Share

Perjalanan Cinta Nana
Perjalanan Cinta Nana
Author: AR_Merry

Part 1

Author: AR_Merry
last update Last Updated: 2021-09-20 08:04:51

“Na, kamu jadi mau lanjut kuliah?” tanya Lisa, sahabat Nana satu-satunya di SMA 26 Jakarta.

“Belum tahu Sa,” jawab Nana lesu.

Kini mereka berada di belakang kelas setelah menyelesaikan ujian akhirnya.

Lisa mengernyit, “Kamu belum bilang ke bibi kamu?”

Nana menggeleng. Ia mendesah pasrah.

“Kenapa? Kamu kan pintar? Sayang loh Na kalau kamu nggak nerusin kuliah,” tanya Lisa beruntun.

“Nana maunya gitu. Tapi, mau bagaimana lagi kalau keadaannya seperti ini.” Nana menghela nafas pelan. “Bisa sekolah di sini saja Nana sudah bahagia,”

Tanpa terasa kedua mata Nana berkaca-kaca. Bulir-bulir air mata siap tumpah dalam waktu dekat jika saja Lisa tak mengalihkan pembicaraan mereka.

“Ehm, bagaimana kalau kamu cari kerja dulu gitu. Nanti kumpulin uangnya buat kuliah tahun depan. Aku temenin deh. Gimana?” ucap Lisa antusias.

Nana tersenyum penuh harapan, “Emang kamu nggak dimarahi orang tua kamu kalau menunda kuliah?”

“Nanti aku ngomong dulu sama Ayah. Tenang aja, aku kan punya jurus seribu rayuan buat dapetin izin dari Ayah,” jawab Lisa sambil menyingsingkan kedua lengan seragamnya dan mengedipkan kedua matanya.

“Kamu itu memang paling bisa buat Nana tersenyum dan nggak sedih lagi,” lirih Nana gemas melihat tingkah konyol sahabatnya.

“Pokoknya di mana ada kamu, nanti ada aku juga. Biar aku bisa melindungi kamu dari orang-orang jahat seperti Inez,” ucap Lisa dengan bersungguh-sungguh.

“Terima kasih ya, Sa. Nana bahagia punya sahabat seperti kamu. Selama ini cuma kamu yang belain dan melindungi Nana,” ucap Nana dengan mata memerah.

Lisa segera memeluk Nana agar gadis itu menjadi lebih tenang dan tak sedih.

Gadis yang mempunyai nama lengkap Kirana Anjani adalah seorang yatim piatu sejak 15 tahun yang lalu. Nana, begitulah panggilan yang diberikan Sang Bibi, Adila Wijaya.

Adila bukanlah seorang bibi yang baik. Wanita itu selalu memperlakukan Nana dengan kasar, memerintah Nana seenaknya layaknya seorang pembantu.

Nana harus menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum berangkat ke sekolah dan harus kembali bekerja sepulang sekolah. Nana bahkan tidak pernah menghabiskan waktunya hanya untuk bermain atau bersantai.

Belum lagi perlakuan Sang paman, Bisma Wijaya yang juga sama dengan Adila. Bahkan Bisma pernah melecehkan Nana beberapa kali.

Setelah Nana tenang, Lisa mengajak Nana untuk makan es krim di salah satu taman dekat sekolah untuk melepas penat sejenak. Beruntung Adila tidak mengetahui jadwal Nana yang beberapa hari ini menjalani ujian. Jadi Nana punya waktu untuk istirahat sebelum kembali bekerja di rumah.

“Kamu mau rasa apa, Na?” tanya Lisa ketika mereka sudah sampai es krim di sekitar trotoar taman itu.

“Nana mau rasa stroberi boleh?” jawab Nana.

Lisa mengangguk cepat. “Tentu saja boleh,” sahut Lisa cepat. “Es krimnya 2, Bang, rasa stroberi. Yang cup besar ya,” lanjut Lisa ketika melihat Nana melangkah menuju bangku tak jauh darinya.

“Siap, Neng.”

Lisa membawa 2 cup es krim ke arah Nana yang duduk dengan menatap ke arah anak kecil yang digandeng kedua orang tuanya. Lisa yang paham akan perasaan Nana segera menyodorkan kedua cup es krim di tangannya kepada Nana agar sahabatnya tidak sedih lagi.

