***** Leanne dan Noel telah tiba di kediaman Anthony. Seorang kepala pelayan menyambut mereka berdua setelah pintu terbuka. "Selamat datang kembali, Nona Muda." Sapa kepala pelayan wanita paruh baya itu yang bernama Jenna dengan memberikan tatapan hangatnya serta senyum ramahnya. "Aunty Jen," Sapa Leanne balik dengan senyum kecilnya. "Di mana Kakek?" Lanjut Leanne sambil ia masuk ke dalam rumah yang di ikuti Noel. "Tuan besar berada di taman, Nona." Jawab Jenna. "Tidak menyambut ku apa tidak merindukan ku." Ucap Leanne. Leanne berbalik menatap ke arah Noel. "Aku yakin Kakek setiap hari merindukan mu." Ucap Noel. "Ya, aku tahu." Sahut Leanne. "Kalau begitu aku temui Kakek dulu." Lanjutnya. "Hm, nanti aku menyusul ada sedikit urusan yang harus aku kerjakan." Ucap Noel. Leanne dan Noel pun berjalan berbeda arah. Leanne berjalan ke arah taman yang di ikuti oleh Jenna. "Nona, apa ada sesuatu yang perlu saya buatkan?" Tanya Jenna. "Hm, aku ingin minuman yang se
***** Setelah kepergian Leanne, tinggallah mereka berdua di taman. Dan setelah mendapatkan kekesalan dari Leanne, Noel hanya bisa pasrah. Untuk membalas pun itu tidak mungkin. "Baru saja membela diri bukan anak kecil lagi, tapi kelakuan kalian tetap saja. Kekanak-kanakan." Sindir Anthony sambil menyesap tehnya dengan tenang. "Ekhem." Deuheum Noel mengusap tengkuknya karena ia malu sendiri. "Kapan kamu akan menikah, Nak? Umurmu sudah tidak muda lagi. Kamu sudah matang dan mapan untuk berumah tangga. Jangan sampai apa yang di katakan Lean terjadi, jika kamu menghamili seorang wanita terlebih dahulu sebelum adanya pernikahan." Ucap Anthony. "Aku tidak ada waktu untuk berkencan apalagi sampai menghamili seorang wanita." Ucap Noel. "Apa perlu Kakek tambahkan saja orang untuk membantu mu di perusahaan. Agar kamu bisa ada waktu untuk berkencan dan menikah." Saran Anthony. "Tidak perlu seperti itu Kek, hanya saja untuk saat ini aku tidak ingin berkencan apalagi sampai menikah." Tolak
***** Ekspresi datarnya Leanne yang berjalan memasuki kantor CIA tidak membuat pesonanya hilang sedikit pun. Justru ekspresinya yang terlihat seperti itu semakin membuatnya terkesan misterius. Hingga hampir membuat semua orang yang berada di sana melirik terus-terusan ke arahnya. Satu gedung kantor C.I.A siapa sih yang tidak mengenal sosok satu itu? Dia Leanne salah satu Agen di antara mereka yang memiliki nilai terbaik yang memiliki banyak prestasi dalam menangani setiap kasus yang ia tangani. Selain Agen terbaik sikap Leanne sangat misterius itu sulit di tebak hingga membuat orang lain semakin penasaran. Bukan hanya cenderung memiliki kemampuan yang terbilang cerdas, justru dia berani mengambil resiko saat masuk ke lingkaran bahaya yang mungkin kapan saja akan menghilangkan nyawanya. Leanne tetaplah Leanne, ia akan menjalankan misinya hingga tuntas meskipun di depan sana marabahaya menantinya. Hal itu terbukti dengan kepiawaiannya di mana beberapa kasus yang selalu ia tan
***** "Lebih baik tentang percintaan kalian di tunda dulu. Sekarang kita harus fokus pada tujuan kita." Ucap Adam tegas bersamaan dengan Ellios yang hendak protes kembali pada Marlyn, namun urung ketika Bos besar sudah berbicara. "Athena, ini data yang kamu minta sesuai keinginanmu."Ucap Cedric sambil menyodorkan sebuah Map ke arah Athena. "Kenapa kamu menginginkan data dari orang ini?" Lanjutnya bertanya. Leanne mengambil Map itu, membuka dan mulai membacanya. "Marcus Wingston." Gumam Leanne. "Apa ini ada kaitannya dengan kasus dulu, Athena? Data dan informasi Garton Baxter sudah kita ketahui sebelumnya, dan data yang tengah kamu baca itu adalah data mantan pekerjanya yang bisa di bilang tangan kanannya. Namun pada waktu itu, dua tahun sebelum terjadinya penangkapan besar-besaran itu dia sudah mengundurkan diri dari tangan kanannya Garton Baxter, dan dia kembali lagi ke Negaranya, Rusia." Ucap Adam. "Dia yang sudah terlepas dari bisnis ilegalnya itu, mencoba menjadi pemb
***** Di