***** Di sebuah ruangan luas yang berdominan warna hitam sangat terlihat elegan dan mewah. Di mana ruangan itu sang pemiliknya tengah duduk di kursi kebesarannya yang saat ini tengah sibuk dengan sebuah layar monitor di hadapannya serta beberapa berkas yang tercecer di kanan serta kirinya. Dia adalah Damian si pria yang tengah berkutat dengan pekerjaan sejak pagi tadi hingga hari sudah siang di mana matahari sudah terbit tinggi hingga terik matahari sangat menyengat. Namun bagi Damian yang berada di dalam ruangan ber AC hanya merasakan kesejukan. Meski ia terlihat serius dalam mengerjakan pekerjaannya, namun pikirannya tidak begitu, sebab fokus serta matanya terus-terusan melirik ke arah gawai mahalnya yang saat ini berada di sebelah kanannya. Pikirannya tertuju kepada Leanne yang saat ini belum menghubunginya sama sekali sejak Leanne pergi ke Amerika. Sebelum Damian berangkat ke kantor tadi pagi ia sempatkan untuk menghubungi istrinya itu dan juga mengirimkan pesan. Namun samp
***** "ONE!" DOR!! "TWO!" DOR!! Suara bariton yang keras serta tegas yang di sahuti langsung oleh suara tembakan yang di mana saat ini Cedric tengah melatih beberapa juniornya di sebuah lapangan area tembak. Cedric yang berjalan di belakang mereka serta menyebutkan posisi mereka satu persatu. "THREE!" DOR!! "FOUR!" DOR!! "FIVE!" DOR!! Dan pada juniornya yang terakhir Cedric berhenti, ia menatap punggung para juniornya yang masih membelakanginya. "Four! Fokus!! Telat 2 detik saja sebelum kau mengangkat senjata mu kau terlebih dahulu mati di tangan musuh mu. Push-up 100 kali!" Peringatan di sertai titah Cedric pada juniornya pada barisan ke 4 di mana juniornya itu adalah seorang wanita. "Siap salah, Coach!" Ucap tegas junior wanita itu dengan masih pada posisinya yang membelakangi Cedric. "Kau terlalu keras, Ced." Suara seseorang terdengar di mana orang itu yang sejak tadi menyaksikan apa yang telah mereka lakukan membuat Cedric menatap ke arah suara yang d
***** Damian serta dengan beberapa karyawannya yang berada di satu ruangan tengah menjalankan sebuah meeting, di mana selama mereka melakukan meeting bersama atasannya para karyawan merasakan keadaan suasana sangat tegang. Bukan tanpa alasan kenapa suasana begitu suram dan menegangkan, sejak awal jalannya meeting atasannya itu tidak henti mengeluarkan aura dinginnya serta selalu menatap tajam pada setiap karyawannya yang melakukan kesalahan dalam membuat sebuah laporan karena tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Berbeda dengan Joshua, ia sebagai asisten sekaligus sekertaris Damian dia terlihat santai-santai saja. Karena ia tahu, selain laporan bawahannya yang tidak sesuai alasan lainnya adalah atasan sekaligus sahabatnya ini tengah risau karena tidak ada kabar dari istrinya. Jadi tidak heran jika bawahannya terkena imbas dari kerisauan Damian hingga dia tidak segan-segan memarahi semua karyawannya. Dalam penglihatan Joshua, melihat Damian yang saat ini tengah melipat kedua t
***** Setelah acara makan siang Leanne dan Damian usai. Leanne meminta di antarkan ke toko bunganya dan Damian sendiri harus kembali ke kantornya. Namun ketika Leanne hendak pulang ke rumah Damian sudah menyiapkan mobil serta sopir untuk mengantarkannya pulang dan Damian juga berjanji jika dirinya akan pulang cepat. Saat hari pukul 5 sore mobil sport Damian sudah terlihat tengah memasuki pelataran rumahnya. Damian yang baru saja turun dari mobilnya dengan itu bersamaan dengan pintu rumahnya yang terbuka lebar. Dan itu adalah Leanne yang menyambut kedatangan suaminya. Melihat hal itu membuat perasaan Damian yang tadinya lelah kini tergantikan dengan perasaan bahagianya. Tidak ia sangka jika istrinya mau menyambut kepulangannya dan itu membuat