“Nih,” Lisa menyodorkan 2 cup es krim ke Nana sekaligus.

Nana yang sedang melamun, terkejut mendengar ucapan Lisa yang tiba-tiba sudah di hadapannya.

“Kok banyak banget, Sa?” tanya Nana kaget.

“Ini Abangnya lagi baik hati. Tadi aku bilang aja kalau kamu mendapat nilai bagus di kelas,” jawabnya berbohong.

“Beneran?” tanya Nana dengan mata mengerjap polos.

Lisa mengangguk cepat. “Iya, kamu mau tanya sama Abangnya?” dalam hati Lisa berdoa agar Nana percaya dengan ucapnya.

Nana menggeleng dan tersenyum.

“Kita makan yuk, habis ini kamu harus pulang kan?” ajak Lisa.

Nana mengangguk. “Iya. Bibi punya acara sore nanti. Nana harus membantu Mbak Atik nyiapin makanan,” jawabnya.

Lisa sesekali melirik ke arah Nana yang kini begitu lahap dengan es krim di tangannya. Ia sebenarnya kasihan melihat Nana yang harus bekerja tanpa waktu yang jelas. Bahkan sering kali sahabatnya mengantuk pada saat mata pelajaran berlangsung.

Setelah menghabiskan satu cup besar es krim rasa stroberi di tangannya, Nana dan Lisa berjalan bersama untuk pulang. Namun di persimpangan jalan mereka harus berpisah karena rumahnya tidak searah.

“Hati-hati ya, Na. Besok Lisa tungguin di sini lagi,” pesan Lisa setiap kali berpisah dengan Nana.

Nana mengangguk dengan senyum manisnya. “Kalau Nana telat tungguin ya, Sa,” tambahnya.

“Siap!” ucap Lisa sambil mengacungkan dua jempol tangannya.

Nana berjalan sambil sesekali menoleh ke arah belakang, di mana Lisa belok ke jalan menuju rumahnya.

Sesampai di rumah, Nana segera masuk lewat pintu samping di mana biasanya para ART dan sopir masuk ke rumah mewah itu.

Nana meletakkan tas usangnya ke dalam kamar berukuran 2 ×3 meter di dekat dapur. Kamar Nana bahkan tidak terlihat seperti kamar ART yang lain yang ada beberapa fasilitas kipas angin dan jendela. Ruangan itu lebih mirip seperti gudang penyimpanan barang tak terpakai.

Walaupun begitu, Nana tetap bisa ceria menjalani hari-harinya. Sebenarnya dulu Nana mempunyai kamar seperti ART di sana, tapi sejak Nana menginginkan ingin sekolah, Nana harus menerima kamar itu sebagai tempat tidurnya.

“Apa yang harus Nana bantu Mbak Atik?” tanya Nana yang sudah berganti kaos oblong usang miliknya.

Atik menoleh ke arah kanan kiri sebelum menyuruh Nana duduk. Wanita yang sepuluh tahun lebih tua dari Nana itu membuka tudung saji tak jauh dari hadapannya, dan meraih piring yang berisi nasi dan lauk pauk untuk diberikan kepada Nana.

“Makan dulu, Na. Biar Mbak Atik jaga pintunya, OK!” ucap Atik setelah menyerahkan piring itu kepada Nana dan mengedipkan kedua matanya.

“Terima kasih Mbak Atik,” ucap Nana dengan mata berkaca-kaca.

Selalu seperti ini, hanya Mbak Atik yang peduli dengan Nana selama sepuluh tahun ini. Semenjak wanita 29 tahun itu bekerja di sana.

Dulu, Atik pikir ia bekerja mengasuh Nana. Tapi ternyata ia harus mengajari Nana untuk ikut melakukan pekerjaan rumah, sejak Nana berumur 9 tahun hingga sekarang. Wanita itu pun bertahan sampai saat ini karena Nana. Tanpa sadar Atik telah menyayangi Nana seperti adiknya sendiri.

Setelah Nana selesai makan, Atik segera membawa gadis itu untuk duduk di lantai. Memberinya beberapa sayuran dan bumbu untuk dikupas. Sedangkan ia sendiri mengerjakan pekerjaannya sendiri yang tertunda.

