*****"Karin," Ucapan lirih Anita membuat senyum si penyapa terbit semakin lebar. "Halo Ibu....Kamu masih mengingat ku, dan bagaimana kabar mu? Well, sepertinya kalian baik-baik saja dan tampak bahagia, ya." Ucap wanita itu yang tak lain adalah Karin anak hasil dari selingkuhan suaminya. Tidak di sangka Anita, ternyata dia bertemu dengan anak itu lagi. "Sedang apa kau di sini? Lebih baik kau pergi dari hadapan kami." Ucapan sarkasme dari Harris membuat Karin menatap ke arahnya. "Ah Ayah....Apa kamu tidak merindukanku, setelah beberapa tahun yang lalu dengan teganya kamu usir aku?" Ucap Karin sambil menunjuk dirinya sendiri. Dengan menampilkan mimik menyedihkan. "Aku tidak pernah memiliki anak seperti mu, dan anakku hanya satu." Ucap Harris sambil memandang ke arah Leanne begitupun dengan Karin yang mengikuti arah pandangnya. "Oh dia Anne? Anne yang malang karena tindakan kedua orangtuanya sendiri." Ucap Karin kasihan namun berbeda dengan raut wajahnya yang kini memandang Le
***** Suara bising kendaraan memenuhi pusat perkotaan, dan lampu merah tengah berlangsung yang di mana saat ini Leanne tengah berada di dalam mobilnya hendak pergi ke kantor suaminya. Leanne mulai melajukan mobilnya kembali setelah lampu lalu lintas berubah warna hijau. Pergi ke kantor Damian tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepadanya. Sedangkan hari ini waktu sangat pas karena saat ini waktunya jam makan siang. Leanne menyadari jika di antara mereka terasa adanya suatu jarak. Setelah acara makan malam lima hari yang lalu yang terkesan berantakan, karena kedatangan seorang Karin yang tidak terduga akan kedatangannya. Damian dua malam dua hari ini seperti menghindarinya. Pulang kerja sangat malam atau hingga menjelang pagi Damian baru pulang. Ketika sarapan pagi pun suaminya itu sudah terlebih dahulu pergi ke kantor tanpa ia ketahui perginya, dan dugaannya semakin kuat jika Damian tengah menghindarinya, namun entah karena apa. Maka dari itu, sekarang Leanne akan pergi k
*****Leanne baru saja menepikan mobilnya di halaman rumahnya pukul 7 malam. Seharian tadi ia hanya beraktivitas di toko bunganya hingga tidak terasa waktu sudah malam. Melihat mobil suaminya yang berada di samping mobilnya menandakan jika Damian sudah pulang. Tumben hari ini Damian tidak pulang malam lagi. Leanne keluar dari mobilnya berjalan masuk ke dalam rumah untuk memastikan jika Damian benar-benar sudah pulang. "Jam segini kamu baru pulang?!" Sambutan dengan nada tidak mengenakan yang pertama Leanne dengar ketika baru memasuki rumahnya. Di sofa ruang tamu di sana Damian duduk menatap ke arahnya. "Ya. Toko baru mendatangkan bunga-bunga dari luar kota yang baru saja aku pesan, jadi aku harus menatanya terlebih dahulu." Ucap Leanne sambil menghampiri suaminya. "Ada yang ingin aku katakan." Ucap Damian. "Apa itu.....," "Dami," Suara wanita menghen
***** Suasana pagi hari ini terasa berbeda dengan berbagai perasaan di dalam satu ruangan. Leanne, Damian dan sekarang adanya kehadiran Claudya yang membuat suasana makan pagi ini terasa sangat suram. Aura suram yang berasal dari Leanne yang di mana membuat Damian dan Claudya merasa canggung di buatnya. Wajah datar tanpa ekspresi itu sudah ada ketika Leanne memasuki ruang makan. Tanpa kata dalam keheningan membuat Damian yang ingin mengajak istrinya berbicara menjadi tidak tersampaikan. Hingga saat tadi dirinya yang pertama menyapa istrinya, namun hanya keterdiaman yang ia dapatkan. Damian sadar jika dirinya sudah mengecewakan Leanne hingga membuat istrinya ini marah kepadanya. "Selera makan mu sedari dulu tidak berubah, ya." Ucapan Claudya membuat suasana keluar dari keheningan. Namun sepertinya hal itu malah membuat suasana menjadi suram. Akan tetapi memang dasarnya Claudya adalah wanita yang tidak tahu malu mana peduli dengan keadaan yang semakin suram itu. Claudya mena
***** Dengan keadaan lelah Leanne baru pulang