***** Hembusan angin yang menerpa lembut pada helai demi helai rambut Leanne sehingga tertiup kesana kemari. Udara yang segar membelai wajahnya sehingga membuat wanita bermata tajam itu menutup sejenak sebelum suara dari seseorang menghentikan kenyamanannya. "Sampai sekarang ini suami mu masih belum mengetahui identitas mu, Le?" Pertanyaan Sultan membuat Leanne membisu. "Sampai kapan kamu akan merahasiakannya?" Lanjut Sultan kembali sambil menghampiri Leanne yang berada di balkon restaurannya. "Entah. Aku belum bisa mengatakannya, Bang." Jawab Leanne acuh tak acuh membuat Sultan menghela napasnya pelan. Leanne sendiri ia bingung dan ragu apa ia harus memberitahukan identitas sebenarnya kepada Damian. Hingga saat ini masih ada keraguan di hati Leanne. Kini sudah dua hari kepergian Damian ke Singapore untuk perjalanan bisnisnya, dan terakhir Damian memberikan kabar padanya saat kemarin sore dan hingga kini belum ada kabar lagi dari suaminya itu. "Bagaimana dengan kedua oran
***** "Justin." Panggil Leanne kepada Justin yang saat ini ia tengah menuruni tangga tokonya. "Ya, bos?" Sahut Justin yang sedang memindahkan bunga ke pot lainnya. "Bagaimana dengan yang ku perintahkan?" Tanya Leanne saat ia sudah berada di dekat Justin, dan kebetulan saat ini toko bunganya sedang tidak ada pelanggan. "Masih sama, belum ada tanda-tanda dari mereka yang akan menunjukkan diri kembali." Jawab Justin menghentikan aktivitasnya, menatap Leanne yang tengah duduk di bangku yang berada di toko. "Hm. Tim mereka pun sama belum menemukannya kembali." Ucap Leanne dengan tangan yang mengusap bunga mawar di hadapannya. "Aku pikir target kita kali ini sangatlah sulit untuk di dapatkan, setiap kali aku mencari mereka dengan menghacker data mereka. Mereka langsung tahu dan memblokir akses kita masuk. " Jelas Justin. "Sepertinya saingan mu kali ini cukup berat, Justin." Ucap Leanne bersamaan menghentikan aktivitasnya lalu bangkit berdiri dari duduknya. "Ck, meski saingan
# Florida, Amerika Serikat 19:20 pm "Lean, kamu yakin akan kembali, Nak?" Pertanyaan yang berasal dari pria paruh baya yang tak lain adalah Anthony, dia berada di ambang pintu kamar cucunya, Leanne yang tengah membelakanginya menghadap ke arah jendela besar. "Cepat atau lambat, pasti aku akan kembali, Kek." Sahut Leanne seraya berbalik ke arah seseorang yang sangat berharga. Kakeknya adalah seseorang yang mengulurkan tangan kepadanya. Membawanya pergi dari keterpurukan. Pria yang satu tahun lalu itu telah kehilangan orang yang sangat dia cintai. Sang istri yang telah berpulang kepada-NYA. "Baiklah, apa barang-barangmu telah kamu siapkan? Besok pagi kamu diantar jet pribadi kita." Ucap Anthony. "Dan kamu jangan menolaknya." Lanjutnya cepat sebelum cucunya protes. "Huh, baiklah." Ucap Leanne mengalah sebab perkataan Kakeknya yang tidak bisa ia bantah. "Terimakasih untuk kasih sayang selama ini yang telah Kakek dan mendiang Nenek berikan padaku. Aku sangat menyayangi kalian." Ucap
Dua keluarga yang di satukan dalam rangka makan malam itu telah menyelesaikan makanan mereka masing-masing, terlihat raut kedua pasangan suami istri itu yang ingin menyampaikan suatu hal penting dari inti malam ini. "Jadi bagaimana menurutmu Harris? Kamu setuju 'kan, jika anak kita di satukan dengan cara menikahkan mereka, agar hubungan pertemanan kita semakin erat." Ucap Daniel dengan lugasnya. Membuat Leanne yang sedari tadi diam melihat ke arahnya begitu pun Damian. "Ya, aku setuju kapan pernikahannya akan di laksanakan." Ucap Harris. "Lebih cepat lebih bagus. Iya 'kan Anita?"Tanya Rose. "Bagaimana kalau dua minggu dari sekarang. Kita akan mulai mempersiapkannya Rose." Ucap Anita begitu bersemangat. Para orangtua itu sibuk dengan pembicaraan mereka seolah orang yang berada di meja itu hanya mereka. Membuat anak mereka bertanya-tanya siapa yang mereka bicarakan dan pernikahan siapa yang akan di laksanakan dengan waktu secepat itu. "Apa yang kalian bicarakan? Siapa ya