“Sudah selesai semua Mbak Atik,” ucap Nana setelah pekerjaannya selesai.

“Nana pergi ke belakang aja ya, bantu-bantu Mamang di kolam,” bujuk Atik pada Nana.

Nana mengangguk patuh dan segera keluar dari dapur menuju kolam ikan di taman belakang.

“Mamang, ada yang bisa Nana bantu?” tanya Nana dengan riang.

“Sini Neng, bantuin Mamang nyabutin rumput ya?” jawab Mang Adi, tukang kebun yang sudah 5 tahun ini bekerja di sana. Pria 40 tahun itu sama seperti Atik, menyayangi Nana seperti keluarganya sendiri.

“Bibi beli bunga banyak banget, Mang?” tanya Nana takjub melihat banyaknya bunga yang masih berada di keranjang.

“Iya Neng. Tadi keluar sama Mang Usman dari pagi. Eh, pulangnya bawa bunga banyak. Ayo buruan duduk sini!” Mang Adi menoleh keadaan sekitar sebelum melanjutkan ucapannya, “Nanti keburu Nyonya ngelihat Eneng nggak kerja, bisa nyemburin api seperti yang di film-film itu,” tambahnya.

Nana tertawa mendengar gurauan yang diucapkan Mang Adi padanya. Nana tahu kalau pria itu sengaja menghibur dirinya.

“Mamang ada-ada saja,” ucap Nana sambil geleng-geleng kepala.

Setelah selesai membersihkan rumput serta menyusun bunga-bunga yang baru, Nana bersama Mang Adi beristirahat sejenak sebelum mengerjakan tugas yang lain. Mereka akan ke taman depan, memangkas beberapa tanaman yang sudah meninggi.

“Nana,” seru Mbak Atik yang tampak berlari ke arah Nana dan Mang Adi yang tampak beristirahat.

“Kenapa Mbak Atik lari-lari?” tanya Nana yang sudah berdiri semenjak Atik memanggilnya.

“Nyonya ...  Nyonya nyariin kamu. Ayo buruan ke depan! Jangan sampai beliau marah lagi!” ucap Atik dengan sedikit terbata. Wanita itu segera menggandeng Nana untuk buru- buru kembali ke dapur.

Sesampai di dapur, Adila dengan dua tangan bersedekap tampak di ambang pintu dapur menantinya.

“Ada apa bibi? Tadi Nana sedang di belakang membantu Mang Adi membersihkan ...” ucapan Nana terhenti ketika Adila mengibarkan tangannya.

“Kamu ikut saya malam nanti!” ucap Adila dengan nada perintah.

“I-ikut? Ke-Ke mana?” tanya Nana gugup. Pasalnya Sang bibi tidak pernah mengajaknya keluar bersamanya. Dan ini baru yang pertama kali seingat Nana.

“Tidak perlu banyak tanya! Ikut saja!” jawab Adila ketus sambil berlaku dari sana.

Nana yang terlalu naif bersorak bahagia mendengar ucapan Adila yang akan mengajaknya keluar rumah. Gadis itu berhambur memeluk Atik yang menatap curiga ke arah majikannya.

‘Tumben Nyonya mau membawa Nana keluar? Biasanya juga nggak pernah sama sekali. Bahkan ia tidak mau tahu keadaan Nana yang sedang sakit. Ada yang tidak beres!’

Bersambung ....

Comments (1)
goodnovel comment avatar
laut
kak lanjut ............
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 2

    Beberapa menit lamanya, Nana mematut wajahnya di depan cermin kecil yang Atik belikan untuknya.Setelah membersihkan diri, Nana segera memakai dress polos pemberian Atik beberapa bulan yang lalu. Dress sederhana sebagai hadiah ulang tahun Nana yang ke 19.Nana mengoleskan tipis bedak tabur bayi ke seluruh wajahnya, tak lupa memulas sedikit pelembab bibir dan mengikat rambut panjangnya. Sekilas Nana tampak cantik meskipun hanya memakai pakaian dan dandanan sederhana.Gadis naif itu tak henti-hentinya mengembangkan senyum manisnya ketika otaknya mengulang ajakan Adila sore tadi. Sikapnya yang terlalu polos sama seperti Sang ibu yang sudah meninggalkannya sejak ia berumur 4 tahun.“Nana cantik,” celetuk Atik memasuki kamar Nana.“Terima kasih Mbak Atik,” ucap Nana malu-malu. Selalu seperti ini jika ada yang memujinya. Bahkan jika Lisa sekalipun yang mengatakannya.“Ingat pesan Mbak Atik ya, Nana nggak b