dari tokonya pukul 8 malam. Pesanan bunganya tiba-tiba meledak kebanjiran order, karena ada sebuah acara pernikahan dan pihak W.O yang membeli bunga darinya. Maka dari itu besok dirinya akan meliburkan Justin dan Kenny mereka perlu istirahat dan juga dirinya. Leanne berjalan ke arah pintu rumahnya tanpa melihat sekitar. Kesibukan serta lelahnya tidak memikirkan tentang Damian. Leanne yang hendak menuju kamarnya terhenti ketika seseorang menghadang jalannya. Dia Claudya dengan gaun tidurnya yang sangat tidak sopan di kenakan di tempat yang tidak seharusnya. Leanne yang malas meladeni Claudya dia berjalan melewatinya. "Aku menginginkan Dami. Bagaimana jika kamu merelakan dia untuk ku dan juga bayi yang aku kandung." Namun, perkataan Claudya yang memancing amarahnya ketika ia sedang lelah membuat langkah Leanne terhenti dan berbalik arah menatap Claudya. Leanne tersenyum sinis dan mencemooh Claudya. Wanita di hadapannya ini memang tid
***** "Bos, anda yakin akan pergi sendirian ke sana?" Pertanyaan ke khawatiran dari Justin tentang Leanne yang akan pergi ke suatu tempat, di mana musuh mereka bersembunyi kini sudah diketahui dengan pasti. "Bukankah kita sudah membicarakan semuanya Justin? Terlalu banyak orang akan terlihat mencolok. Kita sudah sepakat dengan aku pergi sendiri ke sana dan kalian menunggu di posisi yang telah di tetapkan." Ucap Leanne dengan tangan yang sibuk memasukkan sebuah pistol dan alat pertahanan diri lainnya ke sebuah ransel hitamnya. "Tapi Bos, sangat berbahaya dan berisiko jika Bos seorang diri masuk ke sarang mereka. Sedangkan kita tidak tahu berapa banyak orang yang ada di sana." Ucap Justin dengan mata yang terus mengikuti pergerakan Leanne. "Bagaimana jika mereka menyadari keberadaan, Bos? Biar aku saja yang pergi ke sana." Lanjutnya. Permintaan negosiasi Justin itu tidak akan merubah keputusan Leanne. Leanne tahu seberapa khawatirnya Justin terhadapnya, sebab itu terlihat
***** Setelah tembakan biusan itu ia luncurkan, Leanne memunculkan dirinya. Nathan dan Morgan langsung mengacungkan pistol mereka kepada Leanne. Tanpa memberikan jeda Nathan dan Morgan pun menembak Leanne, dan Leanne sendiri segera menghindar. Leanne melempar pistol biusnya setelah ia mengeluarkan isinya terlebih dahulu dengan satu tangannya. Ia mengambil pistol sungguhannya yang ia selipkan pada betisnya. Dengan tangguhnya Leanne pun menembak balik mereka. Baku tembak pun terjadi, Morgan terus melesatkan pelurunya dengan ia cari-cari kesempatan untuk mengambil koper yang berisi narkotika serta tabung cairan itu. Sedangkan Nathan mengambil koper yang berisi uang. Leanne menyentuh earphone nya lalu ia berkata, "Sekarang." Titah Leanne tegas tanpa mengalihkan pandangannya dari musuh. Sultan dan timnya beserta Justin segera masuk kedalam bangunan setelah mendapatkan instruksi dari Leanne. Sedangkan Leanne mengejar Nathan dan Morgan yang terlihat berlari akan keluar, s
***** Melihat mobil targetnya seperti akan menabrakkan mobil dengannya, Leanne pun menambahkan kecepatan mobilnya juga. "Ternyata kau tidak akan menyerah begitu saja." Sinis Leanne menyorot tajam pada mobil musuhnya. "I am pleased with your persistence." Ujar Leanne. Entah apa yang di pikirkan Leanne, yang pasti Leanne semakin menginjak dalam gas mobilnya. Di mobil Morgan, Nathan sudah sangat ketakutan berbeda halnya dengan Morgan yang seakan menantang maut. Ia terlihat senang. Ketika mobil mereka sebentar lagi akan saling menyentuh dengan tiba-tibanya Leanne segera membanting setir. Morgan terkejut dengan tindakan tiba-tiba Leanne yang memutar arah. DOR!! Dan rasa terkejut itu hanya sesaat karena berikutnya ia mengerang sakit. Lagi-lagi timah panas menembus kulitnya. Dengan tegas, tangkas dan cepatnya Leanne melesatkan kembali pelurunya ke tangan Morgan. Leanne melihat mobil targetnya sudah tidak terkendali, sebab tangan Morgan yang di tembak jadi hilang kendali.