Beranda / Pernikahan / Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah / Bab 5 Assalamualaikum, Shifu!

Share

Bab 5 Assalamualaikum, Shifu!

Penulis: yukitahepi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pagi hari saat menyiapkan sarapan, hp bututku yang hanya bisa buat nerima telpon berdering. Lalu suara Mas Agi dengan nada putus asa dan mengancam menyuruhku segera kembali ke rumah Mama.

“Aku tak mau tahu kamu harus nurut sama suami, kamu cepat kembali ke rumah Mama. Yuni sama Yani sama sekali tak bisa diandalkan untuk merawat Mama. Aku kasihan sama Mama.”

“Tapi Mas ….” ucapanku terpotong.

 “Tak ada tapi-tapian. Kalau sampai sore nanti kamu tak datang, awas aja.” Mas Agi membentak.

Ya Allah, apa yang harus kulakukan? Baru juga seminggu hidupku tenang sekarang harus kembali ke tempat sumber masalah.     

“Telpon dari siapa, Teh?” Lina bertanya penasaran. Dia mengambil alih bawang yang tengah kukupas lalu membuat nasi goreng pete dengan cepat.

“Mas Agi. Dia ngancam Teteh supaya cepet pulang.” 

“Bener-bener ngeselin ya. Baru juga istrinya tenang seminggu aja udah diancam-ancam. Masa anak tiga nggak bisa ngurus ibunya sendiri. Jangan mau dijadikan pembantu lagi, Teh!” Lina berkata geregetan. 

Andai aku bisa mengikuti saran Lina. Tapi itu tak mungkin. Mas Agi masih suami sahku, keridoannya masih kunci surgaku. Terlepas dari segala kekurangannya, aku tak mau mengundang murka Allah karena tak menuruti perintah suami. Bila Allah murka sedikit saja, pada siapa lagi aku bisa berlindung. 

Meski berat untuk kulakukan, tapi jelas ini bukan perintah untuk berbuat maksiat. Lagi pula aku terlanjur sayang sama Mama mertua. Saat sehat beliau selalu melimpahkan kasih sayangnya padaku, tak mungkin aku menelantarkannya saat beliau sakit. 

“Tak apa, Teteh akan menuruti perintah Mas Agi. Tolong kamu antar Teteh untuk latihan silat sama Wak Haji Rozaq terakhir hari ini.”

“Siip.” Lina mengacungkan dua jempol.

“Bela diri itu sebenarnya penting banget ya, Teh, buat para wanita, supaya minimal bisa ngejaga diri sendiri. Kita tak tahu aja kapan ngebutuhin ilmu bela diri itu.”

Aku mengangguk-angguk mmebenarkan ucapan Lina. Setelah mengalami hal kurang menyenangkan aku baru menyadari pentingnya ilmu bela diri. Karena itulah saat sampai ke rumah Ibu aku langsung ngajak Lina menemui Wak Haji.

“Teh, boleh Ibu ngasih saran?” Ibu yang tengah menggendong Yusril masuk ke dapur.

Aku menghadap ke Ibu siap mendengar sarannya.

“Bila melihat kondisi kalian saat ini sepertinya Teteh tak akan bisa keluar dari rumah itu dengan cepat. Ibu sangat mengkhawatirkan kehormatan Teteh. Apalagi kata Teteh suami Yuni itu akan lama di rumah itu kan? Maka jalan terbaik saat ini Teteh menjadi TKW.” Ibu menjeda ucapannya, mengamati raut wajahku. 

Lina menghidangkan nasi goreng pete di meja makan di depan kami.

Melihatku hanya diam menyimak Ibu melanjutkan ucapannya, “Semoga pekerjaan Teteh di sana lancar sehingga saat pulang bisa membangun rumah. Mungkin Teteh bisa mengatakan akan udunan untuk menyewa perawat buat Mama mertua, agar Agi dan Yuni Yani tak menghalangi niat Teteh. Tentang Yusril tak usah khawatir, Ibu sama Lina siap mengasuhnya.”

Dengan berat hati aku membenarkan pendapat Ibu. Tak ada yang bisa diandalkan saat ini untuk melindungi diriku selain diri sendiri. Mas Agi bahkan tak mempercayai bila kehormatan istrinya ini terancam. Sampai saat ini aku bergidik mengingat sorot mata Mas Doni malam itu.