sebuah ruangan luas yang berdominan warna hitam sangat terlihat elegan dan mewah. Di mana ruangan itu sang pemiliknya tengah duduk di kursi kebesarannya yang saat ini tengah sibuk dengan sebuah layar monitor di hadapannya serta beberapa berkas yang tercecer di kanan serta kirinya. Dia adalah Damian si pria yang tengah berkutat dengan pekerjaan sejak pagi tadi hingga hari sudah siang di mana matahari sudah terbit tinggi hingga terik matahari sangat menyengat. Namun bagi Damian yang berada di dalam ruangan ber AC hanya merasakan kesejukan. Meski ia terlihat serius dalam mengerjakan pekerjaannya, namun pikirannya tidak begitu, sebab fokus serta matanya terus-terusan melirik ke arah gawai mahalnya yang saat ini berada di sebelah kanannya. Pikirannya tertuju kepada Leanne yang saat ini belum menghubunginya sama sekali sejak Leanne pergi ke Amerika. Sebelum Damian berangkat ke kantor tadi pagi ia sempatkan untuk menghubungi istrinya itu dan juga mengirimkan pesan. Namun samp
***** "ONE!" DOR!! "TWO!" DOR!! Suara bariton yang keras serta tegas yang di sahuti langsung oleh suara tembakan yang di mana saat ini Cedric tengah melatih beberapa juniornya di sebuah lapangan area tembak. Cedric yang berjalan di belakang mereka serta menyebutkan posisi mereka satu persatu. "THREE!" DOR!! "FOUR!" DOR!! "FIVE!" DOR!! Dan pada juniornya yang terakhir Cedric berhenti, ia menatap punggung para juniornya yang masih membelakanginya. "Four! Fokus!! Telat 2 detik saja sebelum kau mengangkat senjata mu kau terlebih dahulu mati di tangan musuh mu. Push-up 100 kali!" Peringatan di sertai titah Cedric pada juniornya pada barisan ke 4 di mana juniornya itu adalah seorang wanita. "Siap salah, Coach!" Ucap tegas junior wanita itu dengan masih pada posisinya yang membelakangi Cedric. "Kau terlalu keras, Ced." Suara seseorang terdengar di mana orang itu yang sejak tadi menyaksikan apa yang telah mereka lakukan membuat Cedric menatap ke arah suara yang d
***** Damian serta dengan beberapa karyawannya yang berada di satu ruangan tengah menjalankan sebuah meeting, di mana selama mereka melakukan meeting bersama atasannya para karyawan merasakan keadaan suasana sangat tegang. Bukan tanpa alasan kenapa suasana begitu suram dan menegangkan, sejak awal jalannya meeting atasannya itu tidak henti mengeluarkan aura dinginnya serta selalu menatap tajam pada setiap karyawannya yang melakukan kesalahan dalam membuat sebuah laporan karena tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Berbeda dengan Joshua, ia sebagai asisten sekaligus sekertaris Damian dia terlihat santai-santai saja. Karena ia tahu, selain laporan bawahannya yang tidak sesuai alasan lainnya adalah atasan sekaligus sahabatnya ini tengah risau karena tidak ada kabar dari istrinya. Jadi tidak heran jika bawahannya terkena imbas dari kerisauan Damian hingga dia tidak segan-segan memarahi semua karyawannya. Dalam penglihatan Joshua, melihat Damian yang saat ini tengah melipat kedua t
***** Setelah acara makan siang Leanne dan Damian usai. Leanne meminta di antarkan ke toko bunganya dan Damian sendiri harus kembali ke kantornya. Namun ketika Leanne hendak pulang ke rumah Damian sudah menyiapkan mobil serta sopir untuk mengantarkannya pulang dan Damian juga berjanji jika dirinya akan pulang cepat. Saat hari pukul 5 sore mobil sport Damian sudah terlihat tengah memasuki pelataran rumahnya. Damian yang baru saja turun dari mobilnya dengan itu bersamaan dengan pintu rumahnya yang terbuka lebar. Dan itu adalah Leanne yang menyambut kedatangan suaminya. Melihat hal itu membuat perasaan Damian yang tadinya lelah kini tergantikan dengan perasaan bahagianya. Tidak ia sangka jika istrinya mau menyambut kepulangannya dan itu membuat Damian bahagia, bahagia memiliki istri seorang Leanne. Damian merutuki dirinya kembali karena dulu dia bisa-bisanya menolak keberadaan Leanne, dan ia tahu jika dirinya sangatlah bodoh. "Apa perlu aku siapkan air mandi yang hangat, sepertin