.
Mendapati keanehan yang terjadi pada Nana, dengan langkah lebar Marvel meraih tubuh lemah Nana untuk menghentikannya.
“Jangan Tuan! Jangan lakukan ini sama Nana!”
Bersambung ....
“Jangan Tuan! Jangan lakukan ini sama Nana!” jerit Nana di saat Marvel meraih sebelah tangannya.“Hey, Aku tidak akan melakukan apa-apa denganmu. Sadarlah! Lihat! Aku bukan pria itu!?” seru Marvel seraya mengguncang tangan Nana agar gadis itu tak semakin histeris.Nana mendongak dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Tatapannya mengabur, namun ia bisa melihat dengan jelas siapa laki-laki yang berada di hadapannya.Nana menjatuhkan diri, berlutut di depan Marvel seraya meletakkan kedua tangannya, menyatu di depan wajahnya, memohon pertolongan agar laki-laki itu mau melindunginya.“Tolong saya, Tuan?”Marvel memijat pelipisnya, ia merasa iba sekaligus pusing. Dengan gerakan cepat ia pun menarik kedua tangan Nana agar gadis itu kembali berdiri.“Kamu tidak usah khawatir, aku akan melindungi kamu,” hibur Marvel agar gadis itu tak lagi histeris. “Ayo duduk dulu,” Marvel menuntun N
Nana merasakan gugup luar biasa ketika wanita paruh baya yang tak lain adalah Rima Dirgantara, Mama dari Marvel, menatap menyelidik ke arahnya.“Mau cari siapa, Tante?”Rima mengerutkan dahinya. “Marvel ada?” celetuknya kemudian.“T- Tuan Marvel sudah berangkat ke kantor,” jawab Nana terbata.“Kamu siapanya Marvel?” tanya Rima penasaran.“S-saya ... s- saya ...”“Mama?”Rima menoleh ke arah sumber suara diikuti Nana, di mana Marvel kembali ke unitnya.“Mama ngapain ke sini?”“Jelasin semuanya sama Mama, Marvel!” ucap Rima tegas.Nana membulatkan matanya saat mengetahui siapa wanita yang ada di hadapannya. Kedua kakinya gemetar dan melemas. Tapi sekuat tenaga ia bertahan agar tak jatuh ke lantai dalam waktu dekat.“Nanti Marvel jelasin ke Mama. Pagi ini Marvel ada meeting penting. Lebih baik Mama pulang dulu
“A- apa? B-bagaimana bisa?”>> “Dia kabur,”“L-lalu apa Tuan Dirgantara akan menuntut kita ke polisi?”>> “Aku belum tahu,”Adila hanya bisa menatap layar ponsel miliknya yang berubah menjadi gelap setelah sang penelepon memutuskan secara sepihak.Wanita 56 tahun itu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut, memikirkan kemungkinan terburuk tentang apa yang ia lakukan pada Nana.Ceklek ...Seorang pria paruh baya 58 tahun yang masih berpakaian formal khas kantoran, mengernyitkan dahi mendapati Sang istri yang gelisah.“Ada apa, La? Kenapa wajahmu terlihat kusut? Ada masalah?” tanya pria yang bernama Bisma Wijaya.“Lebih dari masalah, Bis,” ucap Adila lesu. Kepalanya mulai berdenyut.“Masalah apa lagi?” Bisma mendekat ke arah Adila dan duduk di samping wanita yang telah menjadi istrinya selama 20 tahun.