    Last Updated : 2021-09-20
  • Perjalanan Cinta Nana   Part 3

    Suara keyboard di salah satu ruangan CEO Dirgantara Group menggema seperti melodi lagu yang beruntun dengan berbagai irama.Seorang laki-laki, 28 tahun yang memiliki wajah tampan dan tubuh kekar yang menjulang hingga 180 cm itu tampak fokus ke layar laptop di hadapannya. Sesekali kedua bola mata hitamnya bergerak-gerak ke sana kemari menyesuaikan data di layar dan dokumen yang sedang terbuka di atas meja kerjanya.Laki-laki itu adalah Marvel Dirgantara. Seorang pewaris utama Dirgantara Group dan merupakan anak sulung dari Aryo Dirgantara dan Rima Dirgantara. Laki-laki yang sering dipanggil Marvel itu memiliki adik perempuan 6 tahun lebih muda bernama Rara Ayu Dirgantara, yang masih kuliah di salah satu fakultas bisnis ternama di Jakarta.Marvel adalah sosok pekerja keras yang perfeksionis dan selektif seperti Sang Papa. Dia menjabat sebagai CEO sejak berumur 23 tahun atas permintaan Aryo Dirgantara. Sedangkan Aryo sendiri menjabat sebagai Direktur Utama setelah

    Last Updated : 2021-09-20
  • Perjalanan Cinta Nana   Part 4

    “Hahaha .... Kamu jangan sombong anak muda. Dia sudah saya beli dengan harga yang sangat mahal. Jadi kembalikan baik-baik atau saya akan membuatmu tak bisa bicara selamanya,” ucap pria paruh baya yang tak lain adalah Ferdi Adinata dengan lantang.Marvel tersenyum miring sambil mengeratkan salah satu tangannya yang melindungi gadis itu. “Mungkin Anda yang akan menyesal berurusan dengan saya. Saya akan mengganti 10 kali lipat dari uang yang Anda keluarkan. Dan saya akan melaporkan Anda ke pihak berwajib karena menganiaya seorang perempuan. 1 atau 2 pasal mungkin cukup untuk membuat Anda mendekam ke jeruji besi dalam waktu yang lama,” balas Marvel santai.“Terlalu banyak omong!!! Kamu tahu berapa uang yang saya keluarkan?” Ferdi menunjukkan seringainya. Pria itu berjalan mendekat ke arah Marvel. “1 Milyar,” tambahnya.Gadis di dalam pelukan Marvel terkesiap mendengarnya. Ia semakin memeluk erat Marvel seakan meminta p

    Last Updated : 2021-09-20
  • Perjalanan Cinta Nana   Part 5

    “Jangan Tuan! Jangan lakukan ini sama Nana!” jerit Nana di saat Marvel meraih sebelah tangannya.“Hey, Aku tidak akan melakukan apa-apa denganmu. Sadarlah! Lihat! Aku bukan pria itu!?” seru Marvel seraya mengguncang tangan Nana agar gadis itu tak semakin histeris.Nana mendongak dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Tatapannya mengabur, namun ia bisa melihat dengan jelas siapa laki-laki yang berada di hadapannya.Nana menjatuhkan diri, berlutut di depan Marvel seraya meletakkan kedua tangannya, menyatu di depan wajahnya, memohon pertolongan agar laki-laki itu mau melindunginya.“Tolong saya, Tuan?”Marvel memijat pelipisnya, ia merasa iba sekaligus pusing. Dengan gerakan cepat ia pun menarik kedua tangan Nana agar gadis itu kembali berdiri.“Kamu tidak usah khawatir, aku akan melindungi kamu,” hibur Marvel agar gadis itu tak lagi histeris. “Ayo duduk dulu,” Marvel menuntun N