“Aku setuju dua ratus persen sama Ibu. Aku akan pulang cepat tiap pulang sekolah, agar bisa membantu Ibu ngasuh Yusril. Teteh tenang aja.” Lina bicara setelah menelan nasi gorengnya. Aku sama Ibu pun menikmati nasi gorengnya dengan lahap. Lezat.

Aku memeluk Lina. Anak remaja SMU itu memang bisa diandalkan, mungkin karena kami terbiasa hidup sederhana dan mandiri.

“Kalau begitu Teteh akan bicara sama Mas Agi secepatnya. Kalau dia sudah oke nanti kamu bantu Teteh mengurus keperluannya ya, Lin. Tolong kontak dulu teman kamu itu, minta waktu beberapa hari untuk bersiap. Mereka belum dapat perawat kan?”

“Katanya sih belum. Entah kenapa mereka seperti menunggu Teh Lala. Mungkin terkesan dengan ceritaku soal Teteh biasa merawat mertua dengan sabar.” Lina terkekeh.

“Untuk beberapa hari Teteh yang sabar dulu di rumah itu. Insya Allah aman kalau hanya beberapa hari. Ilmu dari Wak Haji cukup buat bikin Teteh bisa menghindar ya.”

Aku tersenyum. Sebenarnya waktu gadis dulu aku ikut latihan silat bersama Wak Haji Rozaq, lumayanlah jurusku sudah banyak. Tapi karena lama nggak latihan jadinya lupa-lupa ingat dan kaku lagi. Selama di rumah Ibu, atas saran Lina aku kembali latihan dengan lebih intensif. Targetannya bisa melindungi diri sendiri.

***

“Assalamualaikum, Shifu!” Lina meletakan tangan di dahi seperti tengah menghormat pada atasan, saat bertemu Wak Haji di belakang rumahnya yang dijadikan sanggar silat. Wak Haji terkekeh melihat kelakuan muridnya itu. 

Menjelang siang kami mulai latihan bertiga. Murid silat lainnya tengah beristirahat karena mereka latihan dari pagi. Khusus hari ini kami akan berlatih lebih lama dari biasanya karena sore nanti aku harus kembali ke rumah Mama. Wak Haji mengetahui masalahku dan beliau memberikan teknik-teknik khusus untuk melindungi diri saat darurat.

“Kuda-kudamu udah mantap lagi, La. Pukulan kamu juga penuh tenaga. Wak Haji harap kamu bisa melatih jurusmu secara rutin meski sebentar-sebentar. Buat ngejaga reflek dan kegesitannya.” Wak Haji menasihatiku. Aku mengiyakan dengan penuh rasa terima kasih.

Ada gunanya juga sering angkat galon, gas 12kg, naik atap membetulkan genteng yang bocor, membuat tubuhku fit dan kuat meski lama tak latihan silat. Jadi sekarang aku tinggal berlatih supaya jurus-jurusnya enggak lupa dan refleknya bagus saat melindungi diri.

Mulai sekarang aku akan curi-curi waktu buat latihan di belakang rumah saat orang rumah pergi. Siang hari rumah sering sepi dan Mama biasanya tidur siang. Aku tersenyum membayangkan rencanaku nanti. Wak Haji bilang tak perlu lama-lama yang penting rutin latihannya. 

“Kamu yang kuat ya, La. Wak Haji tahu kamu menuruni sifat Bapakmu yang pemberani. Wak Haji juga bantu doa dari jauh, semoga kamu dijauhkan dari segala marabahaya. Sesekali coba ajak suami kamu ngobrol sama Wak Haji.”

Mataku berkaca-kaca mendapat perhatian dari guruku. Rasanya ingin menghambur menumpahkan rasa sesak dan tangis dalam pelukan kokohnya. Tapi itu tak mungkin, beliau bukan mahromku. Ah, andai Bapak masih ada.

“Makasih banyak Wak Haji. Makasih untuk semuanya.” Aku tak bisa berkata banyak karena tenggorokanku tercekat oleh bahan tangisan.

***

Setelah Ashar aku berangkat kembali dengan si Kecil Yusril menuju rumah Mama mertua. Ibu dan Lina mengiringi langkahku dengan tatapan yang sulit dilukiskan. Aku yakin, doa Ibu selalu menyertai dalam setiap langkahku. Aku merasa lebih siap menghadapi segala cobaan dengan senjata doa dari ibu serta bekal ilmu bela diri dari Wak Haji. Semoga Allah selalu melindungiku.