Damian bahagia, bahagia memiliki istri seorang Leanne. Damian merutuki dirinya kembali karena dulu dia bisa-bisanya menolak keberadaan Leanne, dan ia tahu jika dirinya sangatlah bodoh. "Apa perlu aku siapkan air mandi yang hangat, sepertin
***** 21+ Pancaran sinar matahari pagi yang menyorot terang masuk ke dalam celah tirai dimana Leanne dan Damian masih berbaring tidur. Leanne yang merasa silau akan sorotan matahari pagi pun membuat ia mengerjap 'kan matanya. Perlahan demi perlahan mata yang tertutup itu terbuka juga menampilkan sepasang mata hitam yang tajam serta bulu mata yang begitu lentik. Tidak heran jika sinar matahari membuatnya silau, karena posisi tidurnya yang menghadap ke arah jendela dengan posisi miring, lalu ia juga berada dalam pelukan Damian yang di mana Damian menyusupkan wajahnya ke dalam lehernya. Ia tahu karena helaan nafas Damian setiap tarikannya ia rasakan. Setelah kesadarannya terkumpul dengan perlahan Leanne membalikkan badannya mengarah ke arah Damian. Di tatapnya wajah suaminya yang masih tertidur pulas, tidak dapat di pungkiri jika Damian memang tampan saat tidur maupun tidak. Dengan perlahan Leanne mengangkat tangannya mulai mengusap alis Damian yang cukup tebal, jari telunjuknya m
***** Suara dentingan alat makan yang saling beradu di mana saat ini di meja makan Leanne dan Damian tengah makan bersama, mau di katakan sarapan pagi pun nyatanya hari sudah beranjak siang. Pergulatan mereka yang ternyata memakan waktu itu pun sehingga membuat mereka baru sekarang beranjak keluar dari kamar. Meski sebenarnya Leanne 'lah yang menghentikan aktivitas mereka. Dia yang sudah kelaparan karena tenaganya hampir habis terkuras oleh Damian yang terus menggarapnya tak henti-henti. Meskipun harus memberikan sedikit ancaman. Damian yang tidak ingin jatahnya tertunda selama seminggu, dengan terpaksa ia mengakhiri keinginannya yang selalu ingin menggarap istrinya. Ya, istri cantiknya itu mengancam dirinya tidak akan memberikan kenikmatan padanya selama satu minggu. Damian tidak bisa membayangkan jika itu benar-benar terjadi. Semua yang ada pada diri Leanne sudah membuatnya candu. "Apa hari ini kamu akan ke toko?" Tanya Damian di sela suapannya. "Emm, mungkin nanti sore.
***** Tempat lain yang di maksud Damian adalah sebuah gedung perhiasan. Ya gedung, karena jika di sebut toko pun kurang tepat. Sebab satu gedung itu berisi perhiasan-perhiasan cantik yang mewah dengan harga fantastis. Damian membawa Leanne ke gedung itu tentunya untuk membelikan istrinya satu set perhiasan. Pelengkap penampilan istrinya untuk nanti malam acara reuni. Leanne sendiri tidak bisa menolak keinginan Damian itu, ia pun menerimanya. Setelah selesai dengan urusan perhiasan, mereka pun melanjutkan perjalanan mereka ke toko bunga Leanne. ▪️Setelah beberapa menit kemudian...... "Kamu yakin tidak akan masuk, Re?" Tanya Leanne setelah mereka sudah tiba di depan toko bunga miliknya, dan saat ini mereka masih di dalam mobil. "Tidak Sayang, aku harus ke kantor terlebih dahulu ada sedikit urusan di sana dengan Joshua, setelah itu aku akan pulang ke rumah." Tolak Damian lembut sambil mengusap pipi Leanne. "Ya sudah, kalau begitu aku masuk dulu ke dalam dan kamu hati-hati di
***** "Damian, Joshua." Seruan sapaan dari teman masa kuliahnya yang menghampiri Damian dan Joshua. Mereka saling sapa ala pria. "Joshua, Damian gimana kabar kalian?" Tanya seorang pria yang bernama Gandi yang tengah merangkul seorang wanita berbaju sexy. "Seperti yang lo lihat." Jawab Joshua berbeda dengan Damian yang diam. "Gue denger Damian sudah menikah beda dengan lo Joshua yang masih jomblo." Ucap pria lainnya yang bernama Oskar yang sama tengah menggandeng seorang wanita juga. "Gue bukan jomblo tapi