“A-Asisten pribadi?” beo Nana.Marvel mengangguk. “Iya.”“A-Apa Nana harus ikut ke mana pun Tuan pergi?” tanya Nana lirih.“Tentu saja. Ke mana pun aku pergi dan melakukan perjalanan bisnis, kamu harus mendampingiku,” jelas Marvel.“Kenapa terdengar seperti seorang istri?” celetuk Nana tanpa sadar.Marvel tertegun mendengar ucapan Nana barusan. Ada desiran aneh dalam hatinya diiringi detakan jantung yang semakin menggila.‘Istri? Pikir Marvel.’Selama ini Marvel hanya jatuh cinta sekali pada gadis saat dirinya masih sekolah SMA. Gadis yang diagung-agungkan akan menjadi pendamping hidup malah mencampakkan Marvel saat mereka baru masuk ke Universitas.Suasana kembali hening karena Nana dan Marvel berkelana dengan pikiran masing-masing, hingga Nana yang lebih dulu menyadari ucapannya barusan tak seharusnya diucapkan.“M-Maaf Tuan, maksud Nana bukan seperti it
“Na, kamu jadi mau lanjut kuliah?” tanya Lisa, sahabat Nana satu-satunya di SMA 26 Jakarta.“Belum tahu Sa,” jawab Nana lesu.Kini mereka berada di belakang kelas setelah menyelesaikan ujian akhirnya.Lisa mengernyit, “Kamu belum bilang ke bibi kamu?”Nana menggeleng. Ia mendesah pasrah.“Kenapa? Kamu kan pintar? Sayang loh Na kalau kamu nggak nerusin kuliah,” tanya Lisa beruntun.“Nana maunya gitu. Tapi, mau bagaimana lagi kalau keadaannya seperti ini.” Nana menghela nafas pelan. “Bisa sekolah di sini saja Nana sudah bahagia,”Tanpa terasa kedua mata Nana berkaca-kaca. Bulir-bulir air mata siap tumpah dalam waktu dekat jika saja Lisa tak mengalihkan pembicaraan mereka.“Ehm, bagaimana kalau kamu cari kerja dulu gitu. Nanti kumpulin uangnya buat kuliah tahun depan. Aku temenin deh. Gimana?” ucap Lisa antusias.Nana tersenyum penuh harapan
Beberapa menit lamanya, Nana mematut wajahnya di depan cermin kecil yang Atik belikan untuknya.Setelah membersihkan diri, Nana segera memakai dress polos pemberian Atik beberapa bulan yang lalu. Dress sederhana sebagai hadiah ulang tahun Nana yang ke 19.Nana mengoleskan tipis bedak tabur bayi ke seluruh wajahnya, tak lupa memulas sedikit pelembab bibir dan mengikat rambut panjangnya. Sekilas Nana tampak cantik meskipun hanya memakai pakaian dan dandanan sederhana.Gadis naif itu tak henti-hentinya mengembangkan senyum manisnya ketika otaknya mengulang ajakan Adila sore tadi. Sikapnya yang terlalu polos sama seperti Sang ibu yang sudah meninggalkannya sejak ia berumur 4 tahun.“Nana cantik,” celetuk Atik memasuki kamar Nana.“Terima kasih Mbak Atik,” ucap Nana malu-malu. Selalu seperti ini jika ada yang memujinya. Bahkan jika Lisa sekalipun yang mengatakannya.“Ingat pesan Mbak Atik ya, Nana nggak b
Suara keyboard di salah satu ruangan CEO Dirgantara Group menggema seperti melodi lagu yang beruntun dengan berbagai irama.Seorang laki-laki, 28 tahun yang memiliki wajah tampan dan tubuh kekar yang menjulang hingga 180 cm itu tampak fokus ke layar laptop di hadapannya. Sesekali kedua bola mata hitamnya bergerak-gerak ke sana kemari menyesuaikan data di layar dan dokumen yang sedang terbuka di atas meja kerjanya.Laki-laki itu adalah Marvel Dirgantara. Seorang pewaris utama Dirgantara Group dan merupakan anak sulung dari Aryo Dirgantara dan Rima Dirgantara. Laki-laki yang sering dipanggil Marvel itu memiliki adik perempuan 6 tahun lebih muda bernama Rara Ayu Dirgantara, yang masih kuliah di salah satu fakultas bisnis ternama di Jakarta.Marvel adalah sosok pekerja keras yang perfeksionis dan selektif seperti Sang Papa. Dia menjabat sebagai CEO sejak berumur 23 tahun atas permintaan Aryo Dirgantara. Sedangkan Aryo sendiri menjabat sebagai Direktur Utama setelah