Bab terkait

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 6 Kembali ke Rumah Mertua

    “Ya ampun Lala … kamu kemana aja sih? Rumah ini sepi tanpa kamu?” Teriakan kegirangan Yuni menyambut begitu kakiku menyentuh lantai teras. “Iya ih kamu liburannya lama-lama amat sih. Uangku nyaris habis karena tiap hari harus makan di luar.”“Kamarku udah nggak nyaman seminggu nggak dipel.”“Ih kok sama sih, bajuku sampe habis lho seminggu nggak nyuci.”“Itu belum seberapa, kamar Mama udah kayak kapal Titanic pecah plus ketumpahan air got. Ah untunglah kamu sekarang udah datang, La. Langsung aja ya, kami mau istirahat dulu. Dadah, Lalaa!”Meriah sekali sambutan ipar kembarku itu. Mereka kegirangan karena pembantu gratisnya sudah kembali ke rumah ini. Aku hanya menarik napas panjang, sudah kebayang seberapa kacaunya rumah ini tanpa kehadiranku.Mas Agi hanya menatapku dengan pandangan yang susah ditebak. Dia mengambil Yusril agar aku leluasa bekerja. Apa dia baru menyadari arti istrinya di mata saudari kembarnya? hanya seorang pembantu. Apa dia keberatan atau tak berdaya atau apa, aku

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 7 Restu Telah Kukantongi

    Aku semakin yakin dengan keputusanku, telah kukantongi tiga restu yang paling penting. Ibu kandung, suami, serta Mama mertua. Maka aku segera mengabari Lina. Dia yang akan membantuku mempersiapkan banyak hal yang bisa diwakilkan. Kadang aku merasa heran dengan anak SMU itu, dibalik segala kesederhanaannya dia punya banyak kemampuan. Mungkin kerasnya kehidupan telah menempanya sedemikian rupa. Siang hari suami Yani tiba. Semua menikmati hidangan di meja makan dengan disemarakkan senda gurau. Aku duduk lesehan di pojok ruangan sambil mengajak main Yusril. Tak ada yang ingat mengajakku bergabung di meja makan. Sudah biasa. Syukurlah ternyata suami Yani berbanding terbalik dari suami Yuni. Lelaki itu terlihat ramah dan menyenangkan. Meski terlihat mapan tapi tak kudengar sekali pun dia menyombongkan dirinya. Selesai beristirahat di sore hari dia ikut ngajak main Yusril yang tengah main sama ayahnya. Terlihat dia sangat menyukai anak kecil. Mas Agi pun tampaknya lebih nyaman saat berinter

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   bab 8 Nyaris Ternoda

    Malam ini Mas Agi menginap di rumah temannya, katanya ada keperluan penting. Meski merasa was-was tapi aku tak bisa melarangnya. Saat makan malam Mas Adil menyuruhku tidur di kamar bersama Yani dan dia tidur di tengah rumah. Tapi istrinya menolak mentah-mentah. Siapa yang tahan berdepat dengan ipar kembar cerewet itu. Mereka selalu punya banyak alasan untuk memenangkan perdebatan, hingga akhirnya Mas Adil mengalah.Malam ini hujan lebat mengguyur bumi. Suasana rumah sangat sepi. Kurapatkan selimut pada tubuh anakku lalu mengecup pipinya. Aku beranjak ke kamar mandi saat merasa kantung kemih penuh. Saat membuka pintu kamar mandi jantungku nyaris melompat mendapati Mas Doni berdiri menghalangi jalan dengan seringai jahatnya. Aku mundur selangkah. Lelaki tak ada akhlak pun ikut maju. Meski gemetar tapi aku harus tenang. Suami Yuni itu hendak membekap mulutku, aku menghindar. Aku tak mungkin mengadu tenaga, sudah pasti kalah. Dia semakin penasaran dan beringas dan berhasil membekap mulutk