    Last Updated : 2021-09-25
  • Perjalanan Cinta Nana   Part 6

    Nana merasakan gugup luar biasa ketika wanita paruh baya yang tak lain adalah Rima Dirgantara, Mama dari Marvel, menatap menyelidik ke arahnya.“Mau cari siapa, Tante?”Rima mengerutkan dahinya. “Marvel ada?” celetuknya kemudian.“T- Tuan Marvel sudah berangkat ke kantor,” jawab Nana terbata.“Kamu siapanya Marvel?” tanya Rima penasaran.“S-saya ... s- saya ...”“Mama?”Rima menoleh ke arah sumber suara diikuti Nana, di mana Marvel kembali ke unitnya.“Mama ngapain ke sini?”“Jelasin semuanya sama Mama, Marvel!” ucap Rima tegas.Nana membulatkan matanya saat mengetahui siapa wanita yang ada di hadapannya. Kedua kakinya gemetar dan melemas. Tapi sekuat tenaga ia bertahan agar tak jatuh ke lantai dalam waktu dekat.“Nanti Marvel jelasin ke Mama. Pagi ini Marvel ada meeting penting. Lebih baik Mama pulang dulu

    Last Updated : 2021-09-27
  • Perjalanan Cinta Nana   Part 7

    “A- apa? B-bagaimana bisa?”>> “Dia kabur,”“L-lalu apa Tuan Dirgantara akan menuntut kita ke polisi?”>> “Aku belum tahu,”Adila hanya bisa menatap layar ponsel miliknya yang berubah menjadi gelap setelah sang penelepon memutuskan secara sepihak.Wanita 56 tahun itu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut, memikirkan kemungkinan terburuk tentang apa yang ia lakukan pada Nana.Ceklek ...Seorang pria paruh baya 58 tahun yang masih berpakaian formal khas kantoran, mengernyitkan dahi mendapati Sang istri yang gelisah.“Ada apa, La? Kenapa wajahmu terlihat kusut? Ada masalah?” tanya pria yang bernama Bisma Wijaya.“Lebih dari masalah, Bis,” ucap Adila lesu. Kepalanya mulai berdenyut.“Masalah apa lagi?” Bisma mendekat ke arah Adila dan duduk di samping wanita yang telah menjadi istrinya selama 20 tahun.

    Last Updated : 2021-10-02
  • Perjalanan Cinta Nana   Part 8

    “A-Asisten pribadi?” beo Nana.Marvel mengangguk. “Iya.”“A-Apa Nana harus ikut ke mana pun Tuan pergi?” tanya Nana lirih.“Tentu saja. Ke mana pun aku pergi dan melakukan perjalanan bisnis, kamu harus mendampingiku,” jelas Marvel.“Kenapa terdengar seperti seorang istri?” celetuk Nana tanpa sadar.Marvel tertegun mendengar ucapan Nana barusan. Ada desiran aneh dalam hatinya diiringi detakan jantung yang semakin menggila.‘Istri? Pikir Marvel.’Selama ini Marvel hanya jatuh cinta sekali pada gadis saat dirinya masih sekolah SMA. Gadis yang diagung-agungkan akan menjadi pendamping hidup malah mencampakkan Marvel saat mereka baru masuk ke Universitas.Suasana kembali hening karena Nana dan Marvel berkelana dengan pikiran masing-masing, hingga Nana yang lebih dulu menyadari ucapannya barusan tak seharusnya diucapkan.“M-Maaf Tuan, maksud Nana bukan seperti it

    Last Updated : 2021-10-03

Latest chapter

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 8

    “A-Asisten pribadi?” beo Nana.Marvel mengangguk. “Iya.”“A-Apa Nana harus ikut ke mana pun Tuan pergi?” tanya Nana lirih.“Tentu saja. Ke mana pun aku pergi dan melakukan perjalanan bisnis, kamu harus mendampingiku,” jelas Marvel.“Kenapa terdengar seperti seorang istri?” celetuk Nana tanpa sadar.Marvel tertegun mendengar ucapan Nana barusan. Ada desiran aneh dalam hatinya diiringi detakan jantung yang semakin menggila.‘Istri? Pikir Marvel.’Selama ini Marvel hanya jatuh cinta sekali pada gadis saat dirinya masih sekolah SMA. Gadis yang diagung-agungkan akan menjadi pendamping hidup malah mencampakkan Marvel saat mereka baru masuk ke Universitas.Suasana kembali hening karena Nana dan Marvel berkelana dengan pikiran masing-masing, hingga Nana yang lebih dulu menyadari ucapannya barusan tak seharusnya diucapkan.“M-Maaf Tuan, maksud Nana bukan seperti it