“A-Asisten pribadi?” beo Nana.Marvel mengangguk. “Iya.”“A-Apa Nana harus ikut ke mana pun Tuan pergi?” tanya Nana lirih.“Tentu saja. Ke mana pun aku pergi dan melakukan perjalanan bisnis, kamu harus mendampingiku,” jelas Marvel.“Kenapa terdengar seperti seorang istri?” celetuk Nana tanpa sadar.Marvel tertegun mendengar ucapan Nana barusan. Ada desiran aneh dalam hatinya diiringi detakan jantung yang semakin menggila.‘Istri? Pikir Marvel.’Selama ini Marvel hanya jatuh cinta sekali pada gadis saat dirinya masih sekolah SMA. Gadis yang diagung-agungkan akan menjadi pendamping hidup malah mencampakkan Marvel saat mereka baru masuk ke Universitas.Suasana kembali hening karena Nana dan Marvel berkelana dengan pikiran masing-masing, hingga Nana yang lebih dulu menyadari ucapannya barusan tak seharusnya diucapkan.“M-Maaf Tuan, maksud Nana bukan seperti it
“A- apa? B-bagaimana bisa?”>> “Dia kabur,”“L-lalu apa Tuan Dirgantara akan menuntut kita ke polisi?”>> “Aku belum tahu,”Adila hanya bisa menatap layar ponsel miliknya yang berubah menjadi gelap setelah sang penelepon memutuskan secara sepihak.Wanita 56 tahun itu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut, memikirkan kemungkinan terburuk tentang apa yang ia lakukan pada Nana.Ceklek ...Seorang pria paruh baya 58 tahun yang masih berpakaian formal khas kantoran, mengernyitkan dahi mendapati Sang istri yang gelisah.“Ada apa, La? Kenapa wajahmu terlihat kusut? Ada masalah?” tanya pria yang bernama Bisma Wijaya.“Lebih dari masalah, Bis,” ucap Adila lesu. Kepalanya mulai berdenyut.“Masalah apa lagi?” Bisma mendekat ke arah Adila dan duduk di samping wanita yang telah menjadi istrinya selama 20 tahun.
Nana merasakan gugup luar biasa ketika wanita paruh baya yang tak lain adalah Rima Dirgantara, Mama dari Marvel, menatap menyelidik ke arahnya.“Mau cari siapa, Tante?”Rima mengerutkan dahinya. “Marvel ada?” celetuknya kemudian.“T- Tuan Marvel sudah berangkat ke kantor,” jawab Nana terbata.“Kamu siapanya Marvel?” tanya Rima penasaran.“S-saya ... s- saya ...”“Mama?”Rima menoleh ke arah sumber suara diikuti Nana, di mana Marvel kembali ke unitnya.“Mama ngapain ke sini?”“Jelasin semuanya sama Mama, Marvel!” ucap Rima tegas.Nana membulatkan matanya saat mengetahui siapa wanita yang ada di hadapannya. Kedua kakinya gemetar dan melemas. Tapi sekuat tenaga ia bertahan agar tak jatuh ke lantai dalam waktu dekat.“Nanti Marvel jelasin ke Mama. Pagi ini Marvel ada meeting penting. Lebih baik Mama pulang dulu
“Jangan Tuan! Jangan lakukan ini sama Nana!” jerit Nana di saat Marvel meraih sebelah tangannya.“Hey, Aku tidak akan melakukan apa-apa denganmu. Sadarlah! Lihat! Aku bukan pria itu!?” seru Marvel seraya mengguncang tangan Nana agar gadis itu tak semakin histeris.Nana mendongak dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Tatapannya mengabur, namun ia bisa melihat dengan jelas siapa laki-laki yang berada di hadapannya.Nana menjatuhkan diri, berlutut di depan Marvel seraya meletakkan kedua tangannya, menyatu di depan wajahnya, memohon pertolongan agar laki-laki itu mau melindunginya.“Tolong saya, Tuan?”Marvel memijat pelipisnya, ia merasa iba sekaligus pusing. Dengan gerakan cepat ia pun menarik kedua tangan Nana agar gadis itu kembali berdiri.“Kamu tidak usah khawatir, aku akan melindungi kamu,” hibur Marvel agar gadis itu tak lagi histeris. “Ayo duduk dulu,” Marvel menuntun N