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 9

    Setelah kejadian malam itu, esok harinya aku kembali ke rumah Ibu. Kupeluk Mama mertua yang menangis sesenggukan. Kami saling mencurahkan rasa hati melalui pelukan. Tak ada kata yang keluar, tapi hati kami berbicara banyak sekali. Kucium punggung tangannya dengan takzim, dan beliau mencium keningku lama sekali. Lalu beralih mencium ubun-ubun cucunya sangat lama dengan bibir bergerak pelan. Kuyakin jutaan doa dilangitkan Mama mertua untuk anakku. Setelah dari kamar Mama kuambil tas lusuh yang berisi sedikit bajuku dan anakku.“Cepetan pergi. Jangan harap bisa kembali ke rumah ini. Dasar mura**n!” Yuni menatapku sinis. Mas Agi mengantarkan kami hingga ke rumah Ibu lalu segera pamitan setelah minum sebentar. Sepeninggal Mas Agi aku menghambur ke pelukan Ibu dan menumpahkan tangis di sana. Lina mengajak Yusril menjauh untuk memberiku waktu bersama Ibu. Untung saja hari ini dia libur sekolah.“Apa yang terjadi, Teh? Ibu senang Teteh bisa tinggal di sini tapi juga sedih melihat wajah sembab

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 10

    Hari ini cuaca panas sekali. Yusril tidak mau memakai baju dan minta dikipasin, dia agak rewel karena kegerahan. Lina berinisiatif mengajak ponakannya jajan es krim. Pulang dari warung Bi Teti anakku tertawa kesenengan dengan mulut belepotan es krim. Di tangan Lina ada keresek yang sepertinya isinya lumayan berat. Dia mengeluarkan isinya.Ada mangga muda, jambu air, mentimun, bengkoang, dan nanas. Kulihat Ibu langsung menelan saliva saat melihatnya. Aku tak kalah sumringahnya. Waktu yang tepat buat ngerujak, tahu saja adik semata wayangku ini.“Bumbu rujak bikinan Teh Lala paling jempolan, jadi kuserahkan jabatan kehormatan bikin bumbu buat Tetehku tersayang. Bikinnya yang banyak ya, soalnya para tetangga yang ketemu di warung sama Wak Yati sekeluarga mau ikut ngerujak. Buah itu pun mereka yang beliin. Hehehe.” Lina cengengesan.“Pantesan, perasaan tadi cuman bawa uang marebu, kok bisa bawa buah segambreng hahaha.” Dengan semangat 45 aku bikin bumbu rujak. Ah, baru membayangkan saja

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 11

    “Ya ampun pantesan dicari ke mana-mana nggak ketemu, ternyata kalian nyantei-nyantei di sini? Mama ditinggalin sendirian di rumah.” suara cempreng Yuni tiba-tiba terdengar di halaman rumah. Tumben dia mau datang ke mari. Ternyata dia boncengan sama kembarannya.“Kamu itu Mas diajak jalan ke mall nggak mau eh malah nongkrong di sini. Hati-hati aja kamu ada yang ngegoda setelah gagal ngegoda Mas Doni.” Suara Yuni terdengar lebih lembut tapi isinya penuh bisa. Ibu mengelus punggungku berusaha menenangkan hatiku yang meradang.Setelah ngerujak tadi memang Mas Agi dan iparnya asik main sama Yusril. Ketiganya terlihat menikmati sekali kebersamaannya. Lagi pula saat kutanya tentang Mama tadi, Mas Agi bilang sudah ada orang yang dibayar untuk menjaganya. Makanya Ibu mengajak mereka makan siang di sini dan mereka mau. Kulihat suamiku dan iparnya makan dengan lahap meski dengan menu Sunda alakadarnya. Asin, tempe goreng, tahu goreng, sambal terasi dan lal

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 12

    Rasanya seperti mimpi hari ini aku bisa terbang menggunakan pesawat Saudia Airlines. Mataku berkeliling mengagumi kemegahan teknologi hasil kecerdasan otak manusia ini. Dan terkagum-kagum melihat kecantikan para pramugari berwajah Timur Tengah yang lalu lalang di sekitar kami. Kucari nomor kursiku ternyata ada di bagian belakang. Tak jauh dari tempat duduk sepertinya ada toilet, amanlah kalau kebelet. Kuanggukan kepala pada seorang wanita paruh baya yang menduduki kursi sebelah. Dia tersenyum dengan ramah. “Umroh, De?” sapanya.Aku tersipu. “Bukan, Bu. Aku calon TKW. Ibu mau umroh ya?”“Iya, itu rombongan kami,” katanya sambil menunjuk pada orang-orang yang memakan pakaian seragam.Aku baru menyadari ternyata mereka rombongan jamaah umroh. Semoga Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk ibadah umroh. Hal itu pula salah satu motivasiku untuk menerima tawaran menjadi perawat di Kota Madinah.“Doakan saya supaya Allah berikan kesempa