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 7

    “A- apa? B-bagaimana bisa?”>> “Dia kabur,”“L-lalu apa Tuan Dirgantara akan menuntut kita ke polisi?”>> “Aku belum tahu,”Adila hanya bisa menatap layar ponsel miliknya yang berubah menjadi gelap setelah sang penelepon memutuskan secara sepihak.Wanita 56 tahun itu memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut, memikirkan kemungkinan terburuk tentang apa yang ia lakukan pada Nana.Ceklek ...Seorang pria paruh baya 58 tahun yang masih berpakaian formal khas kantoran, mengernyitkan dahi mendapati Sang istri yang gelisah.“Ada apa, La? Kenapa wajahmu terlihat kusut? Ada masalah?” tanya pria yang bernama Bisma Wijaya.“Lebih dari masalah, Bis,” ucap Adila lesu. Kepalanya mulai berdenyut.“Masalah apa lagi?” Bisma mendekat ke arah Adila dan duduk di samping wanita yang telah menjadi istrinya selama 20 tahun.

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 6

    Nana merasakan gugup luar biasa ketika wanita paruh baya yang tak lain adalah Rima Dirgantara, Mama dari Marvel, menatap menyelidik ke arahnya.“Mau cari siapa, Tante?”Rima mengerutkan dahinya. “Marvel ada?” celetuknya kemudian.“T- Tuan Marvel sudah berangkat ke kantor,” jawab Nana terbata.“Kamu siapanya Marvel?” tanya Rima penasaran.“S-saya ... s- saya ...”“Mama?”Rima menoleh ke arah sumber suara diikuti Nana, di mana Marvel kembali ke unitnya.“Mama ngapain ke sini?”“Jelasin semuanya sama Mama, Marvel!” ucap Rima tegas.Nana membulatkan matanya saat mengetahui siapa wanita yang ada di hadapannya. Kedua kakinya gemetar dan melemas. Tapi sekuat tenaga ia bertahan agar tak jatuh ke lantai dalam waktu dekat.“Nanti Marvel jelasin ke Mama. Pagi ini Marvel ada meeting penting. Lebih baik Mama pulang dulu

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 5

    “Jangan Tuan! Jangan lakukan ini sama Nana!” jerit Nana di saat Marvel meraih sebelah tangannya.“Hey, Aku tidak akan melakukan apa-apa denganmu. Sadarlah! Lihat! Aku bukan pria itu!?” seru Marvel seraya mengguncang tangan Nana agar gadis itu tak semakin histeris.Nana mendongak dengan air mata yang membasahi kedua pipinya. Tatapannya mengabur, namun ia bisa melihat dengan jelas siapa laki-laki yang berada di hadapannya.Nana menjatuhkan diri, berlutut di depan Marvel seraya meletakkan kedua tangannya, menyatu di depan wajahnya, memohon pertolongan agar laki-laki itu mau melindunginya.“Tolong saya, Tuan?”Marvel memijat pelipisnya, ia merasa iba sekaligus pusing. Dengan gerakan cepat ia pun menarik kedua tangan Nana agar gadis itu kembali berdiri.“Kamu tidak usah khawatir, aku akan melindungi kamu,” hibur Marvel agar gadis itu tak lagi histeris. “Ayo duduk dulu,” Marvel menuntun N

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 4

    “Hahaha .... Kamu jangan sombong anak muda. Dia sudah saya beli dengan harga yang sangat mahal. Jadi kembalikan baik-baik atau saya akan membuatmu tak bisa bicara selamanya,” ucap pria paruh baya yang tak lain adalah Ferdi Adinata dengan lantang.Marvel tersenyum miring sambil mengeratkan salah satu tangannya yang melindungi gadis itu. “Mungkin Anda yang akan menyesal berurusan dengan saya. Saya akan mengganti 10 kali lipat dari uang yang Anda keluarkan. Dan saya akan melaporkan Anda ke pihak berwajib karena menganiaya seorang perempuan. 1 atau 2 pasal mungkin cukup untuk membuat Anda mendekam ke jeruji besi dalam waktu yang lama,” balas Marvel santai.“Terlalu banyak omong!!! Kamu tahu berapa uang yang saya keluarkan?” Ferdi menunjukkan seringainya. Pria itu berjalan mendekat ke arah Marvel. “1 Milyar,” tambahnya.Gadis di dalam pelukan Marvel terkesiap mendengarnya. Ia semakin memeluk erat Marvel seakan meminta p

