***** Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka. Suasana mobil kembali hening. Melihat sikap Leanne yang tidak ingin di ajak berbicara pun membuat Damian harus menelan kata-katanya. Damian tidak ingin jika memaksakan keinginannya malah terjadi sesuatu yang akan membuat mereka canggung. Mereka pun tiba di rumah dan ke kamar masing-masing. Hari sudah tengah malam, namun Leanne masih belum memejamkan matanya dan malah berdiri di dekat jendela dengan begitu banyaknya pikiran-pikiran yang masih terlintas di kepalanya. Sehingga ia masih terjaga walau hari sudah mau masuk dini hari. Leanne mengakhiri lamunannya, ia berbalik ke arah ranjangnya dan berniat mengambil air minum yang berada di atas nakas, namun sayang airnya telah habis ia minum. Leanne pun beranjak keluar dari kamarnya untuk mengambil air minum ke dapur. Lampu rumah yang sebagian sudah di matikan tidak membuat Leanne menyalakannya, ia masih bisa melihat dari lampu dinding yang di buat redup. Setibanya Leanne d
***** Gerakan menarik Leanne ke dalam pelukannya begitu cepat serta mencium Leanne dengan tempo yang terburu-buru. Leanne yang syok dengan pergerakan Damian yang begitu cepat membuatnya membatu. Pikirannya kosong masih mencerna apa yang saat ini tengah terjadi. Namun saat tengkuknya di tekan untuk memperdalam ciuman, ia sadar dan menjauhkan diri hingga ciuman sepihak itu terlepas. "Apa yang kau—emm...... Regan." Namun belum usai Leanne berkata Damian sudah menyosor bibirnya kembali. Leanne berusaha berucap yang nyatanya sia-sia saja. Pelukan Damian yang erat hingga mengunci kedua tangannya membuat Leanne berhenti berontak. Hingga lama kelamaan jika dirinya mulai terbawa arus oleh ciuman Damian hal itu di sadari olehnya. Leanne tidak bisa menampik dan berbohong jika ia mulai menikmatinya dan perlahan mulai membalas ciuman Damian. Damian tersenyum di sela-sela ciuman mereka, karena merasakan Leanne yang membalas ciumannya. Sehingga tanpa ragu lagi Damian mulai memperdalam ciuman
***** Leanne mengalihkan pandangannya saat Anita berbicara kembali. "Ibu sudah tidak sabar menunggu kehadirannya." Harap Anita yang langsung mendapatkan elusan di punggung tangannya oleh Harris. "Anne," Suara Harris yang memanggilnya membuat Leanne menatap ke arahnya. "Mungkin ini terlalu cepat untuk Ayah katakan, tetapi Ayah harap kamu bisa menerimanya dan juga mengelolanya de—" "Apa itu?" Sela Leanne yang memotong ucapan Harris karena Leanne sendiri enggan untuk berbelit-belit. "Ayah ingin kamu meneruskan perusahaan Ay—" "Tidak bisa." Dan lagi-lagi Leanne menyela ucapan Harris untuk yang kedua kalinya membuat Damian menatap istrinya untuk memperingati sebab Leanne sudah bertindak tidak sopan kepada orangtuanya. Namun Leanne tetaplah Leanne ia tidak memperdulikan tatapan peringatan dari Damian. "Kenapa? Kamu anak ku satu-satunya Anne. Siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan Ayah kalau bukan kamu." Tanya Harris sedikit kecewa dan ia tidak mempermasalahkan Lean
***** 21++ Melihat istrinya yang berbaring setengah naked membuat gairahnya terbakar, dan Damian dengan segera memposisikan tubuhnya kembali di antara kedua kaki Leanne. Damian kembali mendekatkan wajahnya, mencium Leanne dengan tangannya yang mulai turun ke arah bra. Menurunkan tali tipis bra dengan pelan dan ia merasakan getaran dalam diri ketika jari-jarinya menyentuh bahu putih nan mulus istrinya. Damian melepaskan tautan bibir mereka. Ia melihat kaitan bra yang sudah ia turunkan dan tanpa banyak waktu lagi Damian membuka semua kaitan itu dengan lihainya dan cepat. Damian terdiam, tertegun dan terpana saat melihat pemandangan di hadapannya. Dada yang membusung dengan puncak yang merah merona tidak bisa mencegah Damian menelan ludahnya. Sehingga jakunnya yang turun naik menandakan ia tidak bisa menyia-nyiakan lagi suguhan di hadapannya. Damian pun mulai menghisap, menjilat dan mengigit-gigit kecil dada Leanne hingga puncak dada Leanne pun ia hisap seperti mengemut permen.