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 13

    “Sudah Zuhur, Ade mau salat sambil duduk atau di mushala?” Tepukan lembut Bu Mulia di lengan menyadarkanku. Rupanya pesawat sudah mengudara dengan stabil. Pramugari berlalu lalang membagikan makan siang para penumpang. “Ikan atau ayam?” tawar pramugari padaku dan Bu Mulia.“Ikan,” aku mengikuti jawaban bu Mutia karena agak kikuk belum terbiasa dengan pesawat.Pramugari cantik itu memberikan sebaki makanan dengan lauk utama ikan.“Aku mau salat di mushola, wudlunya di mana, Bu?”“Wudlunya tayamum aja, De. Kalau mau ke toilet itu tapi nggak bisa wudlu. Kamu lihat sendiri aja biar nggak penasaran.”Aku menuju toilet yang tak jauh dari tempat duduk. Seperti bukan toilet, kering nyaris tak ada air dan tempatnya bagus banget. Pantesan kata Bu Mulia tak bisa wudlu, pipis aja terbatas buat bersih-bersihnya. Lalu aku menuju mushola yang tak jauh dari toilet. Rupanya tempat ini difungsikan sebagai mushola hanya saat masuk w

Bab terbaru

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 138 Pesantren Gratis dari Suami Sultanku (TAMAT)

    “Aku enggak butuh tanah seluas ini, ya Habibi. Aku tahu uangmu tak berseri. Tapi jangan hamburkan untuk sesuatu yang sia-sia.” Suamiku mengusap-usap tanganku yang memegang lengannya.“Kalau aku tetap mau membelinya, gimana?” senyumnya dengan alis dinaik-turunkan untuk menggodaku.Ah, kadang-kadang sultan Arab ini nyebelin juga. Eh, tapi masa mau dibeliin tanah sepuluh hektar dibilang nyebelin. Tapi buat apa tanah seluas itu coba? Siapa yang mau ngurus?Aku menyimpan nomor ponsel yang tertera atas perintah suamiku tercinta sambil cemberut. Dia malah tertawa sambil mengecup bibirku dan membuat mataku melotot. Kan malu kalau ada orang yang melihat.“Bagaimana menurutmu bila di tempat ini kita bangun sebuah pesantren? Anak-anak akan belajar di sini dengan fasilitas yang baik tanpa dipungut bayaran sepeser pun?”Aku menatap matanya lekat. Itu adalah impian selintasku dulu sekali yang bahkan tak pernah berani kukatakan pada siapa pun. Impian yang muncul saat membaca tentang pesantren tahfidz

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 137 Ratu Sehari, Istri Sultan Selamanya

    Setelah walimah kami memutuskan tinggal di rumah baru kami dengan status visa suami sebagai wisatawan. Setelah masa berlaku bisa hampir habis baru akan kami pikirkan rencana selanjutnya, apakah memperpanjang visa suami atau kami kembali ke kota Madinah. Beliau tak perlu khawatir dengan bisnisnya karena punya beberapa orang kepercayaan. Ada orang yang khusus mengelola hotel, juga ada yang khusus mengelola kebun kurma. Istilahnya mungkin bisnis jalan tapi ownernya jalan-jalan. Ibu, Lina dan Yusril senang sekali bisa berkumpul setiap hari setelah berpisah sekian lama. Rumah kami sekarang selalu hangat dengan kasih sayang dan gelak tawa.“Ucil senang sekali sekarang Ucil bisa main sama Bubu tiap hari. Sama Baba juga Ucil suka main kuda-kudaan.”Anakku selalu riang gembira. Berpindah-pindah dari pangkuanku, ke pangkuan ayah sambungnya, lalu ke pangkuan Ibu, juga ke pangkuan Lina. Dia seolah sedang memuaskan dirinya bermain bersama semua orang yang menyayanginya. Setiap waktu salat dia aka

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 138 Bertemu Mantan Suami di Pelaminan