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 3

    Suara keyboard di salah satu ruangan CEO Dirgantara Group menggema seperti melodi lagu yang beruntun dengan berbagai irama.Seorang laki-laki, 28 tahun yang memiliki wajah tampan dan tubuh kekar yang menjulang hingga 180 cm itu tampak fokus ke layar laptop di hadapannya. Sesekali kedua bola mata hitamnya bergerak-gerak ke sana kemari menyesuaikan data di layar dan dokumen yang sedang terbuka di atas meja kerjanya.Laki-laki itu adalah Marvel Dirgantara. Seorang pewaris utama Dirgantara Group dan merupakan anak sulung dari Aryo Dirgantara dan Rima Dirgantara. Laki-laki yang sering dipanggil Marvel itu memiliki adik perempuan 6 tahun lebih muda bernama Rara Ayu Dirgantara, yang masih kuliah di salah satu fakultas bisnis ternama di Jakarta.Marvel adalah sosok pekerja keras yang perfeksionis dan selektif seperti Sang Papa. Dia menjabat sebagai CEO sejak berumur 23 tahun atas permintaan Aryo Dirgantara. Sedangkan Aryo sendiri menjabat sebagai Direktur Utama setelah

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 2

    Beberapa menit lamanya, Nana mematut wajahnya di depan cermin kecil yang Atik belikan untuknya.Setelah membersihkan diri, Nana segera memakai dress polos pemberian Atik beberapa bulan yang lalu. Dress sederhana sebagai hadiah ulang tahun Nana yang ke 19.Nana mengoleskan tipis bedak tabur bayi ke seluruh wajahnya, tak lupa memulas sedikit pelembab bibir dan mengikat rambut panjangnya. Sekilas Nana tampak cantik meskipun hanya memakai pakaian dan dandanan sederhana.Gadis naif itu tak henti-hentinya mengembangkan senyum manisnya ketika otaknya mengulang ajakan Adila sore tadi. Sikapnya yang terlalu polos sama seperti Sang ibu yang sudah meninggalkannya sejak ia berumur 4 tahun.“Nana cantik,” celetuk Atik memasuki kamar Nana.“Terima kasih Mbak Atik,” ucap Nana malu-malu. Selalu seperti ini jika ada yang memujinya. Bahkan jika Lisa sekalipun yang mengatakannya.“Ingat pesan Mbak Atik ya, Nana nggak b

  • Perjalanan Cinta Nana   Part 1

    “Na, kamu jadi mau lanjut kuliah?” tanya Lisa, sahabat Nana satu-satunya di SMA 26 Jakarta.“Belum tahu Sa,” jawab Nana lesu.Kini mereka berada di belakang kelas setelah menyelesaikan ujian akhirnya.Lisa mengernyit, “Kamu belum bilang ke bibi kamu?”Nana menggeleng. Ia mendesah pasrah.“Kenapa? Kamu kan pintar? Sayang loh Na kalau kamu nggak nerusin kuliah,” tanya Lisa beruntun.“Nana maunya gitu. Tapi, mau bagaimana lagi kalau keadaannya seperti ini.” Nana menghela nafas pelan. “Bisa sekolah di sini saja Nana sudah bahagia,”Tanpa terasa kedua mata Nana berkaca-kaca. Bulir-bulir air mata siap tumpah dalam waktu dekat jika saja Lisa tak mengalihkan pembicaraan mereka.“Ehm, bagaimana kalau kamu cari kerja dulu gitu. Nanti kumpulin uangnya buat kuliah tahun depan. Aku temenin deh. Gimana?” ucap Lisa antusias.Nana tersenyum penuh harapan

DMCA.com Protection Status