DAMIAN "WHAT?! Kau akan menikah?!" Aku yang sudah tahu respons Sarah hanya diam, dan ia yang menatapku nyalang. "KAU ANGGAP HUBUNGAN KITA APA DAMIAN?!!" Bentak Sarah yang kali ini malah membuatku geram, berani sekali dia meninggikan suaranya. "JAGA UCAPAN MU SARAH!!" Bentakku balik yang langsung membuatnya menciut dan terdiam. "Kamu tega padaku Damian." Ucapnya pelan. "Hei tenanglah, pernikahan ini tidak akan lama." Ucapku melembutkan suara. "Apa maksudmu?" Tanya Sarah penasaran. "Pernikahan ini hanya akan aku jalani selama satu tahun, dan setelahnya aku akan menceraikan wanita itu." Jawabku sambil merangkulnya. "Ini demi Mama yang ingin aku menikahi wanita pilihannya." Lanjut memberi alasan sebenarnya. "Benarkah kamu akan segera menceraikan wanita itu, setelah waktunya tiba?" Tanya Sarah sambil memandangku lekat. "Ya." Ucapku singkat. "Apa kita harus backstreet setelah kamu menikah Damian?" Tanya Sarah yang sudah mulai tenang. "Ya, kecuali pada wanita yang aka
LEANNE Hari ini di mana aku akan menikah. Setelah beberapa minggu yang lalu di adakannya acara pertunangan yang sederhana. Hanya keluarga saja yang menghadiri itu pun di rumahku. Hotel berbintang salah satu aset milik Romanov Grup, yang di mana acara pernikahan akan di selenggarakan. Seorang diri di kamar salah satu Hotel yang ku tempati saat ini setelah penata rias menyelesaikan semuanya. Kini aku tengah berdiri di depan cermin melihat pantulan diriku sendiri, yang sudah di balut dengan gaun pengantin. Berwarna putih tulang, berlengan panjang yang memperlihatkan bahu telanjangku serta punggungku, dan ekor gaun yang menjuntai panjang. Wajahku yang sudah di make-up senatural mungkin, tidak menutup kemuraman di raut wajahku. Helaan napas kasar yang bisa ku keluarkan, hinga terdengar pintu yang terbuka dan wanita paruh baya tak lain ibuku berjalan masuk ke arahku yang masih menatapnya dari cermin. "Kamu sangat cantik sekali sayang." Ucapnya sambil mengusap pipiku dengan lem
LEANNE Niat awal hanya memejamkan mata sejenak, ternyata aku ketiduran di dalam bathtub. Di rasa sudah cukup lama aku segera bergegas membilas tubuh di bawah shower, dengan air hangat. Aku tidak tahu sudah berapa lama membuatku tertidur di dalam air, sehingga kulit jari tanganku mengeriput. Mematikan Shower dan membungkus tubuh dengan handuk yang sudah tersedia. Serta memakai pakaian yang ku bawa sendiri, karena semua baju yang di bawakan para orangtua di dalam koper tidak layak ku pakai. Apa yang di harapkan dari pernikahan hasil perjodohan ini? Tidak ada pengharapan apapun, sebab aku maupun Damian membuat pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan saja. Kesepakatan untuk kepentingan masing-masing. Setelah memakai piyama panjang, segera aku keluar. Tepat saat membuka pintu betapa terkejutnya aku. Damian yang sudah berdiri menjulang di depanku, membuat aku harus mendongakkan kepala, dengan perbandingan tinggi kami yang sangat kentara lumayan jauh. Aku yang memiliki tinggi 176 dan
Suara ketukan dari pintu, membuat Leanne yang tertidur pulas kini mulai mengerjapkan kedua matanya terbuka perlahan. Masih terdengar suara ketukan, membuat Leanne yang hendak bangun dari tidurnya terhenti. Sebuah tangan kekar, dan berbulu yang melingkari pinggangnya membuat Leanne menolehkan kepalanya ke samping. Menatap diam ke arah suaminya, dan terputus oleh suara ketukan pintu yang tidak berhenti. Di singkirkan pelan tangan itu dari pinggangnya, dan turun di atas kasur setelah belitan tangan Damian dari pinggangnya terlepas. Berjalan ke arah pintu, dan membukanya pelan. "Oh, Anne! Maafkan Mama yang telah mengganggu tidur kalian. Mama hanya ingin memberitahu kalian, bahwa yang lainnya sudah menunggu di bawah untuk sarapan bersama. " Ucap Rose. "Tidak apa-apa, Ma. Justru aku yang harusnya meminta maaf, karena sudah merepotkan Mama membangunkan kami yang bangun kesiangan." Ucap Leanne tak enak hati. "Mama mengerti, kok. Kaliankan pengantin baru. Jadi wajar saja kalau kal