***** "Kamu yakin tidak perlu aku antar ke sana?" Sudah lebih dari tiga kali Damian terus bertanya hal yang sama kepada Leanne. Sejak dari rumah hingga saat ini di mana mereka sudah berada di landas pacu atau runway lebih tepatnya berada di dalam jet private Damian. Pagi hari ini Leanne sudah berada di bandara di antar oleh Damian, dan ia menyuruh, ah—lebih tepatnya memaksa Leanne untuk pergi menggunakan jet private nya. Sebenarnya Damian ingin mengantar Leanne ke Amerika, namun ada meeting dengan klien pentingnya hari ini, jadi Damian tidak bisa mengantar Leanne ke Amerika. Meski sebelumnya Damian hendak membatalkan meeting nya itu namun dengan cepat Leanne segera melarangnya. Dengan dalih jika meeting nya itu penting, padahal alasan lainnya adalah Leanne tidak ingin selama dirinya di Amerika tindak tanduknya di curigai oleh Damian. "Tidak perlu, lagian setelah aku tiba di sana aku pasti akan di sibukkan dengan perusahaan dan di khawatirkan juga tidak ada waktu untuk mu di s
Delapan tahun yang lalu, di rumah sakit.... ***** Di dalam ruangan, seorang gadis cantik tidur dengan damainya. Namun tidak memungkiri terbaringnya dia sangat menyedihkan, dengan wajah yang memiliki beberapa memar sehingga tidak dapat di tutupi alat oksigen sepenuhnya, salah satu tangan yang terpasang infus, memperlihatkan betapa menderitanya dia saat mata itu terbuka. Tubuh yang terbaring lemah itu sangat tidak berdaya. Bagi siapa pun yang melihat kondisinya akan merasa iba ▪️▪️▪️▪️▪️ PLAK!!! Suara tamparan keras dari pria berumur pada seorang pria di hadapannya, mengisi suasana lorong yang sepi. "Apa yang kau lakukan pada cucuku Harris? Ayah macam apa yang menyiksa anak kandungnya sendiri, sampai di larikan ke rumah sakit, hah?!" Pertanyaan bernada keras itu dari sang Kakek si gadis, yang di sampingnya di dampingi istrinya sambil mengelus pelan lengan suaminya yang tengah beremosi tinggi. "Dia anak yang tidak tahu diri Ayah. Melakukan hal kotor yang mencoreng nama b
***** Beberapa menit yang lalu pesawat jet yang Leanne tumpangi sudah mendarat di runway bandara Internasional John F. Kennedy. Leanne sendiri saat ini tengah berada di ruang tunggu, menunggu Noel yang akan menjemputnya. Namun ada hal yang membuat Leanne kesal saat ia baru saja keluar dari pesawat, hal itu adalah adanya seorang bodyguard atas perintah Damian untuk menjaganya selama ia di sini. Tentu saja hal itu membuat Leanne kesal, kesal karena Damian tidak bilang-bilang dulu soal bodyguard. Selain itu juga Leanne tidak ingin gerak-geriknya selama di sini di curigai. Leanne melirik ke samping di mana bodyguard suruhan Damian tengah berdiri tegak. "Siapa nama mu?" Tanya Leanne. Bodyguard itu melihat ke arah Leanne lalu segera menunduk. "Scott, Nyonya." Sahut Scott lalu segera mengalihkan pandangannya ke arah depan kembali. "Oke Scott, jujur aku tidak membutuhkan bodyguard. Lebih baik kamu kembali." Terang Leanne. "Maaf Nyonya, semua atas perintah Tuan saya tidak bisa lep
***** Leanne dan Noel telah tiba di kediaman Anthony. Seorang kepala pelayan menyambut mereka berdua setelah pintu terbuka. "Selamat datang kembali, Nona Muda." Sapa kepala pelayan wanita paruh baya itu yang bernama Jenna dengan memberikan tatapan hangatnya serta senyum ramahnya. "Aunty Jen," Sapa Leanne balik dengan senyum kecilnya. "Di mana Kakek?" Lanjut Leanne sambil ia masuk ke dalam rumah yang di ikuti Noel. "Tuan besar berada di taman, Nona." Jawab Jenna. "Tidak menyambut ku apa tidak merindukan ku." Ucap Leanne. Leanne berbalik menatap ke arah Noel. "Aku yakin Kakek setiap hari merindukan mu." Ucap Noel. "Ya, aku tahu." Sahut Leanne. "Kalau begitu aku temui Kakek dulu." Lanjutnya. "Hm, nanti aku menyusul ada sedikit urusan yang harus aku kerjakan." Ucap Noel. Leanne dan Noel pun berjalan berbeda arah. Leanne berjalan ke arah taman yang di ikuti oleh Jenna. "Nona, apa ada sesuatu yang perlu saya buatkan?" Tanya Jenna. "Hm, aku ingin minuman yang se