single, dan gue pemilih untuk masalah pasangan." Elak Joshua tak ingin di sebut jomblo padahal kenyataannya begitu. "Bagaimana dengan kalian? Kalian sudah menikah?" Tanya Joshua menatap mereka satu persatu. "Gue belum ada niatan buat nikah, Bro. Oh iya, Ini Eriska, kekasih gue." Sahut Gandi sambil memperkenalkan kekasihnya. "Febyola, tunangan gue." Ucap Oskar juga kepada wanita yang di gandengnya. Joshua hanya mengangguk-angguk saja sambil menatap pasangan teman-t
***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar
***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me
***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian
***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya
***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany
***** Leanne yang baru saja tiba di rumah heran saat mendengar suara tawa. Saat ia berjalan masuk ke dalam dan terus berjalan ke arah ruang makan ternyata suara tawa itu berasal dari Kakeknya dan juga suaminya. Leanne di buat bingung apa yang sudah terjadi pada mereka selama dirinya pergi sehingga mereka terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Tidak seperti awal bertemu kakeknya kurang baik menyambut suaminya. "Oh Princess, kamu sudah pulang. Ayo sini kita makan bersama." Ajak Anthony saat melihat Leanne yang masuk ke ruang makan. Leanne berjalan ke arah kursi duduk di samping Damian. Leanne melihat hidangan yang masih tersaji utuh. "Kalian belum memulainya?" Tanya Leanne. "Kami menunggu mu Princess, lagian belum lama juga kami di sini." Sahut Anthony. "Padahal Kakek bisa saja duluan. Kakek harus menjaga kesehatan Kakek, jangan telat soal makan." Peringat Leanne. "Hanya hari ini saja, lagipula jarang-jarang bisa makan bersama seperti ini." Ucap Anthony. Damian me
***** Leanne dan Damian melanjutkan penerbangan mereka lagi ke Amerika. Dan kini mereka baru saja tiba di Bandara Internasional John F. Kennedy. Setibanya di bandara, sudah ada orang yang menunggu kehadiran Leanne dan Damian. Leanne perkirakan itu bawahannya Damian. Karena Leanne sendiri tidak memberitahukan kedatangannya ke sini pada Anthony atau pun Noel. Mobil melaju menuju kediaman Anthony, hingga beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tujuan. Di depan gerbang kediaman Anthony. Karena pintu gerbang yang tertutup, Leanne menyembulkan kepalanya. Lalu sebuah CCTV bergerak mengscan wajahnya. Leanne memasukkan diri kembali ke dalam mobil dan tidak membutuhkan lima menit pun pintu gerbang mulai terbuka. "Keamanan disini patut aku tiru." Ucap Damian. "Semenjak Nenek meninggal Kakek jadi tidak terlalu suka banyak orang. Banyaknya bodyguard yang di pekerjakan di sini pun itu untuk keamanan Nenek, karena untuk mengurangi resiko aku sendiri memilih tinggal di apartemen s
***** Leanne dan Damian sudah mendarat di negara yang di juluki negeri matahari terbit itu dan kini mereka berada di dalam mobil yang di sopiri oleh Scott, bodyguard Damian yang baru Leanne lihat lagi. Leanne melihat ke arah jalan raya, tahu kemana tujuan mereka Leanne menatap Damian dengan tatapan menelisiknya. "Kenapa?" Tanya Damian. Tangan mengusap pipi Leanne dengan lembut. "Kamu menyuruhnya mengikuti ku sampai ke sini?" Tanya Leanne sambil melirik Scott. Tahu kemana pembicaraan istrinya, Damian tersenyum kecil. "Aku khawatir kamu kenapa-napa." Ucap Damian memberikan alasannya. Tahu dengan sifat Damian yang selalu mengawasinya Leanne pun tidak banyak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah sampai tujuan. Di mana tempat itu adalah sebuah pemakaman. Ya, Leanne kembali mengunjungi makam Raigan lagi. Leanne dan Damian berjalan bersama masuk ke dalam pemakaman. Leanne sengaja mengajak Damian. Mereka tiba di depan makam Reigan. Leanne meletakkan