    Menjelang Ashar tamu masih berdatangan satu-satu. Tapi kami sudah terlalu lelah dan pamit masuk ke rumah untuk beristirahat. Di tenda luar dan ruang tamu masih ada Ibu dan Uwa yang bisa mewakili kami menerima tamu. Kecuali tamu spesial maka kami akan menemuinya sebentar.Saat masuk kamar mataku membola melihat ke arah tempat tidur kami. Besar sekali ukuran kasur ini. Lalu tiba-tiba aku menyadari sesuatu, suamiku yang berbadan lebih tinggi dari orang Indonesia pasti merasa tak nyaman saat tidur di kasurku. aku merasa bersalah tetapi dia tak protes. Subhanallah, manisnya suamiku."Ekhem, sudah tak sabar menunggu malam, ya Habibati? Lihat kasur terus." Sebuah suara dengan nada menggoda berbisik di telingaku membuat wajahku memerah. "Apaan sih, enggak kok. Aku hanya baru sadar kasur di kamarku kecil banget buatmu. Maaf ya, Habibi, aku kurang peka." Suamiku hanya tersenyum. Dia memang selalu tidur lebih akhir dan bangun lebih awal sehingga aku tak menyadarinya."Mari kubantu melepas baju

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 137 Para Gadis yang Antre

    Akhirnya tiba juga hari ini. Menjadi ratu sehari dalam pernikahan kedua. Kami duduk di pelaminan yang didekorasi indah di halaman rumah kami yang luas. Aku mengenakan gaun pengantin putih cantik yang dikirim memakai cargo dari Arab sana. Suamiku yang gagah terlihat makin memesona dalam balutan baju pengantin warna putih senada dengan gaunku. Aku di-make up minimalis saja. Ibu dan Wak Endo duduk mendampingi kami. Yusril bergabung bersama kami sebentar tapi kemudian bosan dan memilih main bersama sepupunya."Istriku cantik sekali, Masya Allah. Inginnya kusembunyikan saja di kamar," komentar suamiku saat melihatku selesai didandani."Aku juga malu sekali buat duduk di pelaminan. Betul katamu, sebaiknya aku ngumpet di kamar.""Haha aku bercanda, ya Habibati. Kita harus tetap duduk untuk menyalami tamu. Seperti adat di sini. Lagi pula kelihatannya tamu-tamu di sini sopan-sopan pakaian dan perilakunya."Panggung hiburan berdiri kokoh di sebelah kanan gerbang. Siapa pun boleh ikut berpartisi

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 136 Kehebohan di Dapur Ibu

    Hari ini merupakan salah satu hari paling bahagia dalam hidup Ibuku, dan melihat kebahagiaan beliau adalah salah satu kebahagiaan terbesarku. Sebenarnya aku malu bila harus dipajang lagi di pelaminan sebagai mempelai. Tetapi Ibu ingin berbagi kebahagiaan kami dengan seluruh warga kampung dan kerabat kami, maka aku pun memenuhi keinginannya dengan mengadakan walimah yang meriah untuk ukuran kami.Dua hari sebelum hari-H Alhamdulillah rumah baru kami sudah selesai dibangun dan siap digunakan untuk resepsi. Masjid kampung kami pun meski belum selesai dibangun tapi sudah nampak bangunan utuhnya yang megah. Sehingga kami tidak terlalu merasa bersalah bila memiliki rumah megah tapi masjid diabaikan.Kami memilih tidak memakai jasa catering, dan memberikan kesempatan pada para tetangga untuk berpartisifasi. Para tetangga pun dengan senang hati berkumpul di dapur Ibu untuk membantu memasak. Kue-kue tradisional yang lezat-lezat memenuhi ruang keluarga rumah kontrakan Ibu sejak malam. Sementara

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 135 Bertemu Mantan Ipar Kembar

    Entah berapa lama aku terjebak di sini hingga tiba-tiba semua orang terdiam dan melihat ke arah yang sama. Aku yang tengah menunduk jadi bingung dan ikut melihat arah tatapan mereka.“Masya Allah Nabi Yusuf lewat.”“Masya Allah ada malaikat di kampung kita.”"Lihat punggungnya, jangan-jangan dia punya sayap."Pria macho dengan wajah ganteng itu kaget sebentar saat melihat gerombolan ibu-ibu, tapi kemudian dengan tenang melewati mereka. Tanpa memandang dan tanpa senyum hanya mengucapkan assalamualaikum dengan suara tegas penuh kharisma. Di Arab sana pasti tak pernah ditemuinya gerombolan ibu-ibu nangkring sore-sore. Aku geleng-geleng kepala saat para ABG putri diam-diam mengambil foto Mister Halim.Menjelang Jum'atan aku sudah siap berangkat bersama Lina menuju rumah mantan mertua. Mengantarkan kartu undangan sebagai alasanku untuk bersilaturahim dengan beliau. Sebenarnya aku kangen sekali dengan mantan mertua yang baik hati itu. Tapi hati selalu bimbang setiap mengingat kemungkinan aka