“Hahaha .... Kamu jangan sombong anak muda. Dia sudah saya beli dengan harga yang sangat mahal. Jadi kembalikan baik-baik atau saya akan membuatmu tak bisa bicara selamanya,” ucap pria paruh baya yang tak lain adalah Ferdi Adinata dengan lantang.Marvel tersenyum miring sambil mengeratkan salah satu tangannya yang melindungi gadis itu. “Mungkin Anda yang akan menyesal berurusan dengan saya. Saya akan mengganti 10 kali lipat dari uang yang Anda keluarkan. Dan saya akan melaporkan Anda ke pihak berwajib karena menganiaya seorang perempuan. 1 atau 2 pasal mungkin cukup untuk membuat Anda mendekam ke jeruji besi dalam waktu yang lama,” balas Marvel santai.“Terlalu banyak omong!!! Kamu tahu berapa uang yang saya keluarkan?” Ferdi menunjukkan seringainya. Pria itu berjalan mendekat ke arah Marvel. “1 Milyar,” tambahnya.Gadis di dalam pelukan Marvel terkesiap mendengarnya. Ia semakin memeluk erat Marvel seakan meminta p
Suara keyboard di salah satu ruangan CEO Dirgantara Group menggema seperti melodi lagu yang beruntun dengan berbagai irama.Seorang laki-laki, 28 tahun yang memiliki wajah tampan dan tubuh kekar yang menjulang hingga 180 cm itu tampak fokus ke layar laptop di hadapannya. Sesekali kedua bola mata hitamnya bergerak-gerak ke sana kemari menyesuaikan data di layar dan dokumen yang sedang terbuka di atas meja kerjanya.Laki-laki itu adalah Marvel Dirgantara. Seorang pewaris utama Dirgantara Group dan merupakan anak sulung dari Aryo Dirgantara dan Rima Dirgantara. Laki-laki yang sering dipanggil Marvel itu memiliki adik perempuan 6 tahun lebih muda bernama Rara Ayu Dirgantara, yang masih kuliah di salah satu fakultas bisnis ternama di Jakarta.Marvel adalah sosok pekerja keras yang perfeksionis dan selektif seperti Sang Papa. Dia menjabat sebagai CEO sejak berumur 23 tahun atas permintaan Aryo Dirgantara. Sedangkan Aryo sendiri menjabat sebagai Direktur Utama setelah
Beberapa menit lamanya, Nana mematut wajahnya di depan cermin kecil yang Atik belikan untuknya.Setelah membersihkan diri, Nana segera memakai dress polos pemberian Atik beberapa bulan yang lalu. Dress sederhana sebagai hadiah ulang tahun Nana yang ke 19.Nana mengoleskan tipis bedak tabur bayi ke seluruh wajahnya, tak lupa memulas sedikit pelembab bibir dan mengikat rambut panjangnya. Sekilas Nana tampak cantik meskipun hanya memakai pakaian dan dandanan sederhana.Gadis naif itu tak henti-hentinya mengembangkan senyum manisnya ketika otaknya mengulang ajakan Adila sore tadi. Sikapnya yang terlalu polos sama seperti Sang ibu yang sudah meninggalkannya sejak ia berumur 4 tahun.“Nana cantik,” celetuk Atik memasuki kamar Nana.“Terima kasih Mbak Atik,” ucap Nana malu-malu. Selalu seperti ini jika ada yang memujinya. Bahkan jika Lisa sekalipun yang mengatakannya.“Ingat pesan Mbak Atik ya, Nana nggak b
“Na, kamu jadi mau lanjut kuliah?” tanya Lisa, sahabat Nana satu-satunya di SMA 26 Jakarta.“Belum tahu Sa,” jawab Nana lesu.Kini mereka berada di belakang kelas setelah menyelesaikan ujian akhirnya.Lisa mengernyit, “Kamu belum bilang ke bibi kamu?”Nana menggeleng. Ia mendesah pasrah.“Kenapa? Kamu kan pintar? Sayang loh Na kalau kamu nggak nerusin kuliah,” tanya Lisa beruntun.“Nana maunya gitu. Tapi, mau bagaimana lagi kalau keadaannya seperti ini.” Nana menghela nafas pelan. “Bisa sekolah di sini saja Nana sudah bahagia,”Tanpa terasa kedua mata Nana berkaca-kaca. Bulir-bulir air mata siap tumpah dalam waktu dekat jika saja Lisa tak mengalihkan pembicaraan mereka.“Ehm, bagaimana kalau kamu cari kerja dulu gitu. Nanti kumpulin uangnya buat kuliah tahun depan. Aku temenin deh. Gimana?” ucap Lisa antusias.Nana tersenyum penuh harapan