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 134 Ada Nabi Yusuf di Kampung Kita

    “Jodoh kan takdir. Yang namanya takdir kan kita bisa berikhtiar enggak pasrah gitu aja. Kayaknya enggak mungkin sultan Arab itu tiba-tiba jatuh hati pada, maaf ya, seorang pembantu.”Jleb! Meski benar aku pembantu di negeri orang, tapi tak usahlah sampai ditegaskan begitu. Pembantu juga manusia yang punya hati. Rasanya malas sekali menghadapi tamu tak diundang ini. Sudah mah minta tips yang aneh-aneh eh malah menghina yang diminta tipsnya pula.“Eh, ada de Linda sama Melin, tumben ke mari. Ada hal penting ya?” Ibu masuk dari warung dan langsung menyapa. “Iya nih, Teh, ada yang mau ditanyakan sama Lala, tapi Lalanya kayak enggak mau berbagi ilmu yang dia punya.” Eh, Bi Linda malah ngadu.“Ooh mau minta ilmu jualan kurma mungkin ya? Kasih tahu atuh, Teh.” Aku jadi ingin ketawa lihat ekspresi melongo Bi Linda.“Sebentar ya, Uwa ambilin rujak, Melin suka rujak, kan?’ Ah, ibu yang selalu baik sama semua orang meski orang itu tak pernah menganggapnya.Setelah Ibu ke warung, Bi Linda dan

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 133 Bagi Tips Biar Dinikahi Sultan Arab, Dong!

    “Anak Ibu sama ponakan Ibu sama-sama cantiknya. Apalagi cantiknya keluar dari hati, makinlah keluar aura cantiknya.” Ibu menepuk-nepuk lengan kami. Kulihat Wak Yati tertawa dengan wajah berseri meski juga tak dapat menyembunyikan kelelahan setelah seharian keliling kota.Ucil yang tertidur dalam pelukan Wak Yati menggeliat-geliat. Sepertinya dia kelelahan dan merasa kurang nyaman tidurnya. Akhirnya kami memutuskan untuk segera pulang. Tak lupa mampir sebentar membeli ikan bakar untuk makan malam di rumah. Rasanya hari ini banyak orang bertingkah lucu. Dimulai dengan pagi-pagi ada tamu teman sekolahku. Sebenarnya kami dulu tidak bisa dibilang dekat, dia yang lumayan kaya bergaul dengan teman selevelnya. Entah angina apa yang membawanya kemari. Dia tak sendiir, membawa dua orang temannya yang tinggal di desa sebelah juga katanya. Dan kedua temannya itu masing-masing membawa dua temannya juga. Jadilah pagi ini aku menerima tamu rombongan dadakan yang sebenarnya tak kukenal. Ibu yang men

  • Pergi Jadi TKW Pulang Jadi Sultanah   Bab 132 Jalan-jalan ke Kota

    Kami sepakat untuk menggunakan jasa WO temannya Lina. Setelah itu kami mengobrolkan banyak hal seputar persiapan walimah. Sebenarnya aku malu harus walimahan yang kedua kali, cukup syukuran keluarga. Tapi suamiku tetap pada pendiriannya ingin mengadakan walimahan sekalian mengenal handai tolan kami katanya. Betul juga sih, kalau mengunjungi satu-satu kapan waktunya. Hari ini kami akan berbelanja kebutuhan walimah ke kota. Aku, Ibu, Lina, Yusril, Wak Yati, dan Imah, Kami menggunakan jasa rental mobil plus sopirnya. Sengaja kami menggunakan mobil yang agak besar karena nanti akan berbelanja cukup banyak. Suamiku yang kaya dan baik hati itu memberikan uang rupiah dalam kartu ATM-ku.“Ajak Ibu dan siapa pun yang Adik mau untuk berbelanja ke kota. Terserah mau belanja apa pun yang Adik inginkan dan butuhkan terutama untuk walimah kita. Kalian bersenang-senanglah sesekali. Makan di restoran, perawatan di salon, apa pun. Abang ingin Adik bahagia dengan keluarga. Seharian ini Abang akan sibu

DMCA.com Protection Status